• October 9, 2024

Kunjungan pertama Jokowi ke luar negeri tanpa menari

Penghormatan seperti apa yang akan diterima Presiden Joko “Jokowi” Widodo saat berkunjung ke Beijing, Tiongkok pekan depan?

Pertanyaan ini muncul di benak saya saat menyimak kabar kunjungan Menteri Luar Negeri China Wang Yi ke Jakarta awal pekan ini (3/11). Presiden Jokowi berpesan kepada Tiongkok untuk turut serta membangun infrastruktur di Indonesia. “Yang terpenting adalah pembangkitan listrik,” kata Presiden Jokowi saat bertemu dengan Menteri Luar Negeri Wang Yi.

Presiden juga memaparkan proyek jalan tol, pelabuhan, dan kereta api. Dalam pertemuan tersebut juga dibahas kemungkinan menghubungkan poros maritim yang merupakan salah satu visi dan misi utama pemerintahan Jokowi dengan poros Jalur Sutra abad 21 yang merupakan poros maritim Tiongkok.

Selain secara khusus menyampaikan undangan dan agenda pertemuan puncak para pemimpin ekonomi negara anggota APEC, di Beijing, 10-11 November, kunjungan Menteri Luar Negeri Wang Yi dimanfaatkan untuk mendorong partisipasi Indonesia dalam pembentukan Bank Investasi Infrastruktur Asia (Asian Infrastructure Investment Bank). AIIB). .

Ketika pemerintah Tiongkok, India, dan 19 negara lainnya menandatangani perjanjian pembentukan AIIB pada 24 Oktober tahun ini, banyak yang mempertanyakan ketidakhadiran Indonesia, Australia, dan Korea Selatan. Indonesia tidak hadir karena pemerintahan Jokowi baru terbentuk.

Berdirinya AIIB, bank multilateral yang berambisi menjadi lembaga kredit investasi infrastruktur terbesar di kawasan Asia-Pasifik, dinilai mampu mengimbangi dominasi Bank Dunia (WB) dan Bank Pembangunan Asia (ADB). . yang terlibat dalam pembangunan di negara-negara di kawasan ini jauh lebih awal. Menteri Keuangan Bambang Brodjonegoro mengatakan: “Insya Allah Indonesia akan bergabung dengan AIIB.” Keikutsertaan Indonesia akan diumumkan pada kunjungan Presiden Jokowi ke Beijing.

Menurut pendapat saya, ada satu hal yang pasti. Presiden China Xi Jinping tak akan mengajak Presiden Jokowi berdansa pipi ke pipi, diiringi alunan lagu berirama waltz, seperti yang terjadi saat Presiden Megawati Soekarnoputri berkunjung ke Beijing, Maret 2002. Saat itu, kunjungan bilateral Presiden Megawati ke Negeri Tirai Bambu disambut meriah. Kunjungan bersejarah, yang pertama dilakukan pemimpin politik Indonesia sejak Orde Baru berkuasa. Nuansa yang ada, poros Jakarta-Beijing yang pernah dibangun Presiden Soekarno, nampaknya akan kembali.

Hubungan Indonesia dan China di Era Megawati

Presiden Jiang Zemin memberikan kejutan dan mengajak Mega menari. Kalau diterjemahkan, lagu pengiring tarian malam itu adalah “Malam Ini Sungguh Berkesan”. Megawati yang mengenakan kebaya berwarna coklat tampil anggun dan menjadi pusat perhatian sekitar 100 orang hadirin yang memenuhi Aula Besar Rakyat yang terletak di dekat Lapangan Tiananmen. Saya dan teman-teman media yang menghadiri kunjungan Presiden Megawati mendokumentasikan acara tersebut sambil menggigil kedinginan saat kami diminta menunggu di aula luar lokasi acara.

