• October 8, 2024

4 kebiasaan buruk orang Indonesia yang sebaiknya dihilangkan

Ketika kita berbicara tentang negara kita sendiri, terkadang kita tidak bisa menghindari kata-kata: “Nah, inilah Indonesia!”

Kalimat tersebut terasa ringan namun merendahkan, karena pada dasarnya memaafkan hal-hal yang dirasa tidak dapat diperbaiki lagi di Indonesia. Dengan pemikiran pesimis seperti ini, kita tidak punya keinginan untuk memperbaiki keadaan atau berusaha melakukan yang terbaik di masa depan. Padahal, sejarah berulang kali menunjukkan bahwa mereka yang berani bergerak status quo adalah orang-orang yang mengubah dunia.

Untuk menyambut HUT Kemerdekaan Indonesia yang ke-70, simak beberapa kebiasaan negatif yang bisa kita perbaiki dengan sedikit usaha:

1. Manjakan diri Anda di sana-sini

Di Indonesia, ada kebiasaan yang sangat unik ketika seseorang berulang tahun: akan disuruh membelikan makanan, atau memanjakan orang yang dikenalnya. Tidak diketahui secara pasti kapan kebiasaan ini benar-benar diterima oleh masyarakat luas, namun bisa saja menular ke hal lain, seperti ketika seseorang mendapat bonus, promosi jabatan, atau bahkan berhenti bekerja.

Ungkapan ajaib “perlakukan aku!” bisa juga menjadi seseorang yang tiba-tiba mempunyai uang tambahan rusak sebentar lagi. Inilah salah satu alasan mengapa orang yang memenangkan lotre biasanya tidak menjadi lebih kaya atau bahkan lebih miskin dari sebelumnya.

“Sebenarnya kalau kita mentraktir teman, kita berharap ke depannya mereka juga melakukan hal yang sama,” kata Rinta (31), pegawai swasta yang mentraktir beberapa mantan rekannya saat memutuskan pindah kerja tiga bulan lalu.

Pasti akan membebani kantong Anda jika keputusan untuk keluar dari pekerjaan tidak segera diikuti dengan promosi atau kenaikan gaji di kantor baru.

Apa yang bisa kita lakukan: Ubah kebiasaan meminta hadiah menjadi membayar sendiri.

2. Membawa banyak oleh-oleh untuk berlibur

Adat ini begitu mengakar di Indonesia, bahkan orang asing yang sudah lama tinggal di Indonesia pun akan mengikutinya. Beberapa negara lain di Asia, seperti Jepang dan Filipina, juga memiliki kebiasaan serupa.

“Jangan lupa oleh-oleh, dari!” Itulah pesan yang sering kita sampaikan kepada orang-orang yang akan melakukan perjalanan. Bahkan, sebagian orang tak segan-segan meminta menitipkan barang tanpa memberikan uang terlebih dahulu.

Sebuah pemberitaan di salah satu televisi swasta pernah menyebutkan kebiasaan jemaah haji membawa pulang oleh-oleh dalam jumlah banyak hingga melebihi kapasitas bagasi yang ditentukan maskapai. Amy, 29, mengaku melihat bibi dan ibunya melakukan hal serupa saat mereka pergi menunaikan ibadah haji.

“Bibi saya pulang dengan membawa tiga koper besar yang hanya berisi souvenir pashmina dan tasbih,” kata Amy.

Jumlah oleh-olehnya mencapai puluhan dan harganya mencapai jutaan rupiah. Lalu, apakah ini benar-benar wajib? Hanya orang itu yang bisa menjawabnya.

Apa yang bisa kita lakukan: Saat berlibur, sediakan budget yang pasti untuk oleh-oleh agar tidak berlebihan dana liburan Anda membengkak Selain itu, berlatihlah mengatakan “tidak” pada permintaan yang berpotensi menyulitkan Anda saat bepergian. Mereka akan tetap berjalan seperti biasa, dengan atau tanpa hadiah dari Anda.

