• November 25, 2024

Surat cinta untuk ibu-ibu Rembang

Bagaimana kabar Ny. Sukinah, Sakijah, Murwati, Rusmi, Surani, Gunarti, Ngatemi, Giyem, Suyati dan ibu-ibu yang ada di tenda? Semoga sehat selalu, selalu diberi kekuatan dan ketekunan dalam menjalani hidup.

Saya tahu, setelah hampir 300 hari berjuang untuk negara yang menjadi jagat raya Anda, hidup bisa jadi sangat menyakitkan. Dia difitnah, dituduh melakukan segala macam hal, dan yang paling parah dianggap sebagai penjahat yang sedang beraksi.

Ibu yang baik, percayalah siapa pun aku itu tidak penting, yang jelas aku terlahir dari wanita yang sama seperti ibu. Wanita hebat yang mengajarkanku untuk selalu teguh pada kejujuranku sendiri dan berpihak pada mereka yang tertindas.

Ibuku bukan orang besar. Dia hanyalah seorang wanita yang bekerja untuk membiayai saya kuliah agar saya bisa bekerja seperti sekarang.

(BACA: Inspirasi perlawanan warga Samin terhadap industri semen)

Saat aku melihat wajah ibumu, aku membayangkan ibuku ada di rumah. Apakah dia sehat? apakah dia makan Terlebih lagi, apakah dia tidur nyenyak hari ini?

Karena saya yakin Bu Sukinah yang baik, Bu. Sakiya, Ny. Murwati, Ny. Rusmi, Ny. Sirani, Ny. Gunarti, Ny. Ngatemi, Ny. Giyem, Ny. Suyati, dan ibu-ibu di tenda pasti sudah lupa bagaimana rasanya tidur nyenyak dan menikmati kedamaian.

Maaf Bu Sukinah, mungkin anda bertanya-tanya siapa saya? Seorang asing yang datang tiba-tiba bercerita tentang ibunya. Orang asing yang tiba-tiba merasa paling tahu tentang hidupmu, tentang tanah airmu, dan merasa paling paham tentang apa itu perjuangan.

Jujur saja ibu-ibu Rembang sayang, saya hanya manusia biasa. Orang-orang yang mungkin Anda temui mengantri untuk membeli bakso di lapangan sepak bola saat kompetisi tarkam dimulai. Oh maaf, terlalu banyak bicara pasti membuat ibu malu.

Saya menyadari bahwa apa yang Anda lakukan sangat melelahkan. Berjuang selama hampir satu tahun penuh, untuk sesuatu yang bisa sangat-sangat rapuh, berjuang untuk mendapatkan tanah dan perlindungan dari perusahaan serakah yang ingin memakan bumi negara Anda.

Saya tahu bahwa Anda mungkin telah mencapai titik terendah, titik di mana Anda mungkin berpikir “Ah, aku lelah, aku tidak kuat. Saya ingin mengeluh,” lalu menyerah. (Oh capek, gak tahan lagi, mau keluh).

Tapi saya tahu, ibu tidak berjuang untuk dirinya sendiri. Bu Sukinah tidak hanya berjuang untuk tampil di televisi atau menjadi terkenal, dia berjuang untuk hidupnya.

Ny. Sakija, Ny. Murwati, Ny. Rusmi, Ny. Sirani, Ny. Gunarti, Ny. Ngatemi, Ny. Giyem, Ny. Suyati dan ibu-ibu di tenda memperjuangkan sesuatu yang lebih besar dari uang. Anda semua ingin mewarisi tanah yang dapat menghidupi keluarga Anda selamanya.

Ibu-ibu Rembang, ibu-ibuku yang baik, izinkan aku menjadi anakmu sekali ini saja. Jadikan aku putramu untuk membuatmu bergairah. Izinkan saya untuk memikul sebagian beban, tuan dan nyonya.

Ibu tidak sendirian dalam perjuangan ini. Ini aku, teman-teman, yang ingin menjadi putramu. Menjadi seseorang yang bisa menghujani cinta dan harapan. Ibu tidak sendiri, ibu tidak pernah sendirian. Ibu adalah bagian dari diriku.

Ibu akan dibantu oleh banyak orang. Saudara-saudara akan melihat bahwa solidaritas kemanusiaan lebih kuat dan berharga dibandingkan sekedar dukungan atas nama uang.

