• October 7, 2024

3 Prestasi SBY yang Terlupakan

Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) harus menerima kenyataan pahit bahwa di tahun-tahun terakhir menjabat presiden ia terus-menerus menjadi sasaran publik, terutama di media sosial. Bahkan hingga masa jabatan keduanya yang tinggal beberapa hari lagi berakhir, sindiran seolah tak berhenti.

Di mata para pengkritiknya, SBY adalah pemimpin yang lambat dan tidak berani mengambil keputusan di saat kritis. Sebagai presiden yang berlatar belakang militer, banyak orang yang tidak bisa memahami sikapnya yang terkesan ragu-ragu. Anggapan tersebut tidak hilang meski anak buahnya berdalih kesan tersebut muncul karena SBY adalah seorang negarawan sejati yang tidak mau ikut campur dalam segala persoalan yang dihadapi lembaga-lembaga yang dikuasainya untuk mencapai kemerdekaan.

Di kalangan pengguna media sosial, SBY sudah lama dianggap sebagai presiden yang gemar “berbicara” lewat pidato kenegaraannya. Ia dituding mendahulukan citra pribadinya di atas kepentingan rakyat. Hobinya menyanyi – SBY meluncurkan album kelimanya pada Agustus lalu – jelas menjadi sasaran empuk.

Namun benarkah SBY bukanlah pemimpin tanpa prestasi? Benarkah ia tidak meninggalkan warisan apa pun kepada bangsa ini saat harus turun tahta?

Saya sepakat kepemimpinan SBY selama ini masih jauh dari sempurna. Ada kalanya SBY jauh dari ekspektasi masyarakat. Tapi saya juga tidak setuju SBY disebut presiden gagal.

Pertumbuhan ekonomi

Masyarakat kita tidak memiliki ingatan yang baik. Kita lupa SBY memimpin bangsa ini melewati masa-masa sulit di bidang perekonomian. Saat dilantik menjadi presiden pada tahun 2004, Indonesia belum sepenuhnya pulih dari krisis ekonomi yang melanda sejak akhir tahun 1990-an. Setidaknya ada dua krisis ekonomi global yang dihadapi pemerintahan SBY, yakni pada tahun 2004 dan 2008. Namun, alih-alih terpuruk, Indonesia berhasil bersinar sebagai salah satu negara dengan pertumbuhan ekonomi di atas rata-rata dunia pada masa kepemimpinannya.

Tidak dapat dipungkiri, banyak kemajuan di bidang perekonomian dalam sepuluh tahun terakhir di bawah kepemimpinan SBY. Bank Indonesia menyatakan bahwa rata-rata perekonomian Indonesia tumbuh sebesar 5,5 persen dalam sepuluh tahun terakhir. Hanya di antara negara-negara G20 Tiongkok memiliki pertumbuhan yang lebih tinggi.

Pemerintahan SBY juga cukup berhasil dalam mengentaskan kemiskinan. Pada tahun 2009 tercatat Angka kemiskinan berada di level 14 persen, atau sekitar 32 juta jiwa. Kondisi ini semakin membaik hingga 11 persen pada bulan Maret tahun ini atau sekitar 28 juta jiwa. Meski mungkin bukan pencapaian yang maksimal, namun kita tahu bersama bahwa menurunkan angka kemiskinan bukanlah perkara mudah.

Indikator perbaikan ekonomi lainnya adalah pertumbuhan pendapatan per kapita masyarakat Indonesia. Sepuluh tahun yang lalu, pendapatan per kapita masyarakat Indonesia sebesar 2.000 dolar AS, sedangkan pada tahun ini angka tersebut meningkat dua kali lipat atau menjadi sekitar 4.000 dolar AS.

Tak hanya itu, pada Mei lalu Indonesia ditetapkan oleh Bank Dunia perekonomian terbesar ke-10 di dunia, jika dihitung dari paritas daya beli. Di kawasan Asia, ukuran ekonomi kita hanya kalah dengan China, India, dan Jepang.

Namun angka-angka makroekonomi ini tentu saja tidak bisa menjadi ukuran kesejahteraan masyarakat. Rasio Gini Indonesia tahun lalu, misalnya, menjadi 0,41 meskipun sepuluh tahun sebelumnya berada pada level 0,37. Rasio Gini sendiri merupakan ukuran untuk melihat sejauh mana distribusi pendapatan pada suatu negara, dimana nilai 0 berarti pemerataan yang sempurna.