3. Memanjakan anak hingga menikah

Ilustrasi dari liveolive.com

Seperti di banyak negara Asia lainnya, tinggal bersama orang tua di Indonesia adalah hal yang lumrah. Hal ini biasanya disertai dengan “tunjangan” makan, kendaraan, supir, liburan, dan lain-lain, hingga anak berakhir Nikah dan memulai sebuah keluarga sendiri.

Hal inilah yang membuat generasi muda dari keluarga kelas menengah di Indonesia baru mengenal konsep “bekerja” dan “menghasilkan uang” setelah lulus kuliah. Bagi pelajar SMA dan mahasiswa di Indonesia, liburan sekolah adalah saat yang menyenangkan karena hampir tidak ada perusahaan yang menawarkan lowongan paruh waktu seperti ini. pekerjaan musim panas dikenal di negara empat musim.

Bahkan, menjadi kesempatan bagi mereka untuk belajar bagaimana bekerja sama dengan orang lain, serta bagaimana menghadapi tekanan dalam menyelesaikan suatu tanggung jawab pekerjaan beserta konsekuensinya.

Misalkan anak Anda ingin bekerja di restoran di masa depan makanan cepat saji ataukedai kopi selama liburan sekolah, apakah Anda mengizinkannya?

Apa yang bisa kita lakukan: Ubah konsep berpikir bahwa pekerjaan “kasar” seperti pramusaji, barista, atau pengasuh anak adalah hal yang tercela. Bekerja – selama Anda tidak melanggar hukum – bukanlah hal yang memalukan. Jika banyak anak muda yang bisa melakukannya di luar negeri, seharusnya hal itu juga bisa dilakukan di Indonesia.

4. Merasa rendah diri saat bekerja dengan orang asing

Ilustrasi dari liveolive.com

Menjelang terbentuknya pasar internal Masyarakat Ekonomi ASEAN (AEC), kita akan semakin banyak menjalin kerja sama dengan pihak asing dari berbagai belahan dunia. Untuk mampu bersaing di tingkat global, tenaga kerja Indonesia juga harus menguasai teknologi, ilmu pengetahuan dan memiliki keterampilan yang memadai, misalnya menguasai bahasa asing.

Sayangnya, masih banyak masyarakat Indonesia yang minder jika berhadapan dengan orang asing, khususnya ras bule atau yang lebih sering disebut dengan ras bule. orang asing. Terima ituorang asing dengan lebih banyak pengetahuan, uang dan kekuasaan dapat muncul sebagai “warisan” kolonialisme selama berabad-abad sebelum tahun 1945.

“Perasaan rendah diri seperti itu mungkin sudah tidak ada lagi di kota besar seperti Jakarta, tapi masih terasa saat saya bekerja di Bali misalnya,” kata Pat (33), karyawan perusahaan asing yang bekerja di bidang travel online. .

Dijelaskannya, di Bali ada tempat yang mengutamakan tamu asing. Selain itu, hotel-hotel tertentu biasanya cenderung mempekerjakan ekspatriat untuk posisi manajemen tingkat tinggi. Hal ini sangat disayangkan karena pekerja lokal tidak bisa mengembangkan karirnya secara maksimal di negaranya sendiri.

Apa yang bisa kita lakukan: Lebih percaya diri dan berhenti mempermalukan bangsa Indonesia dan budaya negara sendiri. Jika Anda sebagai orang tua, mulailah persiapkan mental dan keterampilan anak Anda agar ia memiliki daya saing di tingkat dunia. Kedepannya, pandai berbahasa Inggris saja tidak akan cukup untuk menunjang karir seseorang. Rappler.com

Tips di atas berasal dari Zaitun Langsungsebuah website yang membekali perempuan Indonesia dengan pengelolaan keuangan pribadi.

BACA JUGA:

Togel Singapore Hari Ini