Sejak kunjungan bersejarah itu, hubungan Indonesia dan Tiongkok semakin bersahabat. Mantan Ketua Majelis Parlemen (MPR), mendiang. Taufiq Kiemas yang juga suami Megawati turut menjembatani hubungan kedua negara sehingga dunia usaha juga diuntungkan. Taufiq dianggap sebagai pintu lobi ke Tiongkok.

Tiongkok sedang mempertimbangkan investasi di sektor pertambangan, energi, dan infrastruktur di Indonesia. Kami mengincar akses produk ekspor ke Negeri Tirai Bambu.

Pertemuan delegasi Indonesia dengan pemerintah Tiongkok pada era Megawati menghasilkan sejumlah kesepakatan, antara lain pembukaan Konsulat Jenderal RI (KJRI) di Guangzhou dan Shanghai, serta Konsulat Jenderal RRT di Surabaya dan Medan. Selain itu disepakati pula pembentukan Forum Energi antara kedua negara untuk meningkatkan kerja sama di bidang tersebut.

Ada pula kesepakatan kerja sama pembangunan jembatan antar pulau di Indonesia. Pemerintahan Jiang Zemin memberikan hibah senilai 50 juta Yuan atau sekitar Rp 63 miliar untuk membiayai kegiatan teknis yang dapat mempererat hubungan Indonesia dan Tiongkok saat itu, serta mendekatkan diri dengan ASEAN.

Saat itu, Menteri Perindustrian dan Perdagangan Rini Soemarno juga mengatakan China berjanji akan berinvestasi pada program infrastruktur, termasuk pembangkit listrik di Asahan dan jalur ganda Jakarta-Cirebon.

Tiongkok sedang mempertimbangkan investasi di sektor pertambangan, energi, dan infrastruktur di Indonesia. Indonesia sedang menjajaki akses produk ekspor kita ke negara berpenduduk 1,2 miliar jiwa ini.

Hubungan bilateral antara Indonesia dan Tiongkok telah membaik setidaknya dalam satu dekade terakhir. Nilai total perdagangan bilateral mencapai US$52,45 miliar pada tahun lalu. Investasi langsung Tiongkok di Indonesia pada tahun lalu tercatat sebesar $296,9 juta melalui 411 proyek. Pada tahun 2015, hubungan diplomatik Indonesia dan Tiongkok akan mencapai 65 tahun.

Kehadiran AIIB cukup menjanjikan

Keikutsertaan Indonesia dalam AIIB mendapat dukungan dari dunia usaha. Ketua Umum Kamar Dagang Indonesia (Kadin) mempertimbangkan keikutsertaan Indonesia di AIIB untuk mempromosikan visi pembangunan infrastruktur Presiden Jokowi.

Dalam pidatonya saat rapat koordinasi dengan gubernur-gubernur se-Indonesia, Presiden Jokowi mengatakan: “Kita harus sadar bahwa APBN kita sangat terbatas. Jalan satu-satunya untuk mempercepat proses pembangunan adalah investasi. Tapi kita harus memilih investor.”

Jokowi juga membeberkan rencananya membangun 5-7 bendungan, 24 pelabuhan. Dia juga mengakui permasalahan akut dalam pembangunan infrastruktur di luar pembiayaan, yakni perizinan dan pembebasan lahan. Anda dapat mengetahui lebih lanjut baca di tautan ini.

Kehadiran AIIB yang rencananya mulai bekerja pada akhir tahun 2015, tidak hanya dilihat dari sisi pengambilan keputusan ekonomi. Aspek politiknya sangat kuat, karena China yang telah tumbuh menjadi kekuatan ekonomi dunia, jelas menunjukkan dirinya sebagai alternatif dari pemimpin ekonomi dunia yang didominasi oleh Amerika Serikat dan sekutu baratnya.

Misalnya, media massa di Korea Selatan menilai keengganan negaranya untuk bergabung dengan AIIB pada saat penandatanganan perjanjian pendirian bank senilai $100 miliar tersebut disebabkan oleh tekanan AS di balik layar. Isu yang mengemuka adalah transparansi prosedur keuangan dan pengelolaan AIIB, apakah sudah sesuai dengan standar lembaga keuangan multilateral yang ada.

