• October 6, 2024

Berikan rehabilitasi, bukan jeruji bagi pecandu narkoba

Denpasar, Indonesia — Kabar mengejutkan datang kemarin pagi, Kamis, 25 Juni. Dayu, sahabatnya yang juga mantan pengguna narkoba, kembali dipenjara. Tiga bulan lalu dia tertangkap membawa 10 gram sabu.

Menurut Andi, teman kecanduan lainnya, Dayu saat ini sedang menjalani persidangan. Dayu untuk sementara ditahan di Lembaga Pemasyarakatan (Lapas) Kerobokan, Bali.

Dayu adalah teman saya di Ikatan Korban Narkoba Bali (IKON). Komunitas pecandu dan mantan pecandu narkotika, psikotropika, dan zat adiktif lainnya (narkoba) ini didirikan pada tanggal 8 September 2006. Agenda utamanya adalah memperjuangkan hak asasi manusia (HAM) bagi pecandu narkoba, istilah yang lebih populer dibandingkan narkoba.

Saya terlibat dengan IKON sebagai orang luar. Saya tidak pernah menggunakan narkoba. Namun saya tertarik untuk membantu sesama pecandu karena mereka memperjuangkan sesuatu yang menurut saya benar, yaitu perlindungan hak asasi manusia.

Salah satu upaya perlindungan HAM bagi pecandu, menurut IKON, adalah dengan menghapuskan hukuman penjara. Pecandu narkoba seharusnya didukung dengan rehabilitasi, bukan jeruji besi yang kaku.

Sebagai aktivis organisasi perlindungan HAM bagi pecandu, mantan pecandu yang aktif di IKON juga berjanji tidak akan melakukan hal tersebut kambuh, atau kembali menggunakan narkoba. Mereka pun sepakat untuk tidak menjadi distributor.

Mau bagaimana lagi, teman seperti Dayu misalnya, jatuh bangun kambuh Juga. Begitu juga kali ini. Seingat saya, dia sudah tiga kali dipenjara.

Penjara adalah tempat yang ‘paling aman’

Tapi, tetap saja tidak ada apa-apanya. Andi yang saya ajak bicara kemarin pagi, sudah 12 kali keluar masuk penjara. Penyebabnya selalu sama: narkoba.

Pria berusia 45 tahun itu bercerita, pertama kali mengenal narkoba pada tahun 1989. Saat itu dia hanyalah seorang pedagang. Namun dakwaan terhadapnya karena menyaksikan penggunaan narkoba namun tidak melaporkannya.

“Sebenarnya karena saya yang menjual barang tersebut, tapi alasannya dipermainkan agar hukumannya lebih ringan,” akunya.

Andi masuk penjara untuk pertama kalinya pada tahun itu.

“Setelah Anda masuk penjara, tidak akan terjadi apa-apa,” katanya. Dia kemudian tertawa. Menurut Andi, sudah menjadi rahasia umum bahwa penjara merupakan tempat paling aman bagi pengguna narkoba.

Pengalaman Andi bisa kita temukan dengan mudah ketika berbicara dengan orang-orang yang pernah dipenjara.

Jaya, mantan pecandu heroin yang kini menjadi koordinator IKON Bali, menceritakan hal serupa. Ia ditangkap polisi dengan membawa heroin seberat 1,3 gram. Warga Denpasar ini pun divonis penjara 1,2 tahun.

Saat Jaya menjalani hukuman penjara pada tahun 2007, ia semakin akrab dengan narkoba. Dari awalnya hanya mengenal heroin, bahkan ia sempat menggunakan sabu. “Kalau di (penjara) narkoba lebih mudah dan murah,” lanjutnya.

Saya kemudian teringat saat mengunjungi penjara anak di Karangasem, Bali, awal Mei lalu. Jaraknya sekitar 1,5 jam perjalanan dari Denpasar.

Salah satu anak, sebut saja Dodik, mengaku mengetahui narkoba saat berada di penjara. Ia awalnya terjerat kasus pencurian sepeda motor. Saat berada di dalam, ia melihat para seniornya dengan mudah menggunakan narkoba, termasuk sabu dan heroin.

Begitu keluar dari penjara, Dodik menjadi agen seorang pengedar. Dia menjual sabu dalam kemasan kecil. Caranya, paket sabu tersebut ditempelkan di berbagai tempat, misalnya tiang listrik. Dia tidak pernah bertemu pembelinya. Tugasnya hanya melampirkan paket dan pergi.

Pembayarannya ia dapatkan dari bandar, tepatnya anak buah bandar yang membawa sabu dalam bentuk paket.

“Narkoba yang beredar di luar dikendalikan dari dalam Lapas,” kata Andi.

Oleh karena itu, menurut mantan pecandu seperti Andi dan Jaya, penjara bukanlah solusi bagi mereka. Alih-alih mengobati kecanduan atau memberikan efek jera, penjara justru memperparah ketergantungan mereka terhadap narkoba.

Jadi apa solusinya?

Para pecandu menawarkan negara untuk melakukan rehabilitasi bagi para pecandu. Bukan penjara. “Sudah saatnya pecandu tidak lagi dipenjara, tapi direhabilitasi,” kata Jaya.

Salah satu gerakan dunia yang menuntut rehabilitasi bagi pecandu adalah gerakan Mendukung Jangan Menghukum. Melalui berbagai media mereka mengajak solidaritas agar pemerintah menghapuskan hukuman penjara bagi pecandu. IKON Bali terlibat aktif dalam kampanye ini bersama jaringan korban narkoba lainnya di Indonesia.

Pemerintah Indonesia sebenarnya membuka peluang tersebut. Mahkamah Agung telah menerbitkan Surat Edaran Mahkamah Agung (SEMA) tentang penempatan korban penyalahgunaan narkoba di lembaga rehabilitasi pada tahun 2010. SEMA merupakan tindak lanjut dari terbitnya UU No. 35 Tahun 2009 tentang Narkoba.

Beberapa pecandu yang tertangkap dengan barang bukti yang relatif sedikit, antara 0,5 gram hingga 5 gram, dan terbukti menjadi pecandu, harus dijatuhi hukuman rehabilitasi. Misalnya di lembaga rehabilitasi milik Badan Narkotika Nasional (NNA) atau rumah sakit pecandu narkoba (RSKO), atau tempat rehabilitasi yang dijalankan oleh lembaga swadaya masyarakat (LSM).

Tempat rehabilitasi yang dikelola LSM menjadi pilihan bagi mantan pecandu seperti Andi dan Jaya agar tidak melakukannya. kambuh. Yayasan Kesehatan Bali (Yakeba) dan Yayasan Mata Hati Kita (Yakita) Bali hanyalah dua contoh pusat rehabilitasi di Bali. Di dua tempat rehabilitasi ini, mantan pecandu dan pecandu saling memberikan motivasi.

Kamis pagi lalu di Yakeba, misalnya, lima mantan pecandu duduk melingkar untuk melaksanakan pertemuan pagi. Ini semacam pertemuan setiap hari untuk saling mendukung. Mereka menggunakan metode Narcotics Anonymous, dukungan sejawat terhadap sesama pecandu narkoba.

Setelah bergantian berbagi perasaan dan dukungan, mereka berpegangan tangan dan berjanji untuk tetap bersih dari narkoba. Dukungan di antara mereka lebih efektif daripada penjara. —Rappler.com

Anton Muhajir adalah seorang jurnalis dan blogger di Bali. Kunjungi blognya di anton.nawalapatra.com dan ikuti Twitter-nya @antonemus.


taruhan bola