Kemiripan pemberitaan media asing tentang Jokowi dan SBY
- keren989
- 0
Wall Street Journal yang berpengaruh memberi judul “Joko Widodo Bertemu, Menyapa dan Mengucapkan Keju”. Media massa yang menjadi acuan para pengambil keputusan di bidang ekonomi dan bisnis menaruh perhatian besar terhadap kehadiran Presiden Joko “Jokowi” Widodo pada pertemuan tingkat tinggi para pemimpin ekonomi negara-negara anggota Kerja Sama Ekonomi Asia Pasifik, APEC, di Beijing, 10-11 November. Judul di atas terlampir pada galeri foto pertemuan Presiden Jokowi dengan para pemimpin ekonomi lainnya, yakni Presiden AS Barack Obama, Presiden Rusia Vladimir Putin, Presiden China Xi Jinping, dan Perdana Menteri Jepang Shinzo Abe.
Juru kamera WSJ, seperti juru kamera media lainnya, mengikuti gerak-gerik dan agenda pertemuan Presiden Jokowi. Pertemuan APEC tersebut merupakan debut internasional pertama Jokowi setelah resmi dilantik sebagai Presiden Republik Indonesia. “Jokowi adalah orang yang paling menarik perhatian pada KTT APEC,” tulis WSJ.
Foto Jokowi bersama Obama diberi caption, “Bersama Obama yang menghabiskan beberapa tahun masa kecilnya di Indonesia. Obama menyebut negara ini sebagai teladan bagi sebagian besar negara Muslim.”
WSJ pun mengomentari jabat tangan Presiden Jokowi dengan Perdana Menteri Shinzo Abe. “Kedua orang tersenyum ke arah kamera, tidak seperti (suasana) yang jauh lebih dingin yang juga terjadi antara Perdana Menteri Abe dan Presiden Tiongkok Xi Jinping pada hari yang sama.”
Dalam artikel yang dimuat keesokan harinya, WSJ juga menyebut posisi Jokowi kalah dibandingkan ibu negara Tiongkok, Peng Liyun. “Fashion dan penampilan Nyonya Peng Liyun telah menjadi topik diskusi utama di Tiongkok. “Ini adalah hal yang tidak biasa jika kita melihat kemewahan yang ditunjukkan para pemimpin dan keluarga mereka di negara lain,” kata Ernest Bower, CEO Bower Asia, yang sebelumnya memperkirakan Jokowi akan menjadi bintang di KTT APEC.
Media berpengaruh lainnya yang mencermati Jokowi adalah majalah TIME. Majalah ini terbit dengan judul “Harapan Baru” menyambut Presiden Jokowi. TIME pun memasukkan sosok Jokowi sebagai orang Indonesia pertama yang layak menjadi pertimbangan dan terpilih sebagai sosok yang berhasil menarik perhatian pembacanya, sehingga ia masuk dalam nominasi “Person of the Year” TIME. Hasil pemungutan suara digital akan diumumkan pada 8 Desember tahun ini.
Media memberitakan, perolehan suara untuk Jokowi sejauh ini mengalahkan Presiden Obama. Popularitas Obama menurun secara signifikan pada masa jabatan keduanya. Padahal Obama pernah menjadi orang paling populer di dunia karena ia merupakan presiden kulit hitam pertama di AS. TIME menilai Jokowi menarik karena ia bukan berasal dari elite partai dan juga tidak ada hubungannya dengan tokoh-tokoh yang pernah berkuasa di Indonesia.
“Jokowi dari Indonesia: Role Model for Asian Politics”, demikian judul artikel Philip Bowring di www.rappler.com. Bowring tinggal di wilayah tersebut selama 30 tahun, dan merupakan komentator Asia untuk International Herald Tribune, serta mantan editor Far Eastern Economic Review. Bowring mengulas proses pemilu presiden di Indonesia dan hasilnya layak menjadi teladan bagi negara-negara di kawasan.
