• October 5, 2024

Dampak Topan Hagupit, Bagaimana Indonesia Memperkirakan Badai El Nino?

Para perunding dan aktivis pro-lingkungan mendesak negara-negara di COP 20 untuk mengambil tindakan nyata untuk beradaptasi dan memitigasi perubahan iklim. Filipina dilanda Topan Hagupit. Bukti lebih lanjut apa yang Anda perlukan? Apa saja upaya yang dilakukan Indonesia?

Dari Lima, Peru, saya mengikuti perkembangan dampak Topan Hagupit yang melanda sebagian wilayah Filipina akhir pekan lalu. Pemerintah Filipina telah belajar banyak dari pengalamannya dalam menghadapi krisis saat topan Haiyan tahun lalu yang memakan korban jiwa sedikitnya 6.000 orang. Kali ini dilakukan peringatan dini dan evakuasi terhadap 1 juta penduduk di wilayah berpotensi terdampak. Hagupit pernah dianggap sebagai topan terbesar yang pernah tercatat di Filipina.

Bencana Topan Hagupit terjadi ketika ribuan orang berkumpul di Pentagonito, Lima, untuk menghadiri ratusan diskusi terkait perubahan iklim yang disebut Conference of Parties (COP) 20. Para perunding, pendukung perubahan iklim, dan organisasi non-pemerintah menyerukan perlunya semua pihak sepakat bahwa perubahan iklim mempunyai dampak yang nyata.

Negara-negara penyumbang besar emisi gas rumah kaca (GRK) yang dianggap berkontribusi terhadap peningkatan suhu laut sebagai salah satu bentuk perubahan iklim harus siap membantu negara lain yang sering dilanda bencana, seperti Filipina. Juga Indonesia.

Mary Ann Lucille Sering, anggota Komisi Perubahan Iklim Filipina, menekankan perlunya membentuk “mekanisme kerugian dan kerusakan” untuk membantu negara-negara yang rentan terhadap bencana yang biaya tanggapnya meningkat seiring dengan meningkatnya kerusakan akibat berbagai bencana.

Setiap tahun sejak tahun 2008, angin topan selalu mengiringi konferensi perubahan iklim. Fakta bahwa perubahan iklim mendorong perubahan cuaca ekstrem yang membuat manusia semakin berisiko harus menjadi kekuatan pendorong tercapainya kesepakatan mengenai mekanisme kerugian dan kerusakan pada COP 21 di Paris tahun depan.

“Dampak perubahan iklim saat ini sudah di luar batas kemampuan kita,” kata Sering kepada media di arena COP 20. dan negara-negara yang rentan terhadap bencana alam cenderung kehilangan seluruh aspek kehidupan ketika bencana alam terjadi. Mekanisme ini membantu negara-negara tersebut melakukan mitigasi dan adaptasi.

Pada COP 15 di Kopenhagen, Denmark, disepakati penggalangan dana senilai US$30 miliar untuk membantu negara-negara berkembang dan miskin dalam menghadapi mitigasi dan adaptasi bencana. Menurut penuturan Rachmat Witoelar, mantan Menteri Lingkungan Hidup yang kini menjabat Ketua Dewan Nasional Perubahan Iklim, mewujudkan komitmen tersebut tidaklah mudah.

“Mengumpulkan dana itu tidak mudah, apalagi bagi negara-negara besar yang tidak rawan bencana. Faktanya, dampak perubahan iklim sangat luas, termasuk berkurangnya produktivitas pertanian dan terganggunya perekonomian, kata Racmat.

Salah satunya acara sampingan yang saya ikuti di COP 20 adalah dampak dari topan El Nino. Pematerinya adalah pembicara dari Badan Pangan Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB), Program Pangan Dunia, serta Dr. Andi E. Sakya, Direktur Jenderal Badan Meteorologi dan Geofisika yang juga Presiden Badan Meteorologi Dunia untuk kawasan Asia-Pasifik. Andi menjelaskan dampak siklon El Nino terhadap sektor pertanian: Kekeringan berkepanjangan yang menyebabkan gagal panen.

Selain kegagalan panen yang mengurangi pendapatan petani dan meningkatkan kemiskinan, El Nino juga akan meningkatkan pengangguran, mengganggu penyimpanan pangan negara, mengganggu ketersediaan air bersih, meningkatkan wabah penyakit dan bahkan mengganggu pasokan pembangkit listrik tenaga air.

Dalam diskusi tersebut juga terungkap kemungkinan terjadinya badai El Nino sebesar 70 persen pada Februari 2015. Sebagian wilayah Indonesia dan Filipina akan menjadi wilayah yang dilalui badai ini, serta negara-negara lain di kawasan Pasifik Timur. Peringatan dini adalah kunci untuk mengurangi dampak kerugian. Indonesia punya sekolah lapangan iklim, atau sekolah perubahan iklim bagi petani di daerah rawan terkena bencana El Nino. Andi memperlihatkan video kegiatan sekolah lapang yang dilakukan kepada petani di Bali.

Sejak COP 13 diselenggarakan di Bali, 2007, Indonesia cukup serius dalam menangani dampak perubahan iklim. Presiden Susilo Bambang Yudhoyono mengeluarkan Instruksi Presiden no. 5/2010 tentang ketahanan pangan terkait iklim ekstrem, termasuk ancaman angin topan. Ia juga mengeluarkan instruksi presiden lainnya terkait hidrometeorologi dan informasi spasial akibat perubahan iklim. Implementasinya adalah dengan menyediakan portal informasi yang dapat diakses untuk mengantisipasi bencana. Inisiatif lain yang disiapkan adalah One Fisherman Village One Display (OFVOD).

Melalui OFVOD, pemerintah menyediakan papan informasi cuaca, termasuk kawasan aman bagi nelayan di kota untuk menangkap ikan. Data disediakan dengan bantuan satelit. “Dengan melihat layar informasi yang akan dipasang di setiap desa, para nelayan tidak perlu berlayar terlalu jauh untuk mendapatkan ikan, dan juga terhindar dari badai,” kata Andi. Ia berharap program ini bisa diluncurkan pada akhir tahun 2014.

Kami berharap Presiden Joko “Jokowi” Widodo dan Menteri Kelautan dan Perikanan Susi Pudjiastuti yang memiliki semangat terhadap pembangunan maritim dapat melanjutkan inisiatif ini. —Rappler.com

Uni Lubis, mantan Pemimpin Redaksi ANTV, menulis blog tentang 100 hari pemerintahan Jokowi. Ikuti Twitter-nya @unilubis dan membaca blog pribadinya unilubis.com.


situs judi bola online