• September 24, 2024
Beragam Pendanaan Aspirasi DPR RI: Pemerataan atau Kekeringan?

Beragam Pendanaan Aspirasi DPR RI: Pemerataan atau Kekeringan?

Ini adalah ringkasan yang dibuat oleh AI, yang mungkin memiliki kesalahan. Untuk konteksnya, selalu rujuk artikel selengkapnya.

DPR mengusulkan ‘dana aspirasi’ dalam RAPBN 2016. Besarannya Rp20 miliar per anggota per tahun. Langkah DPR ini mendapat penolakan. Mengapa?

Jakarta, Indonesia – Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) RI mengusulkan dana aspirasi dalam Rancangan Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (RAPBN) 2016. Besarannya Rp 20 miliar per anggota per tahun.

“Diusulkan agar bisa dimasukkan dalam APBN 2016,” kata Ketua Badan Anggaran DPR Ahmadi Noor Supit, Selasa, 9 Juni.

Dana aspirasi merupakan dana hibah APBN untuk program pembangunan yang diusulkan oleh anggota dewan di daerah pemilihan anggota (dapil). Dana ini berbeda dengan dana reses yang saat ini diterima anggota dewan di daerah pemilihannya masing-masing.

Langkah DPR ini langsung menuai penolakan dari Sekretariat Nasional Forum Transparansi Anggaran Indonesia (FITRA). FITRA mempunyai tiga alasan yang mendasari penolakan mereka.

Yang pertama berkaitan dengan kewenangan anggota DPR dalam mengelola dan melaksanakan anggaran negara.

“Kami menolak dana aspirasi senilai Rp11,2 triliun pada APBN 2016. Alasan penolakannya karena DPR tidak berhak mengelola dan melaksanakan APBN daerah pemilihan,” kata Koordinator Advokasi dan Investigasi FITRA Apung Widadi.

Kedua, FITRA menilai program ini akan tumpang tindih dengan alokasi APBN pada struktur anggaran daerah dalam bentuk Dana Hibah Khusus; Dana Alokasi Umum, dan Dana Kota.

Ketiga, menurut FITRA, alokasi APBN untuk dana aspirasi DPR merupakan suatu bentuk pemborosan.

Demi kesetaraan

Wakil Ketua Tim Mekanisme Usulan Program Pengembangan Daerah Pemilihan (UP2DP) M. Misbakhun punya jawaban terkait latar belakang DPR mengusulkan dana aspirasi tersebut dipertahankan.

Politisi Partai Golkar ini menjelaskan, dana aspirasi merupakan bagian yang tidak terpisahkan dari strategi pemerataan pembangunan nasional.

Mekanismenya, setiap anggota DPR bisa mengusulkan program pembangunan di daerah pemilihannya kepada pemerintah. Usulan ini disampaikan anggota berdasarkan hasil pengamatannya terhadap belum meratanya proses pembangunan di daerah pemilihannya masing-masing.

“Dengan adanya program pembangunan yang diajukan oleh anggota DPR di daerah pemilihannya, diharapkan pemerataan dan pemerataan pembangunan dan program yang dikeluarkan pemerintah dapat lebih merata ke seluruh pelosok tanah air,” kata Misbakhun.

Dan berdasarkan sumpah jabatan anggota DPR, ada pula kewajiban bagi anggota DPR untuk memperjuangkan pembangunan di daerah pemilihannya, ujarnya.

Lebih lanjut Misbakhun mengatakan, kehadiran dana aspirasi dapat menjadi insentif agar anggota dewan benar-benar menjalankan fungsi pengawasannya dengan baik. Sebab, anggota dewan akan terpacu untuk berpartisipasi dan berpartisipasi aktif dalam mengawal program pembangunan yang diusulkannya.

‘Dana aspirasi tidak boleh disalahgunakan’

Namun ada pula kekhawatiran lain, antara lain bagaimana jika ada anggota yang ‘bandel’ dan menyalahgunakan dana aspirasi.

Anggota Komisi III DPR RI Arsul Sani mengklaim alokasi dana aspirasi anggota dewan sebesar Rp 20 miliar per tahun tidak mungkin dialihkan oleh oknum anggota.

Ada sejumlah faktor yang mendasari keyakinan Asrul. Salah satunya adalah proses alokasi yang harus akuntabel dan tidak boleh asal-asalan. “Kalau usulannya sekarang kita lihat apakah bisa dimasukkan dalam program pembangunan pemerintah,” kata Asrul.

“Beda dengan dana reses yang seluruhnya menjadi milik anggota dewan. Misalnya, jika saya melakukan 15 aktivitas, itulah yang saya kendalikan. Untuk dana aspirasi ini, uangnya bukan pada anggota DPR. “Bagaimana mau simpan Rp 20 miliar, Rp 150 juta pun godaannya besar,” kata Asrul.

Belum lagi, menurut politikus Partai Persatuan Pembangunan (PPP) ini, anggota DPR tidak lagi memiliki akses terhadap unit ketiga dalam struktur APBN. Menurutnya hal itu merujuk pada keputusan Mahkamah Konstitusi (CJ).

“Jadi unit tiga, kita tidak boleh mengatur, misalnya kalau membangun jalan, aspalnya jenis apa, siapa pengembangnya. Intinya adalah rincian teknis tidak boleh dilibatkan. “Tetapi kami hanya menyarankan agar program tersebut berjalan,” jelas Asrul. —Rappler.com

Toto SGP