Saya tahu ibu dianggap provokator, dianggap penjahat yang menentang pembangunan, dianggap antek yang aneh. Tapi siapa provokatornya? Siapa penjahatnya? Siapa kroni asingnya?

Apakah ibu-ibu yang lahir dan tinggal di Rembang merupakan provokator ketika Anda berusaha menjaga alam tempat Anda tinggal? Apakah ibunya seorang penjahat? Bagaimana jika Anda tinggal bersebelahan dengan pabrik yang tetap beroperasi sementara perselisihan di pengadilan masih berlangsung?

Apakah ibu orang asing? Bagaimana jika Anda bahkan tidak pernah tahu apa yang aneh sampai pabrik tersebut mencoba mengambil alih hak asuh kampung halaman Anda?

Bunda hanya tidak mau tinggal di kawasan yang sudah rusak karena alamnya dikeruk untuk kepentingan jangka pendek. Meninggalkan kerusakan alam yang sangat besar. Dimana Anda dijanjikan hanya menjadi buruh pabrik, padahal Anda sudah lama berdaulat dan hidup mandiri sebagai petani.

Apakah menjadi petani begitu memalukan hingga membutuhkan pabrik untuk menaikkan kehormatan? Menurutku tidak. Ini hanyalah pemikiran picik dari orang-orang genit yang sudah terlalu lama diperbudak oleh uang.

Saya yakin ibu adalah makhluk paling mulia yang diciptakan Tuhan. Lebih dari itu, setiap ibu adalah bidadari yang menjelma menjadi manusia. Ini bisa sekeras karang, tapi pada titik tertentu bisa menjadi sangat lunak.

Jadilah seseorang yang lebih luas dari lautan, seseorang yang lebih kokoh dari daratan. Seseorang yang kuat dan protektif seperti Pegunungan Kendeng yang selalu melindungi dan menyokong masyarakat sekitar Rembang, Pati, Grobokan dan Blora.

Gunung-gunung adalah ibu, pemberi kehidupan, pemberi kehidupan, dan lebih dari itu, pemberi tanah yang memuliakanmu.

Saya percaya bahwa semua ibu harus dihormati, dihormati, tidak dihina, tidak difitnah, dan yang terpenting, tidak dipukuli dengan nama apapun.

Hatiku terasa sakit hati, marah dan dendam melihatmu diperlakukan seperti ternak. Ditarik, diseret dan dipukuli oleh pemuda berseragam.

Untuk apa? Untuk nasionalisme? Untuk pabrik yang dibangun atas nama martabat bangsa? Untuk pabrik yang konon bikin hidup sejahtera?

Kemuliaan apa yang didapat dari memukuli ibu-ibu yang tidak berdaya? Perusahaan yang menggunakan kekerasan untuk memaksakan kepentingannya tidak akan pernah layak untuk ada.

Ibu-ibu Rembangku tercinta. Pada 16 April, Anda akan menghadapi putusan sidang di Indonesia. Anda akan mendapatkan wajah keadilan dari sistem hukum di Indonesia.

Anda bisa dipaksa untuk kalah, dipaksa untuk menerima bahwa sekeras apa pun Anda berusaha, akan selalu ada kekuatan yang lebih besar dari harapan.

Tapi saya harap kalian semua tetap tabah, apapun keputusan kalian, di mata saya dan teman-teman kalian lebih terhormat dari orang-orang yang menjadi budak modal.

Ibuku yang baik. Ini surat pertamaku. Setelah ini akan ada surat-surat lainnya. Surat dari sahabatku, mereka adalah anak-anakmu juga, mereka adalah manusia yang lahir dari ibu sekuat kamu.

Sekali ini saja, biarkan anak-anak Anda menulis surat kepada Anda. Supaya kamu kuat, supaya kamu tahu. Semua ibu tidak sendirian dalam perjuangan mereka. Kami bersamamu. Kami mencintai kalian. Kami akan berada di sana bersamamu. —Rappler.com

Arman Dhani adalah seorang penulis lepas. Saat ini ia aktif menulis di blognya www.kandhani.net. Ikuti Twitter-nya, @Arman_Dhani.


akun demo slot