“Korea Selatan harus bergabung dengan AIIB untuk memperkuat hubungan ekonomi di kawasan Asia, daripada tunduk pada tekanan Amerika,” kata Ram Garikipati, penulis artikel bisnis untuk harian The Korean Herald., (6/11).

“Setuju, perlu dilihat detail mekanismenya. Keikutsertaan Indonesia di AIIB bagus karena butuh pendanaan jangka panjang, ada beberapa proyek yang sudah siap. Tapi itu selalu bersifat politis itu baik dan adil,” kata Anindya N. Bakrie, wakil ketua Kadin, yang berada di Beijing untuk menghadiri KTT CEO APEC.

Di antara negara-negara di Asia, Jepang juga menjaga jarak. Bersama dengan Amerika Serikat, Jepang mempunyai pengaruh paling besar dan hak suara yang kuat dalam pengambilan keputusan di ADB, yang asetnya kini diperkirakan mencapai $175 miliar. Jadi, tidak perlu terburu-buru untuk bergabung dengan pesaing potensial ADB.

Sejak didirikan pada tahun 1966, ADB telah saling melengkapi dengan Bank Dunia dalam mendanai pengentasan kemiskinan dan pembangunan infrastruktur di wilayah tersebut. Tugasnya adalah memberikan pendanaan kepada anggota agar dapat melaksanakan program pembangunan dan memberikan bantuan pembangunan. Pada tahun 2013, ADB menyetujui kredit sebesar $10,19 miliar dan investasi modal sebesar $142 juta, dan berhasil mengumpulkan $12 miliar dalam bentuk pembiayaan jangka panjang dan menengah. Selain AS, sekutu Barat, dan Jepang, negara-negara lain hampir tidak mempunyai suara dalam pengambilan keputusan yang dilakukan di Bank Dunia dan ADB.

ADB memperkirakan bahwa pada tahun 2020, negara-negara berkembang di Asia akan membutuhkan investasi triliunan dolar untuk mempertahankan pertumbuhan pembangunan infrastruktur yang diinginkan. Hanya sebagian kecil yang bisa diberikan pemberi pinjaman yang ada, termasuk ADB. Jadi, kehadiran AIIB dinilai menjanjikan.

Baru-baru ini, ADB semakin berkonsentrasi pada pengentasan kemiskinan dan berbagi pengetahuan dengan pendapatan rendah. Orang seperti itu harus menjaga infrastruktur. Memiliki suara yang lebih besar di lembaga keuangan multilateral juga penting dalam mempengaruhi pengambilan keputusan.

Presiden Xi Jinping telah menjanjikan pemerintahan yang baik. “Bagi AIIB, pengelolaan operasional harus mengikuti standar dan aturan multilateral. Kami juga belajar dari Bank Dunia dan ADB, serta lembaga multilateral lainnya tentang praktik dan pengalaman baik mereka.” Pemerintahannya akan menyetor 50 persen dari modal $100 miliar yang akan ditempatkan di AIIB. Sisanya diharapkan berasal dari negara lain dan sektor swasta.

Saat bertemu dengan Presiden Jokowi pekan depan, saya yakin Presiden Xi Jinping juga akan menyampaikan hal serupa mengenai bergabungnya Indonesia ke AIIB. Saya juga yakin Presiden Xi Jinping akan menyambut hangat Presiden Jokowi dan delegasi Indonesia, meski tanpa berdansa. Barangkali Presiden Xi Jinping bisa meminta Presiden Jokowi menyanyikan lagu “Bengawan Solo” seperti yang dilakukannya saat kunjungan Megawati. —Rappler.com

Uni Lubis, mantan Pemimpin Redaksi ANTV, menulis blog tentang 100 hari pemerintahan Jokowi. Ikuti Twitter-nya @unilubis dan membaca blog pribadinya unilubis.com.


Data SDY