• November 24, 2024

Di bulan Ramadhan, umat Kristiani dan umat Islam berbincang tentang agama

MALANG, Indonesia – Victor belajar memakai sarung sore itu di Pondok Pesantren Sabilurrosyad di Jalan Candi, Kecamatan Sukun, Kota Malang.

Ramadhan kali ini juga merupakan tahun keduanya belajar Islam di lingkungan pesantren. Belajar memakai sarung merupakan salah satu dari sekian banyak hikmah baru yang dapat ia petik selama menjalani kehidupan bersama kedua sahabatnya.

Di dalam gubuk mereka terkagum-kagum melihat kebersamaan para santri, berbuka puasa dan sahur di atas nampan yang sama, serta tidur bersama di atas karpet dalam sebuah kamar kecil. Sementara itu, santri tuan rumah tentu saja menunjukkan sebuah warung makan kepada ketiga tamunya yang tidak berpuasa Ramadhan.

Mahasiswa bernama lengkap Victor Albert Wijaya ini bermalam bersama delapan teman kampusnya, Universitas Ma Chung Malang, dan menjalani program tersebut. tinggal di di pondok dari 29 Juni hingga 1 Juli.

Selama 2 hari 2 malam mereka mengikuti kegiatan sehari-hari para santri di pondok. (BACA: Kenangan Bulan Ramadhan Sebagai Umat Kristiani)

Di hari pertama, Victor bersama dua temannya, Joy Jimmunandar dan Yofranny Winardi, antusias bertanya kepada pelajar setempat tentang Islam. Mereka penasaran kenapa umat Islam harus salat, berpuasa dan merayakannya dengan takbiran sebulan ketika Idul Fitri tiba.

Atau mengapa sebagian santri harus memakai sarung, dan mengapa sebagian umat Islam langsung keluar dan menikah. “Aku seorang Kristen. “Saya hanya ingin tahu apakah itu adat, tradisi, atau kewajiban agama,” kata Victor.

Pada hari kedua, mereka juga berbuka puasa di Masjid Pondok setempat. Sekitar pukul 16.00 WIB, rangkaian ngabuburit diawali dengan pengajian dan tanya jawab antara peserta dan pendeta. Di sana Yofranny, mahasiswi semester lima, Ma Chung mengaku banyak mendapat ilmu baru tentang Islam.

Awalnya, pria yang akrab disapa Yoyo ini mengaku menganggap ada ajaran Islam yang buruk karena banyak bermunculan kelompok Islam ekstrem yang suka merusak dan melakukan kekerasan. Penjelasan teman-temannya selama ini tidak memuaskan pertanyaannya tentang Islam. Namun, setelah Yoyo mengikuti ceramah sore hari kedua malam itu di pesantren, ia punya pemikiran lain tentang Islam.

“Dulu saya menganggap Islam itu hanya sekedar sob, ada pro dan kontra tentang Islam. Tapi setelah dia ada di sini, ternyata Islam sama sekali tidak seperti itu, Islam mengajarkan kebaikan, kata Yoyo.

“Dulu saya mudah terpengaruh dengan pemikiran orang tentang Islam, sekarang saya tahu kalau Islam itu sebenarnya baik. Mungkin ada yang berbicara buruk tentang Islam karena ada faktor lain yang membuatnya tidak menyukai Islam.”

Umat ​​​​Katolik juga mendapat informasi tentang Islam ekstremis saat ceramah di pesantren. Umat ​​Islam di daerah itu tidak setuju dengan gagasan menjadikan Indonesia negara Islam.

Ulama setempat, kata Yoyo, mengatakan di sana banyak terdapat pesantren. Oleh karena itu, akan sulit menentukan sekte mana yang akan digunakan untuk memimpin Indonesia, ujarnya.

Sedangkan Joy, dia tahu bagaimana memperlakukan teman-teman wanita muslimnya. Ia tak lagi segan-segan berjabat tangan saat bertemu sesama umat Islam.

Ia pun mengaku takjub dengan keharmonisan para mahasiswa di lingkungan asrama. Mereka tidak khawatir harus tidur sekamar dengan sepuluh orang, makan bersama dalam wadah yang sama, atau tidak memiliki tempat tidur sendiri.

“Kalau bukan muhrim rupanya tidak bisa saling bersentuhan, santrinya juga sangat rukun,” kata Joy.

Toleransi dan percaya diri

Sama seperti Joy, Victor, dan Yoyo, pelajar setempat juga merasa menerima tamu istimewa. Mereka memberikan berbagai informasi dan berbagai kebutuhan lainnya, seperti tamu yang perlu dilayani dengan baik.

David Darissalam dan Abdilloh Khoironi menjawab berbagai pertanyaan tamunya dengan sebaik mungkin. Hari pertama mereka memperlihatkan kamar tidur semi permanen berukuran 3×4 yang ditempati oleh 10 siswa. Siapa pun dapat bergerak dan tidur di ruangan mana pun. Fasilitasnya juga sama, karpet dan bantal dipakai bersamaan.

Tak ketinggalan, mereka meminjamkan sarung kepada tamu yang ingin mengetahui cara memakai sarung. Jelaskan apa itu tradisi dan apa saja ibadah wajib dalam islam.

“Sarung ini merupakan tradisi para ulama besar sebelum kita, kita hormati dan ingat jasa-jasa mereka, salah satunya dengan meneruskan tradisi sarung di pondok,” kata David.

Para siswa ini pun bangun dan mengajak Victor dan teman-temannya untuk sahur, berbuka puasa, dan berbagai aktivitas lainnya. Santri juga memberikan bantuan jika menolak ajakan dan membutuhkan keperluan lain

“Kalau mereka mau belajar, kita temani, kita bangunkan juga subuhnya, kalaupun kemudian tidur lagi. “Mereka tidak puasa, kami tidak masalah, kami tunjukkan warung tempat mereka bisa sarapan,” kata David.

David dan ratusan siswa lainnya memandang dirinya sebagai teman yang patut dihormati, sama seperti ketika berteman dengan siswa lain, hanya saja berbeda keyakinan. Ia berharap dengan adanya program co-living ini tidak ada lagi kesalahpahaman dan setiap warga masyarakat dapat saling menghormati.

“Mereka berteman, seperti saat kita berteman dengan siswa lain. Terjadi diskusi, juga tentang keyakinan masing-masing. “Itu membuat kita lebih menghormati karena pada akhirnya kita juga punya keyakinan dan keyakinan masing-masing dan harus saling menghormati,” ujarnya.

Dialog antaragama untuk meningkatkan toleransi

Kegiatan tahun ini yang bertajuk Interfaith Dialogue ini diikuti oleh 40 mahasiswa dari berbagai kampus di Malang, Tulungagung dan Jakarta. Bentuknya, peserta menginap semalam, atau tinggal di antara empat titik tempat tinggal yang telah ditentukan. Peserta akan menginap di tempat yang menganut agama selain agama peserta.

“Kami ingin meningkatkan toleransi dan pemahaman bahwa ada kebenaran tentang agama lain, di luar keyakinan mereka,” kata Felix Sad Windu Wisnu Broto, ketua penyelenggara kegiatan Dialog Lintas Agama.

Panitia bekerja sama dengan empat pesantren yaitu Pondok Pesantren Sabilurrosyad Kota Malang sebagai Pondok Pesantren, Rumah Keluarga di Kecamatan Donomulyo untuk mengenal agama Kristen dan Katolik, Rumah Keluarga di Kecamatan Wagir Kabupaten Malang untuk belajar Agama Hindu. , dan rumah keluarga di Desa Boro, Kabupaten Malang untuk belajar agama Buddha.

Selama kegiatan berlangsung, panitia memperbolehkan peserta untuk melaksanakan ibadah sesuai dengan keinginan pemilik penginapan, selama tidak ada yang keberatan. “Seperti di Pondok Pesantren Sabilurrosyad, kyai memperbolehkan peserta untuk ikut tarawih bersama,” kata Felix.

Program ini awalnya merupakan program pengembangan karakter Universitas Ma Chung Malang. Namun pada tahun kedua mereka menyebarkan undangan melalui media sosial karena banyak peserta yang berminat di luar kampus.

Hasilnya ada peserta lain selain Ma Chung. “Ada dari Universitas Brawijaya, UIN, UKI dan Paramadina Jakarta, serta IAIN Tulungagung,” ujarnya. Kegiatan ini juga mendapat dukungan dari komunitas jaringan GUSDURian Malang.

(BACA: Dapatkan pahala di bulan Ramadhan melalui lagu religi)

Purnomo, dosen Ma Chung sekaligus penanggung jawab peserta di Pondok Pesantren Sabilurrosyad, mengaku kegiatan ini juga bertujuan agar para santri tidak terkejut ketika menemukan masyarakat dengan beragam keyakinan, setelah mereka menyelesaikan pelatihannya. . . Sementara menurutnya, sistem egaliter antar umat beragama diterapkan di lingkungan kampus.

“Tidak ada penonjolan agama apa pun di kampus. Misalnya pada bulan Ramadhan tidak ada kegiatan buka puasa, dan pada saat Idul Fitri juga tidak ada halal bi halal. Begitu pula saat Natal tidak ada perayaan keagamaan. Semua orang saling menghormati satu sama lain,” katanya.

Guru berharap siswa dapat memetik manfaat dari sikap saling menghormati dan toleransi dengan pemeluk agama lain. “Agama apa pun mengajarkan hal-hal yang baik. “Tanpa keimanan, kita tidak akan bisa mendorong rasa saling menghormati dan toleransi beragama,” katanya.

Malam itu, di Pondok Pesantren Sabilurrosyad, Joy, Victor, dan Yoyo makan bersama di nampan besar bersama empat santri lainnya. Bunyi gendang Maghrib menandakan waktu berbuka puasa bagi Darissalam, Abdilloh dan ratusan santri setempat.

Sementara itu, mereka juga mengadakan makan malam yang lezat untuk Joy, Victor dan Yoyo dalam persekutuan lintas agama. —Rappler.com

sbobet mobile