• October 8, 2024

672 Pengungsi Bangladesh dan Rohingya ditemukan kembali oleh nelayan Aceh

100 pengungsi tersebut diduga ditembak mati oleh nakhoda kapal yang menyelundupkan mereka, karena meminta makanan.

KUALA LANGSA, Indonesia — Enam ratus tujuh puluh dua manusia perahu asal Bangladesh dan Myanmar kembali dikendarai nelayan di tengah laut, tepatnya 20 mil dari Pantai Kuala Langsa, Kota Langsa, Aceh.

Menurut Kepala Kepolisian Resor Kota Langsa AKBP Sunarya, mereka terdiri dari 422 warga Bangladesh dan 250 warga Myanmar etnis Rohingya. Diantaranya terdapat 58 perempuan dan 51 anak-anak.

Nelayan Langsa saat itu sedang memancing dan menemukan para pengungsi tersebut sedang berenang di laut.

“Mereka ditemukan saat berada di laut, bukan di kapal,” kata Sunarya kepada Rappler, Jumat, 15 Mei.

Nelayan yang sedang menangkap ikan segera memanggil kawanannya, 6 perahu segera merapat. Perahu nelayan ini segera mengevakuasi para pengungsi ke pantai Kuala Langsa.

Dicegat oleh angkatan laut Indonesia dan Malaysia

Lalu bagaimana mereka bisa dibuang ke laut? Menurut salah satu pengungsi Rohingya, Sahidul Islam, 17 tahun, mereka awalnya berada di kapal yang dikapteni oleh seorang kapten asal Thailand.

Setelah mendekati daratan yang diyakini wilayah Malaysia, sang kapten tiba-tiba minta diri perahu cepat.

Kapten kapal mengatakan kami akan segera tiba di Malaysia, kata Sahidul.

Ia senang karena bisa melihat bayangan pepohonan dari jauh.

Setelah nahkoda pergi, sebuah kapal dari angkatan laut Indonesia datang ke arah mereka. Para kru kemudian menyediakan makanan dan minuman. “Kemudian kami disuruh pergi,” katanya.

“Kami tidak bisa lagi melihat pepohonan,” katanya.

Sahidul dan rombongan pengungsi semakin was-was saat mesin kapal tiba-tiba mati. Mereka terapung di laut selama dua hari tanpa kejelasan.

Tiga hari kemudian, sebuah kapal milik angkatan laut Malaysia tiba-tiba mendekat. Sama seperti kapal TNI AL sebelumnya, awak kapal pemerintah Malaysia ini juga memberikan bantuan makanan dan minuman.

Kemudian perahu mereka ditarik ke tengah laut oleh Angkatan Laut Malaysia. “Kami dilepasliarkan di tengah laut, dekat perairan Indonesia,” kata Sahidul.

Bertarung di tengah laut

Saat berada di tengah laut, pengungsi perempuan dan anak-anak mulai menangis karena mesin kapal mati, dan air mulai masuk ke dalam perahu.

Di tengah kepanikan, pengungsi asal Bangladesh ingin mengambil makanan dari masyarakat Rohingya. Mereka kelaparan karena sudah dua bulan terapung di laut dan persediaan makanan semakin menipis.

Orang-orang Rohingya menolak dan terjadilah perkelahian. Warga Bangladesh mulai memukuli warga Rohingya di kapal dengan tongkat, parang, pisau, dan bahkan besi.

Karena jumlah warga Bangladesh yang lebih banyak, warga Rohingya memilih terjun ke laut untuk menyelamatkan nyawa. Beberapa perempuan dan anak-anak juga terjun ke laut karena dipukuli.

“Beberapa dari kami juga dibuang ke laut oleh orang Bangladesh,” katanya. Sahidul sendiri terapung di laut selama 6 jam.

Lebih dari 100 orang diduga ditembak mati oleh penyelundup

Sahidul juga mengungkapkan, selain ada yang meninggal karena kelaparan, ada juga yang tewas ditembak oleh kapten dan anak buahnya. Meski belum bisa dipastikan jumlahnya, Sahidul menceritakan kejadian tersebut kepada Rappler.

Mengapa mereka ditembak? “Karena dia minta makanan,” katanya. Kapten dan krunya tidak bijaksana. Siapa pun di antara mereka yang meminta makanan, baik pengungsi Bangladesh atau Myanmar, langsung ditembak.

Berdasarkan pantauan Rappler di lapangan, beberapa pengungsi memang sedang mencari anggota keluarganya. Sejumlah orang tidak ditemukan atau hilang, diduga tewas dalam perjalanan atau ditembak mati oleh nakhoda.

Ditempatkan di gedung terpisah

Pasca insiden pertempuran di laut, pengungsi dari dua negara berbeda ditempatkan di gudang terpisah di pelabuhan Kuala Langsa.

Sementara 20 pengungsi lainnya dirawat, ada yang mendapat infus, ada pula yang luka-luka. —Rappler.com

Result SGP