• November 24, 2024

Tahun 2014, tahun hukuman ringan bagi koruptor

JAKARTA, Indonesia – Pemberantasan korupsi di Indonesia mengalami kemunduran. Berdasarkan data Indonesia Corruption Watch (ICW), sepanjang semester I tahun ini, rata-rata hukuman bagi koruptor hanya 2 tahun 9 bulan penjara. Hukuman seringkali tidak disertai tuntutan pidana pencucian uang. Koruptor tidak bisa dimiskinkan.

“Kalau dilihat trennya memang seperti itu,” kata Peneliti ICW Ade Irawan saat ditemui Rappler Indonesia di gedung Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), Senin (8/12).

Tren tahun 2014 menunjukkan rata-rata hukuman bagi koruptor berada di bawah ekspektasi masyarakat. Baik itu tuntutan jaksa terhadap putusan di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor).

Ade mencontohkan kasus yang melibatkan mantan Gubernur Banten nonaktif Ratu Atut Chosiyah. Atut hanya divonis 4 tahun penjara dan denda Rp200 juta subsider lima bulan atas kasus dugaan suap sengketa Pilkada Lebak. Padahal tuntutan JPU Komisi Pemberantasan Korupsi mencapai 10-11 tahun.

Dalam putusannya, hakim juga membebaskan Atut dari denda tambahan berupa pembayaran uang pengganti dan penangguhan hak memilih dan memilih. Bahkan dalam putusan perkara Atut, terdapat perbedaan pendapat di forum hakim. Ada hakim yang menilai Atut tidak terbukti melakukan tindak pidana yang didakwakan KPK, sehingga sebaiknya ia dibebaskan.

Menurut Ade, keputusan hakim tersebut berdampak negatif terhadap kondisi politik dan sosial masyarakat Banten. “Ada sebagian masyarakat Banten yang merasa Atut masih punya pengaruh kuat. Orang-orang memang seperti itu mati,” dia berkata.

Masih banyak lagi kasus serupa yang dialami Atut. Ade menilai tahun ini terlalu banyak diskon bagi koruptor. Mulai dari diskon dakwaan tanpa pasal tindak pidana pencucian uang, putusan tindak pidana korupsi, hingga eksekusi mati, ujarnya.

Tidak menimbulkan efek jera

Pantauan ICW selama semester I (Januari-Juni 2014) menunjukkanNilai kerugian pemerintah dari 210 kasus korupsi yang berhasil terpantau adalah sekitar Rp3,863 triliun dan US$49 juta. Total nilai suap mencapai Rp64,15 miliar.

Sedangkan denda yang dijatuhkan majelis hakim Pengadilan Tipikor paling sedikit Rp 25 miliar dengan ganti rugi Rp 87,2 miliar dan US$ 5,5 juta.

Kemudian, dari total 261 terdakwa kasus korupsi yang berhasil dipantau, mayoritas terdakwa atau 242 orang (92,33 persen) dinyatakan bersalah. Hanya 20 terdakwa (7,67 persen) yang dibebaskan atau dibebaskan.

Namun pada semester I 2014, hukuman yang dijatuhkan terhadap koruptor secara keseluruhan belum memberikan efek jera karena mayoritas hanya memberikan hukuman ringan.

Terbukti pada semester I 2014, sebanyak 195 terdakwa (74,7 persen) divonis dengan rentang hukuman 1 – 4 tahun (hukuman ringan), 43 terdakwa dengan hukuman sedang (16,4 persen), dan hanya 4 terdakwa (1,5 persen). persen) hukuman berat dijatuhkan oleh hakim Pengadilan Tipikor, termasuk 1 orang yang divonis penjara seumur hidup.

Kategori ringan didasarkan pada pertimbangan minimal hukuman penjara pada pasal 3 UU Tipikor adalah 4 tahun penjara. Jadi hukuman 4 tahun dan kurang dari 4 tahun termasuk dalam kategori ringan. Sedangkan putusannya masuk dalam kategori 2 atau Sedang adalah hukuman lebih dari 4 tahun hingga 10 tahun. Yang termasuk dalam kategori hukuman berat adalah kasus korupsi yang jumlah hukumannya lebih dari 10 buah tahun penjara dengan ancaman hukuman maksimal penjara seumur hidup.

Kondisi pemberantasan korupsi saat ini tidak jauh berbeda dengan tahun 2013. Hukuman bagi koruptor kategori ringan sebanyak 232 terdakwa (78,64 persen). Sedangkan terdakwa dengan kategori sedang hanya berjumlah 40 orang (13,56 persen). Dan hanya 7 orang yang masuk kategori berat.

Undang-undang korupsi lebih ketat, gunakan pasal pencucian uang

Agar hukuman bagi koruptor tidak ringan, Yenti Garnasih, dosen hukum pidana Universitas Trisakti, menyarankan agar JPU KPK menggunakan hukum pidana pencucian uang.

“Setiap tindak pidana korupsi pasti ada kaitannya langsung dengan pencucian uang,” ujarnya. Yenti menilai sejauh ini dakwaan jaksa masih lemah. “Bahkan saya melihat ada keengganan jaksa untuk menggunakan pasal pencucian uang,” ujarnya.

Bahkan, kata Yenti, penggunaan pasal pencucian uang bisa melipatgandakan hukumannya. Karena dianggap melakukan dua tindak pidana, maka hukumannya tidak hanya 2 tahun penjara, ujarnya.

Kenyataannya, kata Yenti, para koruptor sudah menikmati hasil kejahatannya. “Harta miliknya harus disita sebanyak-banyaknya. Inilah yang saya maksud dengan miskin kembali. Ditambah denda,” ujarnya.

Yenti juga mengkritisi sikap KPK yang berdalih ingin fokus pada tindak pidana korupsi. “Jika Anda ingin fokus pada korupsi, Anda juga harus fokus pada pencucian uang. “Fokusnya ada pada keduanya,” katanya.

Sementara itu, pengacara koruptor Sukatma yang kini menjadi pengacara Atut tak keberatan jika pasal pidana pencucian uang diterapkan. “Saya setuju, tapi yang penting ya, apakah lembaga tersebut punya kewenangan untuk melakukan penyidikan tindak pidana pencucian uang?” ujar Sukatma.

Menurut dia, klausul kewenangan KPK dalam tindak pidana pencucian uang masih memiliki kelebihan dan kekurangan. Untuk itu, kata dia, undang-undang harus diubah dulu, baru KPK yang punya kewenangan.

Hingga saat ini, kata Sukatma, hanya polisi dan kejaksaan yang diberi kewenangan mengusut tindak pidana pencucian uang.

Komisi Pemberantasan Korupsi menuntut tuntutan maksimal

Deputi Bidang Pencegahan Komisi Pemberantasan Korupsi Johan Budi mengatakan lembaganya berupaya semaksimal mungkin untuk mengadili para koruptor tersebut. Termasuk melampirkan pasal tindak pidana pencucian uang. Bahkan kami menggunakan pasal perampasan hak politik terhadap terdakwa, ujarnya.

Dia mencontohkan upaya KPK menjerat mantan Ketua Mahkamah Konstitusi Akil Mochtar dalam kasus dugaan suap Pilkada Lebak, Banten. “Kami menuntut kehidupan,” katanya.

Johan pun memastikan penindakan KPK melangkah lebih jauh. Sebelumnya, pasal pencucian uang tidak pernah digunakan. Namun penggunaan pasal pencucian uang tetap harus disesuaikan dengan Undang-Undang Nomor 8 Tahun 2010 tentang Pencucian Uang. Jadi jangan hanya menuntut. —Rappler.com

Pengeluaran SGP