• October 6, 2024
Koalisi Masyarakat Sipil menilai sebagian besar pimpinan KPK mengalami krisis integritas

Koalisi Masyarakat Sipil menilai sebagian besar pimpinan KPK mengalami krisis integritas

Selain soal kekayaan, sebagian besar visi capim juga dinilai tidak pro pemberantasan korupsi.

JAKARTA, Indonesia—Koalisi Masyarakat Sipil menyebut sebagian besar calon pimpinan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) meragukan integritasnya, serta tidak memahami visi dan misi menjadi pimpinan lembaga tersebut.

“Integritas adalah variabel terbesar. Sayangnya, sebagian besar kandidat punya sedikit masalah dengan hal itu, kata Erwin Natoesmal Oemar dari Koalisi Masyarakat Sipil kepada Rappler, Kamis, 27 Agustus.

Koalisi Masyarakat Sipil merupakan gabungan beberapa organisasi seperti Indonesia Corruption Watch (ICW), Lembaga Bantuan Hukum (LBH) Jakarta, Pusat Kajian Hukum dan Kebijakan (PSHK), Persatuan Pemantau Peradilan Indonesia, Fakultas Hukum Universitas Indonesia, Meja Bundar Hukum Indonesia, dan Transparansi Internasional Indonesia (TII).

Hal itu disampaikan Erwin usai koalisi memantau seleksi 19 calon pimpinan KPK selama tiga hari, 24-26 Agustus, di Kementerian Sekretariat Negara.

Variabel integritas antara lain, mematuhi pelaporan harta kekayaan atau LHKPN, tidak memiliki riwayat transaksi mencurigakan, memiliki harta yang wajar menurut pendapatan, tidak mempunyai usaha atau usaha di luar pekerjaan utama, patuh membayar pajak, bersikap terbuka tentang asal usul harta, dan mandiri. .

Pihak independen yang dimaksud tidak mempunyai kepentingan atau tidak terlalu dekat hubungannya dengan pemegang kekuasaan atau investor.

Capim gagal melaporkan LHKPN

Terkait Laporan Harta Kekayaan Negara, dalam pantauan Rappler, ada beberapa wakil presiden yang terungkap tidak atau tidak rutin melaporkan harta kekayaannya. Salah satunya adalah Nina Nurlina Pramono, mantan Direktur Eksekutif Pertamina Foundation sekaligus istri Presiden dan GM Total E&P Indonesia. Dalam sesi wawancara, panel menanyakan mengenai harta kekayaan Nina serta koleksi mobil mewah senilai Rp 1,7 miliar yang dibelinya secara tunai.

Saat ditanya kenapa baru melaporkan hartanya pada 2002, Nina mengaku lalai. “Iya, saya tidak lapor LHKPN,” ujarnya.

Nina memiliki banyak rumah di Lembang, Cinere, Jatibening-Bekasi, Malang, Bandung, dan investasi kondotel di Cipanas, Jawa Barat.

Pemimpin lain yang terungkap tak mematuhi laporan LHKPN adalah Saut Situmorang dari Badan Intelijen Negara (BIN). Ia diduga tak membeberkan seluruh asetnya, termasuk mobil Jeep Rubicon senilai lebih dari Rp 1 miliar bernomor polisi B S4 UTS.

Lainnya adalah mantan Kapolda Papua Irjen Yotje Mende. Yotje diwawancarai soal LHKPN oleh anggota panel yang juga pakar hukum pidana, Harkristuti Harkrisnowo. Yotje terakhir kali melaporkan asetnya pada tahun 2007.

“LHKPN terakhir tahun 2007 ya? Kenapa kamu malas sekali?” kata Harkristuti.

“Saat saya (menjadi Kapolda Riau) saya tidak punya waktu. “Waktu saya jadi (Kapolda) Papua, saya belum dapat, baru dapat 2 minggu yang lalu,” kata Yotje.

“Yah, bentuknya bisa sajaUnduh,” kata Harkristuti.

Panglima TNI Hendardji Soepandji diduga tidak membayar pajak atas sepeda motor besar miliknya. Dia menyangkalnya. “Ya, saya sudah membayar pajaknya,” katanya.

Visi tersebut tidak pro KPK

Selain mematuhi pelaporan LHKPN, beberapa calon juga mendapat catatan visi dan misinya. Menurut Erwin, indikator visi dan misi penting untuk menilai keberpihakannya pada KPK. Termasuk persoalan penyidik ​​independen dan otoritas kejaksaan pada bagian tindak pidana pencucian uang.

Berdasarkan pantauan Rappler, beberapa kandidat menyatakan jelas-jelas tidak setuju dengan penyidik ​​independen tersebut. Brigjen Basaria Panjaitan dan Yotje sepakat menilai KPK tak bisa menunjuk penyidik ​​independen.

“KPK bisa melakukan penyidikan independen, tapi apakah KPK mampu? “Kalau dia mau jadi penyidik ​​independen, harus dilatih,” kata Yotje.

Basaria mengatakan, butuh waktu bertahun-tahun bagi seseorang untuk menjadi penyidik ​​KPK. Mereka pun sepakat menyarankan agar KPK hanya merekrut penyidik ​​dari kalangan PNS.

Indikasi lainnya, kata Erwin, adalah pentingnya TPPU dalam penindakan kasus korupsi. Dalam wawancara terakhir kemarin, ada pimpinan utama yang bahkan tidak bisa menjawab isi UU TPPU, termasuk Nina. “Apa itu layering (menyamar sebagai harta karun)?” katanya pada Rappler. —Rappler.com

BACA JUGA:

Pengeluaran SGP hari Ini