• November 24, 2024

Katanya, aku kelas menengah

Seorang warga kelas menengah Jakarta mengungkap cara bertahan hidup di tengah gelombang konsumerisme yang menggerogoti ibu kota

“Aku kelas menengah, kawan!” begitulah biasa mereka menyebut diri mereka dalam kalimat yang terdengar penuh kebanggaan.

Siapa mereka? Menurut saya, mereka adalah pekerja golongan B dan B+ dengan penghasilan di atas upah minimum regional (UMR) DKI Jakarta, atau berkisar antara 5 hingga 15 juta rupiah. Sekadar info, kelas menengah punya kecenderungan berusaha sekuat tenaga untuk naik ke kelas A.

Pilihan mereka terhadap produk tertentu mempunyai pengaruh terhadap pasar. Entah kebetulan atau tidak, pilihan mereka sangat dipengaruhi oleh pilihan kelompok teman sebaya orang-orang terdekat Anda (baca: teman kantor dan teman nongkrong). Meskipun ada pengaruhnya kelompok teman sebaya cukup besar, mereka juga termasuk kelompok itu pemilih ketika Anda memilih. Ada kriteria tersendiri dalam memilih sesuatu. Kriteria ini hanya milik mereka dan (mungkin) Tuhan yang tahu.

Satu hal yang sepertinya pasti (ingat hanya mereka dan Tuhan yang tahu pasti), masyarakat kelas menengah sangat menyukai produk murah dengan kualitas bagus. Harus saya akui, berdasarkan pilihan yang saya ambil untuk memenuhi kebutuhan hidup, saya termasuk kelas menengah.

Satu petunjuk Kepada para pembaca yang budiman, saya selalu memilih produk berdasarkan fungsi, harga, dan terakhir tingkat hipsternya. Apakah kamu juga menyukaiku? Hei, bukankah kamu pikir kamu juga kelas menengah?

Ada beberapa contoh pilihan produk yang saya buat yang menjatuhkan saya ke kelas menengah. Diantara mereka:

Rumah atau apartemen

– Rumah. Ketika saya ingin membeli rumah dua tahun lalu, saya melakukannya penelitian meja Pertama. Hasil? Kalaupun ada yang murah, lokasinya dijamin jauh dari pusat peradaban (baca: Jakarta Selatan).

– Apartemen. Saya terpeleset dan hampir membeli apartemen di Pakubuwono Terrace, Jakarta Selatan. Untung saja saya termasuk golongan orang yang sentimental dan menginginkan tanah dan pekarangan sendiri. Rencana ini gagal dan saya mendorong orang tua saya untuk membeli apartemen tersebut.

Transportasi untuk menunjang mobilitas sehari-hari

– Mobil pribadi. Tidak masalah. Mobil pribadi saya adalah hadiah ulang tahun dari orang tua saya ketika saya berumur 23 tahun. Sayangnya mobil pribadi saya saat ini hanya digunakan pada akhir pekan dan hanya jika diperlukan.

Transportasi umum. Ya, saya sudah bertobat dan tidak mau lagi menjadi bagian dari polusi. Sekarang, saya lebih memilih berjalan kaki lalu menggunakan shuttle line dipadukan dengan bus kota atau Transjakarta.

Penggunaan ponsel pintar

Blackberry. Gadget ini jadi tahun lalu.

Samsung Galaxy Note. Sejujurnya, saya tidak pernah menggunakan tipe telepon pintar Ini. Sayangnya saat saya pakai bingung dengan banyaknya aplikasi yang ada di dalamnya bug.

Apple iPhone 5. Saat iPhone pertama kali diluncurkan di pasaran, saya dan teman-teman (di kantor lama) mendorong direktur eksekutif kami untuk bersama-sama membeli iPhone dengan cicilan perusahaan, dan berhasil. Penggunaan iPhone dan meningkatkan jenis Seluler bertahan hingga akhirnya saya membeli iPhone 5.

apel iPhone 6? Belakangan ada kewajiban penting untuk menghidupi istri dan anak-anaknya.

Merek pakaian

Zara. Produk ini menjadi pilihan saya, hingga kemudian saya mengenal H&M lebih dekat.

H&M. Jauh sebelum toko H&M hadir di Jakarta, saya sering menyempatkan diri berbelanja H&M di Singapura. Pasalnya H&M menawarkan pakaian berkualitas, desain simpel, modis, dan harganya tak semahal Zara. omong-omongsejak toko H&M ada di Jakarta, saya tidak pernah mengunjungi Singapura lagi.

Sepatu

berkemah Bagi anda yang belum mengetahui merk sepatu yang satu ini, izinkan saya memberi tahu kalian, ini adalah investasi yang bagus.

Nike. Nike Air Max (Hitam) terakhir yang saya beli adalah karena dorongan hati kelompok teman sebaya. Senang sepatu lari itu membuatku merasa hiperaktif beberapa persen, meskipun perutku membuncit dan tidak ada celana jogger.

Aksesoris

Swatch dan Casio. Saya mengganti kedua merek ini karena fungsinya, modelnya sederhana, dan harganya murah wajar.

Masih banyak pilihan lain, yang saat ini hanya Tuhan dan saya yang tahu.

Sebagai informasi tambahan, artikel ini tidak begitu penting. Tapi saya ingin tahu, apakah Anda merasa menjadi bagian dari kelas menengah? —Rappler.com

Aditya Sani adalah seorang networker dan praktisi humas di Jakarta. Dia juga pendiri Midjournal.com. Ikuti akun Twitter-nya @AdityaSani.

Artikel ini sebelumnya diterbitkan oleh Tengah jurnal.com.


pengeluaran sdy