Bagaimana hutan bakau menopang desa Bohol
- keren989
- 0
Hutan mangrove seluas 56 hektar ini telah memberikan pemasukan bagi warga sejak dialihfungsikan menjadi tempat ekowisata
KOTA TAGBILARAN, Filipina – Di komunitas pesisir San Vicente yang berkembang pesat di Maribojoc, Bohol, hutan bakau memainkan peran utama dalam perekonomian lokal.
Sejak didirikan pada tahun 1996, Asosiasi Mangrove San Vicente (SaViMA), sebuah koperasi ekowisata lokal, telah menjadi sumber pendapatan utama bagi ratusan warga yang tinggal di salah satu komunitas pesisir.
Menurut Septima Puyo, presiden SaViMA, masyarakat mengambil langkah-langkah untuk melindungi hutan ketika mereka melihat stok ikan dan udang habis karena penebangan hutan bakau secara sembarangan. Dari sinilah SaViMA, sebuah perjanjian pengelolaan hutan berbasis masyarakat yang berjangka waktu 25 tahun dengan Departemen Lingkungan Hidup dan Sumber Daya Alam (DENR), dibentuk.
“Kami menyadari bahwa hutan bakau dapat menjadi sumber penghidupan kami dalam banyak hal. Kami harus berhenti memotongnya. Kami melindungi pohon-pohon tersebut dan sebagai imbalannya mereka memberi kami banyak berkah,” tambahnya.
Masyarakat telah memperoleh manfaat dari hutan bakau sejak saat itu.
Hutan mangrove seluas 56 hektar ini telah menjelma menjadi tempat ekowisata yang memberikan pemasukan bagi warga melalui wisatawan yang berkunjung ke kawasan tersebut. Pasokan udang, ikan, dan kerang lainnya pun meningkat sehingga warga bisa makan, bahkan berjualan di pasar setempat.
Tujuan wisata
Dengan 25 jenis hutan bakau yang berbeda, hutan ini merupakan salah satu dari dua tujuan wisata utama di kota ini, selain Gereja Maribojoc.
Warga berperan sebagai pemandu wisata di hutan bakau. Selain sekadar bermain di pantai, wisatawan juga dapat mengikuti penanaman bakau, program homestay, pengumpulan cangkang, dan penanaman udang dengan biaya tambahan.
Juanita Kristal, seorang pemandu wisata lokal yang telah menjadi bagian dari SaViMA sejak awal, mengatakan bahwa hutan bakau menghidupi dirinya dan keluarganya.
“SaViMa membantu kita memenuhi kebutuhan sehari-hari. Ketika ada turis yang datang, kami membagi penghasilan kami. Pendapatannya memang relatif kecil, namun tetap memberikan bantuan yang besar bagi kami,” imbuhnya.
Warga bergiliran dan berkeliling untuk memastikan hutan bakau terlindungi. Kristal mengatakan penebang liar dan nelayan yang terlibat dalam penangkapan ikan ilegal masih menjadi ancaman terbesar bagi hutan.
Ia menambahkan: “Kami selalu terlibat perdebatan sengit dengan pihak yang menebang hutan bakau dan nelayan yang merusak terumbu karang kami. Kami memberitahu mereka bahwa mereka tidak bisa melakukan hal itu pada daerah tersebut karena hal itu sangat membantu masyarakat.”
Wisatawan biasanya datang ke Maribojoc untuk berkunjung dan menginap di homestay selama musim panas dan liburan panjang. Namun menurut Kristal, sejak gempa pada Oktober 2013, berangsur-angsur berkurang.
Gempa Bohol
Maribojoc rusak parah ketika gempa Bohol berkekuatan 7,2 skala Richter melanda provinsi tersebut pada Oktober 2013. Kotamadya kelas 4 menyaksikan 16 kematian dan sekitar 3.700 rumah rusak. Baik SaViMA maupun gereja Maribojoc terkena dampak buruknya.
“Rumah kami hancur. Tanaman pertanian kami dan beberapa hutan bakau juga hancur akibat gempa bumi. Kami harus menanam bakau baru di beberapa daerah,” kata Kristal.
Jalan setapak sepanjang 500 meter yang membelah hutan bakau dan menghubungkan masyarakat dengan pulau kecil bernama Tintinan juga runtuh akibat gempa.
“Kami benar-benar berusaha semaksimal mungkin untuk merekonstruksi trotoar kami agar kehidupan kami dapat kembali normal. Keberadaan kami dan organisasi kami bergantung padanya,” tambah Puyo.
Dari bahan bangunan yang mereka terima dari Departemen Kesejahteraan Sosial dan Pembangunan (DSWD) dan National Housing Authority (NHA), warga saling membantu membangun rumah dan kawasan mangrove.
“Kami ingin menarik wisatawan lagi. Kami ingin mereka nyaman di rumah kami dan mengunjungi hutan bakau lagi,” kata Puyo. (BACA: Kota yang diselamatkan oleh hutan bakau)
Kembali berdiri
SaViMA dibuka kembali untuk wisatawan pada bulan Maret 2014, setelah beberapa bulan ditutup karena kerusakan akibat gempa Bohol.
Kristal dan warga lainnya berharap semakin banyak wisatawan yang datang ke hutan bakau sehingga dapat membantu perekonomian masyarakat setempat.
“Kami telah melakukan segala yang kami bisa untuk membangun kembali kawasan mangrove kami. Hutan bakau sangat dekat dengan hati kami dan kami menyukai pekerjaan ini. Saya berharap masyarakat dapat melihat upaya masyarakat,” tambah Kristal.
Selain kantor pemerintahan, berbagai lembaga swadaya masyarakat juga turut membantu masyarakat dalam upaya rehabilitasi pascagempa. – Rappler.com
SaViMA adalah salah satu komunitas yang dikunjungi oleh wirausahawan muda dalam kamp ide I Am A ChangeMaker British Council, yang menampilkan praktik terbaik para peserta dalam wirausaha sosial. Lihat kisah-kisah berikut: