Bendungan terbesar di Aceh yang konon mampu mengatasi banjir
- keren989
- 0
Ini adalah ringkasan yang dibuat oleh AI, yang mungkin memiliki kesalahan. Untuk konteksnya, selalu rujuk artikel selengkapnya.
Bendungan ini diharapkan dapat mengatasi bencana banjir yang sering melanda Aceh Utara, selain juga memberikan pasokan air untuk irigasi lahan di wilayah tersebut. Seperti apa kapasitasnya?
JAKARTA, Indonesia —Presiden Joko “Jokowi” Widodo dijadwalkan meresmikan Bendungan Keureuto di Aceh hari ini, Senin, 9 Maret 2015. Peresmian tersebut juga dihadiri oleh Gubernur Aceh Zaini Abdullah, Menteri Koordinator Bidang Kemaritiman Indroloiyo, Menteri Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat Basuki Hadimuljono, serta Sekretaris Kabinet Andi Widjajanto.
Presiden Jokowi mengatakan bendungan ini sangat penting bagi masyarakat Aceh. “Saya harus datang sendiri dan ini juga bendungan yang sangat dibutuhkan di Aceh,” ujarnya kepada wartawan di Istana sebelum berangkat ke Aceh, Minggu, 8 Maret 2015.
Seperti apa proyek mega bendungan ini?
Latar belakang pembangunan waduk
Keberadaan Krueng (sungai) Keureuto di Kabupaten Aceh Utara disebut-sebut menjadi penyebab utama banjir di ibu kota Lhoksukon dan sekitarnya.
Krueng Keureuto merupakan induk dari 6 cabang di Aceh Utara. Sungai yang mempunyai daerah tangkapan air ± 916 km2 dengan alur sungai yang panjang dan lebar ini menerima air dari 6 anak sungai. Diantaranya adalah Krueng Pirak, Krueng Ceku, Krueng Aluleuhop, Krueng Kreh, Krueng Peuto dan Krueng Aluganto.
Pada tanggal 1 Desember 2012, puluhan desa di Aceh Utara terendam banjir, akibat hujan deras yang mengguyur wilayah tersebut. Ratusan warga yang rumahnya terendam air dievakuasi.
Hujan deras yang melanda Aceh Utara menyebabkan beberapa sungai (krueng) meluap, antara lain Krueng Pase, Krueng Pirak, dan Krueng Keureuto. Ketinggian air bervariasi di sejumlah daerah, diperkirakan setinggi lutut orang dewasa hingga lebih dari satu meter.
Pemerintah berniat membangun bendungan ini karena dianggap sebagai salah satu alternatif mengatasi permasalahan banjir tahunan yang mau tidak mau terjadi, khususnya di Kota Lhoksukon dan sekitarnya.
Target pemerintah dalam pembangunan bendungan ini adalah menyediakan tampungan banjir khusus seluas 30,50 juta m3 yang mampu meredam dan mengurangi debit banjir hingga 50 tahun, bila Krueng Keureuto sudah tidak mampu lagi menampungnya.
Waduk serbaguna senilai Rp 1 triliun
Bendungan Kreung Keureuto akan berkapasitas 167 juta meter kubik, dengan luas bendungan 900 hektare.
Dengan potensi bendungan ini, diperkirakan waduk terbesar di Sumatera ini bisa menjadi pembangkit listrik tenaga air (PLTA) yang mampu menghasilkan 7 megawatt (MW), dan mampu menyediakan listrik yang cukup untuk Aceh Utara.
Waduk Krueng Keureutoe juga direncanakan mampu menampung air irigasi Teluk Alue seluas 4.438 hektare, sehingga menambah pasokan air irigasi di sekitar Krueng Pase.
Krueng Keureutoedam juga bisa menjadi penyedia air baku bagi Perusahaan Daerah Air Minum (PDAM) Tirta Mon Pase karena memiliki kapasitas air 167 juta meter kubik, dengan luas genangan 900 hektare.
Untuk perencanaan awal, pembangunan bendungan ini menelan biaya Rp12 miliar. Pembangunan fisik bendungan pada tahun 2013 membutuhkan dana sebesar Rp1,025 triliun.
Dana pembangunan tersebut merupakan bagian dari proyek pembangunan bendungan Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat. Kementerian berencana membangun 13 bendungan di berbagai daerah dengan total anggaran Rp 11,72 miliar.
Menteri Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat Basuki Hadimuljono mengatakan pekerjaan pembangunan Bendungan Keureuto dilaksanakan sesuai anggaran. abadi 2015-2019. Bendungan ini akan menjadi bendungan terbesar di Pulau Sumatera.
Pusat transmigrasi lokal
Selain untuk mengatasi banjir dan penyediaan pasokan air untuk lahan dan air bersih, Bupati Aceh Utara Muhammad Thaib berencana membuat program transmigrasi lokal di sekitar bendungan ini.
“Saudara-saudara kita yang sedang menghadapi permasalahan hidup bisa diajak kesini untuk memulai hidup baru. “Kami akan membantu mereka dengan lahan, benih, dan biaya hidup selama tiga bulan,” ujarnya.
Jumlah penduduk yang dapat ditampung pada program transmigrasi awal diperkirakan sekitar 3000 orang. -dengan laporan dari ATA/Rappler.com