• September 24, 2024

Tindakan kartel pangan sulit dibuktikan legal

Ini adalah ringkasan yang dibuat oleh AI, yang mungkin memiliki kesalahan. Untuk konteksnya, selalu rujuk artikel selengkapnya.

Meski dampak kartel pangan nyata, namun keberadaannya sulit dihilangkan

Jakarta, Indonesia – Secara global, harga komoditas pangan sedang turun. Namun di dalam negeri, yang terjadi justru sebaliknya, sehingga mendorong laju inflasi. Diduga ulah kartel pangan menjadi penyebabnya. Bukti hukum menjadi hambatan untuk membawa mereka ke pengadilan

“Harga komoditas pangan dunia cenderung turun, namun di dalam negeri justru naik. Ini adalah fenomena kartel pangan. Diakui atau tidak, itu memang ada,” ujar pakar ekonomi pertanian dari Institute for Development of Economics and Finance (INDEF) di sela-sela acara INDEF Mid-Year Review, Rabu 10 Juni, mengatakan.

(BACA: Efisiensi Distribusi, Kunci Turunkan Inflasi Pangan)

Lihat data Outlook Pasar Komoditas Bank Dunia Edisi April 2015, harga komoditas pangan dalam tren menurun.

Bank Dunia sendiri memperkirakan harga komoditas pangan akan tumbuh negatif pada tahun 2015 tahun ke tahun dengan 9,7%.

Sulit dibuktikan secara hukum

Organisasi untuk Kerjasama Ekonomi dan Pembangunan (OECD) dalam laporannya yang berjudul “Kartel inti keras” mendefinisikan kartel sebagai kegiatan ‘anti-persaingan’ dalam perekonomian yang umumnya dilakukan dengan memanipulasi sisi penawaran.

Kartel muncul ketika pihak-pihak yang terlibat dalam rantai pasok suatu barang/jasa sepakat untuk menahan jumlah pasokan sehingga terjadi kekurangan karena jumlah pasokan berada di bawah tingkat permintaan.

Menurut hukum dasar perekonomian, keadaan ini akan mendorong kenaikan harga barang/jasa terkait.

Ketika ukuran pasar (ukuran pasar) Partai-partai dalam kartel ‘koalisi’ ini cukup besar, mereka akan memiliki kemampuan untuk mengendalikan harga. Jika hal ini terjadi, harga tidak lagi mencerminkan mekanisme pasar dan aktivitas persaingan yang sehat.

Bustanul mengungkapkan, meski ada indikasi kuat adanya kartel pangan di Indonesia, ia juga mengaku sulit membuktikannya secara hukum.

“Sulit dibuktikan secara hukum, yang membutuhkan dua bukti pasti. “Benarkah ada pengusaha yang saling bekerjasama (membentuk kartel) lalu meninggalkan buktinya di atas meja?” kata Bustanul.

Partogi Pangaribuan, pakar hukum bisnis dari Universitas Indonesia, mengamini pendapat Bustanul.

“Masalahnya praktik kartel itu sudah terbukti. Bagaimana membuktikan, misalnya, pengusaha yang diduga pelaku kartel ini memang menahan diri memasok?” kata Partogi.

Dalam konteks Indonesia, situasi tersebut, menurut Partogi, juga diperparah dengan belum optimalnya peran Komisi Pengawas Persaingan Usaha (KPPU).

Namun KPPU tidak bisa disalahkan sepenuhnya karena kewenangannya terbatas. Terkait kartel ini, ada juga persoalan kewenangan KPPU yang kurang kuat, kata Partogi.

Bahkan di tanah kelahirannya, Partogi juga mengungkapkan, sepanjang pengetahuannya, belum ada kasus kartel komoditas yang terungkap. — Rappler.com

judi bola terpercaya