• September 21, 2024
3 Humas Desy Ratnasari selaku ketua panitia khusus RUU Merek

3 Humas Desy Ratnasari selaku ketua panitia khusus RUU Merek

Meski tak punya latar belakang terkait merek, pelaku usaha menyambut baik terpilihnya Desy Ratnasari sebagai ketua pansus RUU Merek di DPR RI.

JAKARTA, Indonesia —Artis penyanyi Tenda biru Desy Ratnasari yang juga anggota Fraksi Partai Amanat Nasional (PAN) di Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) terpilih menjadi Ketua Panitia Khusus RUU Merek pada Senin 6 Juli.

Usai terpilih menjadi ketua panitia khusus (pansus), Desy berjanji akan mempercepat pembahasan RUU Merek segera setelah reses DPR pada 13 Agustus 2015.

“Karena hari ini hari terakhir masa uji coba keempat, begitu masuk masa uji coba berikutnya, kami akan segera mempercepat (pemesanan),” Desy, Selasa, 7 Juli, seperti dikutip Detik.com.

(BACA: 7 Wajah Selebriti Baru di DPR RI)

Lantas apa pekerjaan rumah yang harus dilakukan Desy terkait RUU Merek?

Pembahasan perubahan UU Merek dimulai tahun lalu. Salah satu lembaga yang rutin membahas perubahan RUU tersebut adalah Direktorat Hak Kekayaan Intelektual (HAKI) Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia.

Di Bandung pada bulan Oktober 2014, Direktur Jenderal HKI Ahmad Ramli mengatakan ada 3 klausul yang perlu diperkuat dalam undang-undang tersebut, yakni terkait peningkatan kewenangan Komisi Banding Pasar.

Antara lain:

  1. Mengambil keputusan untuk merekomendasikan pembatalan merek terdaftar yang bertentangan dengan kesusilaan, ketertiban umum, dan norma agama.
  2. Dalam hal perluasan merek, hal ini dapat dilakukan dengan: on line.
  3. Pemerintah, Pemerintah Daerah dan LSM dapat mendaftarkan merek kolektif dalam rangka pemberdayaan Usaha Kecil Menengah dan Usaha Mikro.

Namun ekspektasi berbeda dari para pelaku usaha dan konsultan HKI terhadap pansus, apa ekspektasinya?

Menurut Ari Juliano Gema, konsultan HKI, beberapa poin yang disampaikan Dirjen perlu tambahan.

Pertama, mengenai merek yang tidak sesuai dengan norma sosial dan agama. Ia keberatan dengan keputusan sepihak yang diambil Dirjen Hak Kekayaan Intelektual.

“Menurut saya itu interpretatif ya subjektif. Biarkan hakim umum dan pengadilan niaga yang memutuskan, ujarnya.

Kedua, masalah registrasi on line. Ari mengamini, perlu adanya sistem yang lebih baik bagi pelaku usaha untuk mendaftarkan mereknya.

Menurut dia, proses pendaftaran merek saat ini belum efektif. Untuk satu merek saja, pelaku usaha memerlukan waktu minimal 2 tahun.

“Masalahnya bukan pada panjangnya birokrasi, tapi proses di Dirjen Hak Kekayaan Intelektual sangat panjang. Karena ada ujian lagi. “Itulah yang dikeluhkan banyak orang,” katanya.

Apalagi, kata Ari, pelaku usaha tidak bisa memantau perkembangan proses pendaftaran. “Proses pendaftarannya tidak transparan,” ujarnya.

Ketiga, terkait pendaftaran kolektif untuk mengakomodir pelaku usaha mikro dan masyarakat, dia sangat setuju.

Menurutnya, komunitas UMKM harus dibantu untuk mendapatkan brand kolektif.

Dia mencontohkan, seorang pembuat sepatu dalam negeri dan lokal harus menjual produknya ke pihak pemilik merek.

Ini justru merugikan kelompok. Menurutnya, pemerintah harus mengeluarkan izin kepada kolektif tersebut, agar mereka bisa menjual sepatunya dengan merek sendiri.

Dari ketiga poin tersebut, kata Ari, masih ada satu harapan lagi dari para pelaku usaha di pansus, yakni tentang yang bisa dijadikan agunan di perbankan.

Sebelumnya, undang-undang memperbolehkan hak cipta dijadikan jaminan.

Menurut Ari, merek dan hak cipta itu serupa. “Karena sertifikat merek merupakan aset tidak berwujud, maka dapat dijadikan bukti kepemilikan pada bank,” ujarnya.

Soal terpilihnya Desy, apa komentar komunitas HKI, BuIngat Dessy tidak memiliki latar belakang terkait branding?

“Kalau saya lihat, sebagai ketua pansus, Desy pasti tidak akan bekerja sendiri,” kata Ari.

“Selama dia bekerja dalam tim dan ada pihak-pihak yang bisa dimengerti terlibat, saya kira tidak ada masalah,” ujarnya. —Rappler.com

slot gacor