Optimisme, penuh harapan
Saya tertarik membandingkan pemberitaan media asing terhadap Presiden Jokowi dengan pemberitaan media asing terhadap Presiden Susilo Bambang Yudhoyono di awal masa jabatan pertamanya. Saya malas menulis berita di media lokal karena sejumlah media menjadi megafon bagi setiap calon presiden pilihannya. Padahal, menurut saya, mayoritas media asing berpihak pada Jokowi saat Pilpres.
Rupanya, demikian pula posisi media asing di awal pemerintahan SBY, pasca pelantikan 20 Oktober 2004. “Susilo Bambang Yudhoyono, juga dikenal dengan inisial SBY, memenangkan hati pemilih dalam pemilu demokratis pertama di Indonesia dengan citranya sebagai orang yang berintegritas, komunikator yang kuat, dan pemimpin yang tegas di saat krisis,” kata Rachel Harvey, dikutip BBC News Edisi Dunia, 20 Oktober 2004. Harvey mengomentari sosok SBY yang dinilai memiliki integritas, kemampuan komunikasi yang baik, dan pemimpin yang tegas di saat krisis.
“Di Indonesia, sikap positif sudah terbangun. Terima kasih kepada Presiden Yudhoyono, kami yakin investor mulai merasa optimis untuk pertama kalinya setelah sekian lama.”. Demikian laporan Morgan Stanley yang dikutip oleh Singapore Business Review, Mei 2005.
Harapan naiknya SBY ke kursi presiden juga diungkapkan The Times, 21 Oktober 2004. “Indonesia, dengan minyak, gas, emas, tanah subur, dan jumlah penduduk yang relatif berpendidikan tinggi, harus menjadi salah satu kekuatan ekonomi di Asia Tenggara,” kata Tim Johnston, dikutip The Times, media Inggris.
Pujian atas kemampuan pemerintahan SBY dalam menarik investasi disampaikan surat kabar International Herald Tribune, 4 Juli 2005. “Pemerintah menerima investasi asing langsung sebesar US$5,48 miliar dalam lima bulan pertama tahun 2005, kata Badan Koordinasi Penanaman Modal bulan lalu. Jumlahnya hampir dua kali lipat dibandingkan tahun sebelumnya.” Hanya dalam lima bulan pertama pemerintahannya, SBY berhasil menarik FDI sebanyak dua kali lipat dibandingkan pemerintahan sebelumnya dalam setahun.
Jauh lebih banyak berita positif di awal masa jabatan pertama SBY. Saya menambahkan yang ini, “Ada sikap yang lebih bersifat bisnis, ‘Ayo kita selesaikan’… Daripada berjalan 30 kilometer per jam, sekarang Anda melaju 90 kilometer per jam.”. Demikian kesaksian Cheong Kum Hong, Chief Investment Officer, Commerzbank Asset Management, Singapura, seperti dikutip surat kabar The New York Times, 17 Februari 2005.
Hal ini pada intinya serupa dengan kesan yang disampaikan dunia usaha saat menyambut Presiden Jokowi memimpin Indonesia lima tahun ke depan. Optimis. Penuh dengan harapan.
Penafian. Petikan pemberitaan media asing tentang SBY saya ambil dari buku Transformasi Indonesia, kumpulan pidato SBY di forum internasional. Saya mencoba mengetikkan kalimat yang dikutip The New York Times di atas. Ada. Ini adalah tautan ke artikel tersebut.
Buku ini juga memuat tulisan-tulisan positif dan penuh harapan tentang SBY yang ditulis oleh Kishore Mahbubani, Profesor Takashi Shiraishi, Profesor Donald K. Emerson, serta jurnalis seperti Greg Sheridan dan Adam Schwarz.
Artikel ini saya tulis untuk menunjukkan betapa tingginya ekspektasi media asing ketika SBY berkuasa pada tahun 2004. Harapan yang sama juga tercermin pada kepemimpinan Jokowi. Bagaimana Jokowi bisa “mempertahankan” harapan tersebut dalam lima tahun ke depan, itulah yang menjadi pertanyaan. —Rappler.com
Uni Lubis, mantan Pemimpin Redaksi ANTV, menulis blog tentang 100 hari pemerintahan Jokowi. Ikuti Twitter-nya @unilubis dan membaca blog pribadinya unilubis.com.