• October 9, 2024
Pemkot Bogor menolak bicara dengan GKI Yasmin

Pemkot Bogor menolak bicara dengan GKI Yasmin

Ini adalah ringkasan yang dibuat oleh AI, yang mungkin memiliki kesalahan. Untuk konteksnya, selalu rujuk artikel selengkapnya.

Anggota Ombudsman mengatakan, cara yang dilakukan Wali Kota Bogor Bima Arya serupa dengan yang dilakukan pengelola apartemen untuk menghindari GKI Yasmin.

JAKARTA, Indonesia — Pertemuan antara perwakilan pemerintah Kota Bogor dan Gereja Kristen Indonesia (GKI) Yasmin di kantor Ombudsman kembali berakhir buntu. Wali Kota Bogor Bima Arya Sugiarto tak bisa hadir dan hanya ingin bertemu dengan induk gereja, Pengadilan GKI.

“Sesuai dengan instruksi Wali Kota Bogor Bima Arya (kepada Asisten Pemerintahan) bahwa Pemkot Bogor hanya bersedia berunding ke Pengadilan GKI. Pemkot sudah menyatakan GKI Yasmin tidak akan diajak berkonsultasi, ” GKI kata Juru Bicara Pemerintah Kota Bogor, Yasmin Bona Sigalingging, usai menghadiri pertemuan dengan perwakilan Pemerintah Kota Bogor yang diwakili Asisten Pemerintahan Agung Priyatno, Selasa, 11 Agustus.

Menurut Bona, Pemkot Bogor mengklaim Pengadilan GKI menyetujui langkah tersebut.

Pemilik tanah adalah Badan Pekerja Majelis (Sinode GKI) wilayah Jawa Barat, bukan Pengadilan GKI, kata Bona. “Bayangkan saja, Pemerintah Kota Bogor ingin mengundang Anda mengatakan tentang sebidang tanah, tetapi pemilik tanah tidak diajak berkonsultasi.”

Bona pun menilai strategi yang dilakukan Bima Arya justru memecah belah umat Kristiani di Bogor.

Pada pertemuan tanggal 22 Januari 2015, Bima Arya sepakat untuk membangun gedung Bhineka di kavling kompleks Taman Yasmin. Gedung Bhineka merupakan bangunan dua lantai. Lantai satu digunakan untuk kegiatan keberagaman, sedangkan lantai dua untuk gereja.

Jemaah GKI Yasmin pun menyetujui usulan tersebut. Sayangnya, Pemkot Bogor nampaknya belum percaya diri dengan rencana tersebut.

“Belum tentu kita ke sana (Gedung Bhineka), nanti kita bahas,” kata Agung.

Pindah untuk keempat kalinya

Sejarah relokasi GKI Yasmin tidak terjadi satu kali pun. Sejak didirikan pada awal tahun 2000, jemaah memutuskan untuk membangun gereja di fasilitas sosial kompleks Taman Yasmin. Namun Wali Kota Bogor saat itu, Diani Budiarto, meminta agar direlokasi.

“Jangan dipersoalkan, itu isu sensitif,” kata Bona menirukan Diani. Jemaat menurutinya.

Beberapa waktu kemudian sebuah masjid berdiri di tempat itu.

Selanjutnya lokasi gereja dipindahkan ke fasilitas sosial sektor 5. Sekali lagi Wali Kota meminta agar gereja dipindahkan ke kavling 31. Kali ini jemaah menurutinya. Di kavling 31, pengelola mengatakan lahan tersebut bukan fasilitas sosial.

Akhirnya jamaah bekerjasama untuk membeli tanah yang dimaksud saat ini, dan pada tahun 2006 memperoleh Izin Mendirikan Bangunan (BPC).

Karena tekanan kelompok intoleran, izin GKI Yasmin dibekukan. Bahkan pada tahun 2011, IMB GKI Yasmin dicabut. Pencabutan ini bertentangan dengan putusan MA dan rekomendasi Ombudsman yang menyatakan IMB GKI Yasmin sah.

“Sekarang kamu mau pindah ke mana lagi?” kata Bona.

Ombudsman: Bima Arya pakai strategi pengembang rusun

Sedangkan menurut pihak yang diberitakan, Ombudsman menyebut dirinya hanya sebagai fasilitator bagi kedua belah pihak.

Namun anggota Ombudsman Bidang Pelaporan dan Penyelesaian Pengaduan, Budi Santoso, mengatakan strategi yang dilakukan Bima Arya serupa dengan pengelola apartemen di Jakarta.

Mengaku kerap mendapat keluhan warga terhadap pengembang apartemen, Budi menyebut Bima Arya memanfaatkan Pengadilan GKI untuk menghindari GKI Yasmin.

“Caranya, setiap ada pengembang yang keberatan, mereka mencari orang yang bisa dilobi untuk menyetujuinya. Jadi, di kelompok masyarakat ada yang setuju, ada yang tidak. Dalam hal ini yang tidak setuju adalah pengadilan GKI. “Akhirnya yang diajak berdiskusi adalah Pengadilan GKI,” kata Budi.

Untuk menjembatani kembali persoalan ini, Ombudsman mengaku tak ambil pusing jika harus mengundang GKI ke Pengadilan.

“Yang penting kawan ada solusinya. Kita fasilitasi saja,” ujarnya. —Rappler.com

BACA JUGA:

SGP Prize