Pemberantasan korupsi dan penguatan Komisi Pemberantasan Korupsi

Jika banyak pihak yang mengejek SBY atas kondisi pemberantasan korupsi saat ini, saya coba melihatnya dari sudut pandang yang sedikit berbeda. Di bawah tekanan politik yang intens, nyatanya di masa kepemimpinan SBY pun ada 277 PNS yang ditangkap Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) terkait dengan tindak pidana korupsi. Jumlah tersebut belum termasuk mereka yang kasusnya ditangani Polri dan Kejaksaan.

Meski banyak pihak yang menuding pemerintahan SBY kerap berupaya melemahkan KPK, namun SBY dan para menterinya selalu menyatakan dukungannya terhadap penguatan KPK dalam berbagai kesempatan. Dilupakan oleh kebanyakan orang, di penghujung tahun 2012 SBY sangat tegas menentang revisi UU KPK yang saat itu hendak digulirkan oleh DPR. Revisi undang-undang tersebut diduga merupakan upaya melemahkan Komisi Pemberantasan Korupsi. Rencana itu akhirnya kandas di tengah jalan.

Mau tidak mau, harus diakui, untuk pertama kalinya di era kepemimpinan SBY, masyarakat justru menyaksikan pejabat pemerintah yang terbukti mencuri uang rakyat ditangkap dan dipermalukan. Mantan Menteri ESDM Jero Wacik menjadi pejabat terbaru yang ditetapkan sebagai tersangka kasus korupsi. Jero tidak sendiri, ia didampingi nama lain seperti mantan Menteri Agama Suryadharma Ali, mantan Menteri Pemuda dan Olahraga Andi Mallarangeng atau mantan Ketua SKK Migas Rudi Rubiandini.

Pemberantasan budaya korupsi memang masih jauh dari kata memuaskan, namun setidaknya banyak kemajuan yang kita lihat pada masa pemerintahan SBY.

Stabilitas politik terkendali

Dibalik gaya kepemimpinannya yang mungkin terkesan kurang berani, tak bisa dipungkiri bahwa SBY adalah seorang ahli strategi sejati. Dan kepiawaian tersebut benar-benar dapat kita rasakan melalui kondisi politik dan keamanan yang relatif stabil selama sepuluh tahun terakhir.

Dengan 33 provinsi dan 492 kabupaten dan kota, bisa dibayangkan betapa banyaknya pemilihan kepala daerah yang diselenggarakan setiap tahunnya di negeri ini. Meski perselisihan dan penggunaan uang secara politis masih sangat marak, namun kita patut bersyukur stabilitas politik nasional masih sangat terkendali. Di sini kita bisa melihat kehebatan SBY dengan memainkan perannya sebagai panglima tertinggi di negeri ini dengan sangat baik.

Sepanjang kepemimpinannya, pelaksanaan pilkada di Indonesia bisa dikatakan cukup lancar dan damai. Tidak ada kerusuhan besar yang meluas. Prestasi tersebut diraih karena kemampuan politik SBY yang handal dan pendekatannya terhadap pemerintah daerah. Selain itu, SBY juga mampu membangun kekuatan TNI secara efektif melalui berbagai kebijakan dan keputusan strategis. Di bawah kepemimpinannya, TNI mampu menjadi mitra strategis pemerintah yang dapat diandalkan, yaitu ssering memaksa daripada kekuatan keras.

Prestasi terbesar SBY dalam menjaga stabilitas politik nasional diuji tahun ini pada pemilu legislatif dan presiden. Meski intensitas persaingan begitu tinggi, namun pelaksanaan keduanya dapat berlangsung relatif aman dan damai. Sosok SBY sebagai negarawan terbukti ketika beberapa kali ia memutuskan melakukan intervensi untuk meredam ketegangan kedua kubu calon presiden.

Pada akhirnya, hanya waktu yang bisa menentukan presiden SBY seperti apa yang akan dikenang masyarakat. Seperti yang diperlihatkan sejarah, seorang pemimpin hebat biasanya dikenang ketika ia telah meninggalkan jabatannya. —Rappler.com

Tasa Nugraza Barley adalah konsultan komunikasi yang pernah menjadi jurnalis di sebuah surat kabar berbahasa Inggris di Indonesia selama dua tahun. Dia suka membaca buku dan bertualang, dan dia sangat menikmati rasa kopi yang diseduh. Silakan ikuti akun Twitternya, @garsbanget


uni togel