5 Kontroversi Waduk Jati Gede
- keren989
- 0
Jakarta, Indonesia-Ide pembangunan waduk Jati Gede pertama kali dibahas pada tahun 1967 oleh pemerintahan Presiden Soekarno. Namun pada tahun 1979, pemerintah menunda pembangunan waduk Jati Gede karena tidak mempunyai dana.
Sempat terjadi kericuhan karena warga sekitar menolak pembangunan Waduk Jati Gede. Bukan hanya soal ganti rugi, tapi mereka harus kehilangan lahan produktifnya.
Namun pada Oktober 2005, pemerintah China menyatakan bersedia mengeluarkan dana sebesar 199,8 USD atau sekitar Rp 2,04 triliun untuk membiayai pembangunan waduk tersebut.
Bersama kontraktor lokal Wijaya Karya, Waskita Karya, Hutama Karya dan Housing Development, perusahaan China SinoHydro menyelesaikan pembangunan waduk Jati Gede.
Apalagi setelah mendapat berkah dari Pemerintahan Susilo Bambang Yudhoyono, proyek ini kembali berjalan lancar. Sebab, SBY berdalih Masterplan Percepatan dan Perluasan Pembangunan Ekonomi Indonesia atau MP3EI.
Melalui mekanisme MP3EI, pemerintah mengabaikan seluruh peraturan daerah. Pemerintah daerah juga diberi mandat untuk mengawal pembangunan waduk tersebut atas nama kepentingan nasional.
Pada masa pemerintahan Joko Widodo, waduk ini menjadi prioritas program. Pengisian waduk dimulai pada Agustus 2015. Satu demi satu desa-desa ditenggelamkan.
Namun ada hal lain yang tidak diperhitungkan pemerintah, mulai dari dampak sosial, ekologi, hingga geologi.
Berikut ulasannya:
11.000 penduduk terkena dampaknya
Pembangunan Mega Proyek ini secara bertahap akan merendam 28 desa di Sumedang, Jawa Barat. Butuh waktu 7 bulan untuk menenggelamkannya sepenuhnya. Desa yang tenggelam antara lain Jemah, Suka Kersa, Pada Jaya, Cibogo, Cipaku, dan Paku Alam.
Menurut relawan saat ini Dik Tanbih, relawan sudah mendirikan tenda di Cipaku. Saat ini ada sekitar 100 warga yang didampingi. Namun desa Jemah mulai terendam banjir dan tak lama kemudian terendam, penduduknya mengungsi.
Sayangnya, para relawan tidak mengetahui kemana 800 KK di Desa Jemah tersebut mengungsi. Baca tentang relawan yang mencari pengungsi di sini.
Wakil Gubernur Jawa Barat Deddy Mizwar pernah mengatakan pihaknya sedang memprosesnya permohonan bantuan keuangan Sumedang sebesar Rp 163 miliar untuk fasilitas umum dan sosial.
Namun hingga saat ini belum terealisasi.
Data kompensasi tidak akurat
Sementara itu, untuk menjembatani permasalahan kompensasi, pada bulan Januari 2015, Presiden Jokowi mengeluarkan Peraturan Presiden No. 1 Tahun 2015 ditandatangani tentang penanganan dampak sosial pembangunan Waduk Jati Gede.
Warga yang dianggap sebagai kepala keluarga (KK) hanya diberikan santunan sebesar Rp 29 juta.
Sebanyak 4.514 keluarga mendapat dana santunan senilai Rp122,5 juta dan 6.410 keluarga lainnya mendapat dana santunan sebesar Rp29 juta.
Berdasarkan Perwakilan Dewan Pengawasan Kehutanan dan Lingkungan Hidup Tatar Sunda (DPKLTS) Taufan Suranto, ada dua kesalahan pemerintah.
Pertama, perusahaan konstruksi mengabaikan hak-hak warga yang digusur sebagaimana diatur dalam Rencana Aksi Bank Dunia untuk Pembebasan Lahan dan Pemukiman Kembali. “Faktanya, di Bank Dunia, orang-orang harus direlokasi. Bagaimana orang tidak hanya bisa dimukimkan kembali, tapi jugapindah selama 6 bulan sampai saya mendapatkan pekerjaan lagi,” kata Taufan.
Kedua, pemerintah menggunakan data sensus penduduk tahun 1984. Yang menurut Taufan sudah tidak akurat lagi.
Membanjiri lahan produktif
Waduk Jatigede di Sumedang dirancang memiliki luas kolam 4.900 hektar. Keenam desa yang terendam banjir umumnya memiliki lahan produktif dengan areal persawahan yang luas.
Tapi patuhi Direktur Eksekutif Wahana Lingkungan Hidup Indonesia (Walhi) Abetnego Tarigan, jumlahnya lebih besar dari itu. Ia mengatakan, proyek tersebut akan menenggelamkan 6.000 hektar lahan pertanian produktif.
Ada pula lahan hutan lindung milik Perusahaan Kehutanan Indonesia yang ikut terendam banjir.
33 situs warisan budaya terancam
Menurut Balai Pengelolaan Nilai Sejarah dan Nilai Tradisional (BPKSNT) Dinas Pariwisata dan Kebudayaan Jawa Barat, terdapat 48 situs cagar budaya.
Dan banyak lagi 33 situs web berada di kawasan yang akan tergenang waduk Jati Gede. Sebagian besar situs tersebut merupakan makam keramat dan leluhur Sumedang.
Di kawasan ini, puluhan makam keramat yang diyakini warga sebagai cikal bakal lahirnya kerajaan Islam Sumedang Larang pada abad ke-16 di Desa Cipaku pasti akan hilang dan terendam.
Ancaman gempa
Belum selesai permasalahan pengungsi, masih ada ancaman lain yang mengintai warga terdampak dan sekitar Bendungan Jati Gede. Menurut Ketua Dewan Pakar Dewan Pemerhati Kehutanan dan Lingkungan Tatar Sunda Supardiyono Sobirin, ada potensi gempa pada pembangunan waduk ini.
Fakta yang perlu diketahui pemerintah adalah bendungan ini dibangun di zona sesar. “DPKTS memperingatkan adanya kesalahan pada tahun 2004. Hati-hati. “Gempa bisa terjadi jika waduk naik,” ujarnya.
Gempa bumi dapat disebabkan oleh banjir yang masuk ke dalam sesar, kemudian menghidupkan kembali sesar tersebut, maka dapat terjadi gempa bumi.
“Ada beberapa contoh di dunia, ada yang gempa terjadi seketika, ada yang dalam 1-3 tahun, ada yang 1 tahun. “Kami belum mengetahui tentang waduk Jati Gede itu sendiri,” ujarnya.
Sobirin menilai pemerintah salah dalam memaknai pembangunan waduk untuk irigasi, dengan tujuan memaksimalkan Sungai Cimanuk. “Sungai Cimanuk sedang sakit, hulunya kritis. “Lebih baik membangun hutan di hulu dulu,” ujarnya. —Rappler.com
BACA JUGA