• September 17, 2024
4 skenario DPR meloloskan dana aspirasi

4 skenario DPR meloloskan dana aspirasi

Jokowi membutuhkan dukungan penuh dari sponsor utamanya, Koalisi Indonesia Raya, untuk menentang DPR.

JAKARTA, Indonesia – Kontroversi dana aspirasi terus berlanjut sejak disetujui Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) pada 23 Juni 2015.

DPR yang memegangnya penerapan Usulan Program Pengembangan Daerah Pemilihan (UP2DP) atau lebih dikenal dengan dana aspirasi harus masuk pembahasan rancangan Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (BPRS) 2016.

Namun tidak semua fraksi di DPR setuju. PDI-Perjuangan, Partai Hanura, Partai Nasional Demokrat (Nasdem) menolak persetujuan dana aspirasi. Mereka berpendapat dana aspirasi tersebut sebaiknya ditarik oleh pemerintahan Joko “Jokowi” Widodo.

(BACA: Dana Aspirasi DPR, Apakah Bisa Dibatalkan?)

Siapa yang akan menang? DPR atau pemerintah?

Ada beberapa skenario yang diyakini bisa digunakan DPR untuk meloloskan dana aspirasi agar bisa menikmati bagian Rp 20 miliar per anggota dewan per daerah mulai tahun depan.

Skenario 1: DPR akan menghentikan pemerintah membahas RAPBN

Menurut Lucius Karus, peneliti Forum Masyarakat Peduli Parlemen Indonesia (Formappi), skenario pertama ini kemungkinan besar akan terjadi pada pembahasan Rancangan APBN (RAPBN) 2016, tepat setelah Presiden Jokowi selesai menyampaikan pidato kenegaraan. pada tanggal 17 Agustus.

Saya kira di sinilah DPR akan mendorong pemerintah terkait dana aspirasi, kata Lucius kepada Rappler, Jumat.

Sebab dalam pidatonya itu Presiden akan menegaskan posisinya apakah dana aspirasi akan dimasukkan ke dalam RAPBN atau tidak.

Lucius yakin peristiwa saling ngotot ini akan terjadi, sebab Presiden melalui Menteri Negara Pratikno sudah memberikan sinyal bahwa Istana akan menolak usulan dana aspirasi.

“Jokowi tidak akan memfasilitasi keinginan DPR,” ujarnya.

Skenario 2: DPR memboikot pembahasan RAPBN

Lucius mengatakan, kejadian DPRD DKI Jakarta yang menekan Gubernur Basuki “Ahok” Tjahaja Purnama beberapa bulan lalu bisa saja terjadi di tingkat nasional. Dampaknya sangat besar hingga menyebabkan pemerintahan Jokowi tidak memiliki anggaran untuk tahun 2016.

Tapi saya melihat peluangnya kecil, karena DPR akan berhadapan dengan seluruh rakyat Indonesia, kata Lucius.

(BACA: Polemik APBD 2015: DPRD DKI Jakarta Ancam Akan Tuntut Ahok)

Katanya, DPR hanya bisa menggertak alias tidak serius jika memang ingin memboikot pemerintah.

“Tetapi jika mereka berhasil membuat ancaman itu, dan pemerintah patah hati “(Gawatnya), bisa lahir kesepakatan yang memungkinkan dana aspirasi masuk ke APBN,” ujarnya.

Namun sekali lagi, Lucius tidak yakin Jokowi akan merasa terganggu dengan ancaman boikot tersebut. “Jokowi cukup percaya diri dengan dukungan masyarakat, dia tidak ambil pusing dengan protes yang dilakukan DPR,” ujarnya.

Skenario 3: DPR akan memberikan tekanan parsial kepada pemerintah

Pengamat politik Charta Politika, Yunarto Wijaya, termasuk yang pesimistis DPR akan bermain radikal melawan pemerintah.

“Saya tidak yakin karena tidak ada riwayat boikot karena berhubungan langsung dengan masyarakat Indonesia. “Kalau mereka melakukannya, mereka akan bunuh diri,” kata Yunarto.

Yunarto memperkirakan DPR akan menggunakan politik tarik ulur dalam menolak APBN, namun hanya sebagian, misalnya dalam sikapnya terhadap kebijakan sektoral kementerian.

Indikasinya, Komisi VI mulai mempertanyakan pinjaman dari China yang dilakukan Kementerian BUMN, ujarnya.

Skenario 4: ‘Win-win solution’, pemerintah menawarkan peningkatan pendanaan partai politik

Jalan buntu atau kebuntuan pembahasan dana aspirasi mungkin sudah diprediksi pemerintah sejak lama. Lucius memperkirakan pemerintahan Jokowi akan menawarkan pengganti usulan pendanaan aspiratif, yakni menambah anggaran pendanaan partai politik.

Karena di undang-undang sudah jelas ada klausul yang mengharuskan pemerintah memberikan subsidi kepada parpol agar tidak ada masalah di kemudian hari, kata Lucius.

Yunarto pun sependapat dengan Lucius. “Biswa menjadi alat tawar-menawar sepanjang argumentasinya cukup kuat dan didasarkan pada jaminan transparansi partai politik,” kata Yunarto.

Menurut Yunarto, pemerintah bisa berdalih bahwa dana aspirasi dapat merusak ketertiban umum, politik, dan anggaran. “Dana aspirasional mengebiri peran eksekutif,” ujarnya.

Saat ini, kata Yunarto, yang terpenting adalah memenuhi janji Koalisi Indonesia Raya (KIH) sebagai sponsor utama Jokowi.

Pak Jokowi tegas menolak, tergantung kekuatan politik di belakangnya, ujarnya. —Rappler.com

sbobet terpercaya