Johan Budi menolak amnesti bagi koruptor
- keren989
- 0
Ini adalah ringkasan yang dibuat oleh AI, yang mungkin memiliki kesalahan. Untuk konteksnya, selalu rujuk artikel selengkapnya.
‘Korupsi adalah kejahatan luar biasa. Korupsi tidak sama dengan mencuri ayam
JAKARTA, Indonesia — Pj Wakil Ketua dan Calon Pimpinan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) Johan Budi mengungkapkan penolakannya terhadap amnesti bagi koruptor.
Saat Johan diwawancarai saat tahap akhir seleksi calon pemimpin (capim) oleh Panitia Seleksi (Pansel) Gedung Sekretariat Negara, Jakarta, Johan ditanyai pendapatnya tentang amnesti. Ia dengan tegas menyatakan akan menolak memberikan amnesti kepada oknum koruptor jika terpilih menjadi Komisioner KPK.
“Saya tidak setuju. Kalau perempuan-perempuan ini (anggota Pansell) setuju dengan korupsi ini kejahatan luar biasa“Jadi (korupsi) tidak sama dengan mencuri ayam,” kata Johan merujuk pada 9 anggota panel yang semuanya perempuan.
Pada bulan Agustus ini, pemerintah Indonesia melalui Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia memberikan amnesti kepada 1.938 orang yang bersalah dalam kasus korupsi, bertepatan dengan Hari Kemerdekaan, 17 Agustus.
1.421 diantaranya menerima pengampunan karena mereka menjadi rekan keadilan.
Rekam jejak Johan Budi
Selain itu, salah satu anggota Pansel KPK Harkristuti Harkrisnowo mempertanyakan peran Johan selama menjadi pegawai KPK, mulai dari juru bicara, deputi pencegahan, hingga penjabat wakil ketua.
Johan mengatakan, selama menjabat Deputi Bidang Pencegahan, pihaknya banyak melakukan kegiatan dan perubahan, namun kurang diberitakan oleh media.
“Dari (berita) yang kita saring, hanya 0,5 yang merupakan berita pencegahan. Kita tidak bisa menyalahkan media. Jika berita penangkapan itu terwujud menuju. Persepsi masyarakat, KPK lebih banyak menangkap orang, ujarnya.
“Kami melakukan banyak pencegahan. Sekarang kita sedang mengkaji pencegahan di bidang sumber daya alam,” kata Johan.
“Jika kita mengambil tindakan, hasilnya bisa terlihat. Jika hasil pencegahan tidak terlihat dalam satu atau dua bulan. Kedepannya perlu adanya sinergi, ujarnya lagi.
Dalam pencalonannya, Johan menilai dirinya punya kelebihan dalam berkomunikasi. Bahkan, saat dipromosikan menjadi Deputi Pencegahan Komisi Pemberantasan Korupsi, Johan masih menjadi sumber informasi bagi jurnalis jika terjadi penangkapan.
Johan bergabung dengan KPK pada tahun 2004 sebagai Direktur Pendidikan dan Pelayanan Masyarakat. Dia kemudian ditunjuk sebagai juru bicara resmi. Ia dipromosikan menjadi Deputi Pencegahan Komisi Pemberantasan Korupsi hingga tahun 2014, sebelum diangkat menjadi Pj Wakil Ketua.
Namun latar belakangnya terganggu sehingga dianggap tidak layak memimpin Komisi Pemberantasan Korupsi. Anggota DPR dari Fraksi PKS, Nasir Djamil, sempat mempermasalahkan latar belakang pendidikan Johan yang tak punya gelar sarjana hukum.
Sebelum bergabung dengan KPK, Johan pernah menjadi editor bagian hukum majalah Tempo dan memperoleh gelar sarjana dari Fakultas Teknik Universitas Indonesia.
Dalam sesi wawancara hari ini, Johan mengatakan meski tidak memiliki latar belakang pendidikan hukum, namun ia merupakan calon yang mumpuni untuk memimpin KPK.
“Saya termasuk orang yang berpendapat, pemimpin tidak harus sarjana hukum, tapi paham hukum,” ujarnya. —Rappler.com
BACA JUGA: