Seorang pria NTB diamankan polisi karena diduga menghina agama Hindu di Bali
- keren989
- 0
Kasus penghinaan melalui media sosial yang diawasi telah terulang kembali. Seorang warga Lombok yang berada di Bali dilaporkan menghina agama Hindu.
JAKARTA, Indonesia – Seorang pemuda asal Lombok dilaporkan ke polisi oleh sebuah ormas di Bali karena menghina Nyepi dan agama Hindu.
“Bagi masyarakat yang saling menghina agama, harus ada efek jera,” kata Ketua Pembina Yayasan Mada Werdi Utama Supartha Djelantik seperti dikutip kantor berita tersebut. Di antaraSenin 23 Maret.
Nando Irawansyah Mali dilaporkan ke Polda Bali oleh Aliansi Peduli Sejahtera Masyarakat (API Semar), Cakarwayu, Forum Cinta Bali dan Pukor Indonesia.
Mereka berharap laporan ke polisi menjadi pelajaran bagi masyarakat lain untuk mengembangkan toleransi terhadap pemeluk agama lain.
Penghinaan melalui Facebook
Nando kecewa tidak bisa menyaksikan siaran langsung klub kesayangannya Arsenal bermain di Liga Inggris pada Sabtu 21 Maret. Siaran televisi dihentikan untuk memperingati Hari Raya Nyepi. Ia kemudian mengungkapkan kekesalannya di Facebook.
“Benar2 sial nyepi sialan satu blok diaGak bisa nonton Arsenal main, sumpah gila acara Nyepi, semoga tahun depan kalau ogoh2nya terbakar, semua merayakannya…. persetan denganmu Hindu,” tulisnya.
Berbagai kritik menghujani statusnya baik dari orang Bali maupun non-Bali. Daripada menyesalinya, Nando malah menjawab, “Senang sekali Q bisa segera menjadi artis.”
Namun setelah mendapat banyak kritik, Nando menghapus statusnya lalu menutup akun Facebooknya.
Daftar kasus penghinaan lewat media sosial
Ini bukan pertama kalinya ada orang yang dilaporkan ke polisi karena menghina seseorang lewat Facebook.
Setidaknya ada dua kasus pemilik media sosial dilaporkan ke polisi karena menghina agama atau kota.
1.Florence Sihombing di Yogyakarta
Mahasiswa pascasarjana Fakultas Hukum UGM Florence Sihombing saat ini masih menghadapi proses pengadilan karena melakukan penghinaan terhadap kota Yogyakarta melalui akun Path miliknya.
(BACA: Florence yang menghina Yogyakarta divonis 6 bulan penjara)
“Jogja itu miskin, bodoh dan tidak berbudaya. Teman Jakarta-Bandung, nggak mau tinggal di Jogja, tulisnya.
Jaksa penuntut umum menginginkan dia divonis 6 bulan penjara dengan masa percobaan satu tahun dan denda Rp10 juta subsider 3 bulan kurungan.
Florence menolak tuntutan jaksa dan meminta Majelis Hakim membebaskannya.
Surat dakwaan disusun berdasarkan dakwaan yang cacat hukum karena didasarkan pada penyidikan yang tidak sah, kata Florence, Senin, 23 Maret.
Ada beberapa alasan. Pertama, Florence merasa polisi menghalangi haknya untuk mendapatkan bantuan hukum.
Kedua, surat dakwaan dibuat berdasarkan BAP palsu yang dibuat penyidik. Ketiga, penyidik melakukan intimidasi terhadap terdakwa.
2. Alexander Aan di Padang
Alexander Aan, pegawai negeri sipil di Dharmasaraya, Sumatera Barat, divonis 2,5 tahun penjara oleh Pengadilan Negeri Muaro Sijunjung karena penodaan agama melalui Facebook karena menulis status “Tuhan tidak ada”.
Selain hukuman penjara, pengadilan juga memvonisnya denda Rp100 juta, tambahan maksimal 3 bulan penjara.
Senada dengan Florence, ia juga dijerat Undang-Undang Informasi dan Transaksi Elektronik (UU ITE). Setidaknya 74 orang telah didakwa dengan undang-undang ini sejak diberlakukan.
Menkominfo bela UU ITE
Menteri Komunikasi dan Informatika Rudiantara mengatakan UU ITE akan direvisi pada tahun ini sebagai jawaban atas kontroversi undang-undang tersebut. “
“Hukuman maksimalnya akan dikurangi menjadi kurang dari 5 tahun,” kata Rudiantara kepada Rapler, 18 Maret 2015. “Saat ini (hukumannya) sampai 6 tahun, sehingga memungkinkan polisi menahan tersangka sebelum persidangan.”
Rudiantara mengatakan UU ITE masih diperlukan.
“Saya bersimpati dengan orang tersebut (yang menjadi tersangka), sehingga saya berinisiatif untuk meninjaunya. Tapi agar adil, kita harus punya (undang-undang) yang punya efek jera.” —Dengan laporan dari Jet Damazo-Santos/Rappler.com