Jenderal Trunojoyo membantah
- keren989
- 0
JAKARTA, Indonesia- Kerusuhan di Trunojoyo, sebutan Mabes Polri, tak bisa lagi disembunyikan. Masyarakat perlahan mulai memahami adanya ‘perang terbuka’ antar petinggi Polri terkait pencopotan Jenderal Sutarman sebagai Kapolri.
Belum jelas juga siapa sebenarnya yang duduk di kursi panas Trunojoyo 1. Entah Kapolri terpilih yang baru mendapat restu Paripurna DPR, Komisaris Jenderal Budi Gunawan, namun belum jelas statusnya karena tersangkut kasus korupsi. Atau Wakil Kapolri, Komisaris Jenderal Badrodin Haiti, yang sebelumnya dilantik sebagai Pj Kapolri oleh Presiden Joko “Jokowi” Widodo.
Namun belakangan, Menteri Sekretaris Kabinet Andi Widjojanto malah menepis isu ‘Pj Kapolri’ yang dijabat Badrodin. Menteri Andi mengatakan, Badrodin tetap menjabat sebagai Wakil Kapolri yang menjalankan tugas dan fungsi kewenangan Kapolri.
Budi sendiri sedang sibuk dengan penyidikan di KPK. Beberapa rekannya sempat digugat dalam kasusnya, sebagai tersangka dugaan penerimaan suap, saat ia masih menjabat Kepala Biro Pengembangan Karier Deputi Sumber Daya Manusia Mabes Polri pada 2003-2006.
Dugaan unsur pidana dalam kasus ini lah yang membuatnya tidak bisa dilantik kemarin. Atau bahasa Presiden Jokowi, pelantikannya ditunda. (BACA: Jokowi Tunda Pelantikan Budi Gunawan)
Uegroseno angkat bicara dan membela Sutarman
Selain masih belum ada kepastian siapa penghuni kursi Trunojoyo ke depan, gejolak baru pun tiba-tiba muncul. Yakni munculnya mantan Wakapolri Komisaris Jenderal (Purn) Oegroseno.
Uegroseno tampil membela Jenderal Sutarman yang dicopot dari jabatan Kapolri oleh Presiden Jokowi. Menurut Oegroseno, Istana tidak bisa begitu saja ‘mencopot’ Jenderal Sutarman dari kursi Trunojoyo 1.
Tidak bisa, hanya bisa ditendang, kata Komjen Oegroseno, Sabtu (17/1) di Menteng, Jakarta. Kompas.
Bahkan, Oegroseno meminta Sutarman diangkat menjadi jenderal. Sebab, jika tidak melapor selama 30 hari, Sutarman bisa dikenakan sanksi. “(Posisi baru Sutarman harus) segera, kalau tidak nanti jadi masalah lagi. Misalnya Pak Tarman (Sutarman) tidak datang ke kantor selama 30 hari, bisa dikenakan sanksi. Jadi jangan sampai ada masalah baru,” ujarnya.
Selain itu, kata Oegroseno, tidak baik jika seorang anggota polisi, bahkan seorang jenderal, datang ke Mabes Polri hanya untuk mengisi kekosongan. Tapi tidak ada kegiatan, tidak ada tugas, bahkan tidak jelas dimana ruang absensinya. “Sama saja dengan melaporkannya,” ujarnya.
Uegroseno kemudian mengusulkan kepada Presiden agar Jenderal Sutarman diangkat menjadi duta besar atau menteri. Namun sayang usulan tersebut kemudian ditolak oleh Sutarman. (BACA: Sutarman memilih menjadi petani)
Serangan balik ‘sekutu’ Budi
Belum selesai pembelaan Jenderal Sutarman, Kepala Badan Reserse Kriminal Polri Komisaris Jenderal Suhardi Alius, anak buah Sutarman, tiba-tiba dicopot. Ia digantikan Irjen Budi Waseso berdasarkan perintah Kapolri nomor 124/I/2015 tanggal 19 Januari 2015.
Pencopotan Komjen Suhardi menimbulkan pertanyaan? Mengapa penghapusan dilakukan secara tiba-tiba? Pertanyaan tersebut semakin membuat publik penasaran setelah Irjen Budi Waseso sendiri yang diyakini dekat dengan Budi Gunawan mengeluarkan pernyataan kontroversial.
Yakni, ada pengkhianat di lingkungan Polri. Makanya Polisi harus berbenah.
Tidak disebutkan siapa pengkhianatnya hingga kabar buruk muncul. Suhardi dikabarkan sebagai pengkhianat. Suhardi dituding sebagai pihak yang memberikan informasi terkait Budi Gunawan sebagai calon Kapolri ke KPK.
Terlepas benar atau tidaknya kabar tersebut, Oegroseno pun turut merespons. Dia mengatakan, Budi Waseso menciptakan perpecahan di kepolisian.
Namun Budi tidak takut dikritik oleh Ogroseno. “Kalau ada gap, tolong kasih tahu saja,” tantang Budi Waseso pada Oegroseno.
Wakapolri Komjen Badrodin Haiti pun menanggapi pernyataan Budi Waseso. Menurut dia, Kepala Reserse Kriminal yang baru dilantik itu terlalu emosional. “Ini adalah pernyataan emosional. Pernyataan itu tidak perlu disampaikan kepada media, ujarnya.
Badrodin meminta masyarakat menunggu saja hasil pemeriksaan polisi terkait tudingan Budi Waseso. Tunggu hasilnya, kalau hanya berspekulasi maka akan menimbulkan pencemaran nama baik, ujarnya.
7 Mantan Kapolri Bersatu
Keributan antar jenderal ini masih berlanjut hingga saat ini. Sementara itu, para mantan Kapolri bersatu bertemu Wakapolri Komisaris Jenderal Badrodin Haiti yang hari ini menjalankan tugasnya sebagai ‘Kapolri’ di Mabes Polri.
Pertemuan Badrodin dan mantan Kapolri itu berlangsung mulai pukul 14.00 hingga 16.00 di Gedung Utama Mabes Polri. Dalam pertemuan tertutup tersebut, para mantan Kapolri yang hadir antara lain:
- Letjen (Purn) Awaluddin Djamin (Kapolri periode 1978-1982)
- Letjen TNI (Purn) Roesmanhadi (Kapolri periode 1998-2000)
- Letjen TNI (Purn) Roesdiharjo (Kapolri periode 2000)
- Jenderal (Purn) Dai Bachtiar (Kapolri periode 2001-2005)
- Jenderal (Purn) Sutanto (Kapolri periode 2005-2008)
- Jenderal (Purn) Bambang Hendarso Danuri (Kapolri periode 2008-2010)
- Jenderal (Purn) Timur Pradopo (Kapolri periode 2010-2013)
Badrodin mengaku sudah diberi pengarahan oleh mantan Kapolri tentang apa yang harus dilakukan tim kuasa hukum. “Bagaimana menyikapi dan menghadapi permasalahan seperti ini,” kata Badrodin.
Permasalahan yang dihadapi adalah kasus hukum yang menimpa Komisaris Jenderal Budi Gunawan. (BACA: Mabes Polri resmi prasidang KPK)
Menurut Badrodin, 7 mantan Kapolri itu berpesan agar Polri tetap bekerja profesional. Namun mantan Kapolri juga menyarankan agar Mabes Polri memberikan bantuan hukum kepada Budi Gunawan, sesuai ketentuan hukum yang berlaku. – dengan laporan dari Dio Damara/Rappler.com