Skenario yang mungkin terjadi pada 22 Juli
- keren989
- 0
Jakarta, Indonesia – Banyak spekulasi mengenai apa yang terjadi setelah KPU mengumumkan pemenang Pilpres 2014 pada 22 Juli 2014. Spekulasi tersebut antara lain potensi konflik horizontal di berbagai kota di Indonesia dan terbentuknya koalisi.
Rappler mengumpulkan informasi mengenai skenario yang terjadi setelah KPU mengumumkan pasangan presiden dan wakil presiden terpilih.
Koalisi
1. Skenario Joko “Jokowi” Widodo-Jusuf Kalla menang
Koalisi Merah Putih pendukung calon presiden dan wakil presiden Prabowo Subianto-Hatta Rajasa dipimpin oleh Gerindra. Koalisi ini diperkirakan akan melemah sebelum berkembang. Koalisi Merah Putih terdiri dari Partai Gerindra, Partai Golkar, Partai Demokrat, Partai Keadilan Sejahtera, Partai Amanat Nasional, dan Partai Persatuan Pembangunan.
Pengamat politik Ikrar Nusa Bakti mengatakan koalisi permanen akan sulit tercapai jika anggota koalisi tidak memiliki ideologi politik yang sama.
“Koalisi permanen mungkin terjadi jika dan hanya jika ideologi dan kepentingan politiknya sama,” katanya.
Hal serupa diungkapkan Direktur Eksekutif Pol-Tracking Institute Hanta Yuda. Ia menilai koalisi Merah Putih bersifat taktis atau hanya berdasarkan isu.
“Hampir tidak mungkin koalisi ini permanen. Partai politik di Indonesia berkoalisi hanya berdasarkan perolehan kursi di kabinet dan berdasarkan kesamaan ideologi, kata Hanta seperti dilansir Kompas.
Menurut dia, koalisi Merah Putih tetap hanya bersifat taktis, meski koalisi berlanjut hingga Selasa (22/7) mendatang, saat atau setelah hasil pemungutan suara ditetapkan KPU. “Misalnya mereka akan solid saat pemilihan Ketua DPR. Koalisi juga bisa kembali solid ketika dihadapkan pada rencana pemerintah menaikkan harga bahan bakar minyak bersubsidi, ujarnya.
Ikrar mengatakan, koalisi Merah Putih terdiri dari partai-partai yang punya banyak gaya. Ada partai Islam modern, partai Islam tradisional, dan partai nasionalis.
Pengamat politik M Qodari mengatakan, struktur kepemimpinan di partai politik mempengaruhi dukungan koalisi. Bisa jadi, dengan pergantian ketua umum, preferensi koalisi juga ikut berubah.
Mari kita telusuri satu per satu anggota koalisi Merah Putih.
-
Partai Golkar: Golkar diperkirakan akan keluar dari koalisi Merah Putih. Alasannya: Golkar tidak punya pengalaman menjadi oposisi. Jika melihat sejarah koalisi sebelumnya, Golkar memiliki fleksibilitas politik yang tinggi.
-
Partai Persatuan Pembangunan (PPP): PPP dinilai berpotensi melompati batasan. Apalagi, Ketua Umum PPP Suryadharma Ali saat ini tersangkut kasus dugaan korupsi penyelenggaraan haji di Kementerian Agama tahun anggaran 2012-2013. Belakangan ini, Wakil Ketua Umum PPP Emron Pangkapi menilai keikutsertaan partainya dalam koalisi Merah Putih adalah tindakan ilegal. Suryadharma mengambil keputusan tersebut tanpa melibatkan partai.
-
Partai Amanat Nasional (PAN): PAN diperkirakan akan tetap berada di koalisi Merah Putih. Namun, kata Qodari, ada faktor tokoh senior PAN Amien Rais. Amien dikenal memiliki fleksibilitas yang tinggi. Sebelum bergabung dengan koalisi Merah Putih, Amien sempat membahas duet presiden-wakil presiden, Joko “Jokowi” Widodo-Hatta Rajasa. Amien menyebut keduanya ibarat tokoh Soekarno-Hatta.
-
Partai demokrat: Partisipasi Partai Demokrat dalam koalisi Merah Putih belum jelas. Apalagi, saat pernyataan di Tugu Proklamasi, 14 Juli lalu, pihak pemerintah ini tidak mengirimkan wakilnya. Syarief Hasan, Ketua Harian Partai Demokrat, mengatakan Nachrowi Ramli, Ketua DPD Partai Demokrat yang hadir di Tugu Proklamasi, tidak mewakili partai pimpinan Susilo Bambang Yudhoyono itu.
-
Partai Gerindra: Sebagai pemimpin koalisi, Partai Gerindra tidak akan menyerah begitu saja. Apalagi, Gerindra sudah punya pengalaman sebagai oposisi.
Sementara itu, usai mengunjungi kantor Dewan Pimpinan Daerah PDI-P Banten di Serang, Jokowi menyatakan terbuka bagi parpol mana pun yang ingin bergabung mendukungnya bersama calon wakil presiden Jusuf Kalla.
“Kami terbuka. “Yang mau ikut membangun negara dengan baik ya harus dipertimbangkan,” ujarnya.
2. Skenario Prabowo Subianto-Hatta Rajasa menang
Koalisi parpol pendukung Jokowi-JK pun diperkirakan tidak akan solid jika Prabowo-Hatta menang. Saat ini, partai politik pendukung Jokowi-JK adalah Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (PDI-P), Partai Nasdem, Partai Kebangkitan Bangsa, Partai Hanura, dan PKPI.
Mari kita lihat satu per satu:
-
PDI-P: PDI-P tidak akan bergabung dengan koalisi pemenang pemilu. Apalagi, PDI-P mempunyai pengalaman sebagai partai oposisi, baik sebelum maupun sesudah era reformasi. “PDI-P adalah partai yang konsisten,” kata Ikrar.
-
Partai Kebangkitan Bangsa (PKB): PKB mungkin menjadi partai yang paling banyak diperebutkan karena memiliki basis massa Nadhlatul Ulama yang besar. Apalagi pasca Pemilu Legislatif 2014, PKB memperoleh perolehan suara yang signifikan yakni 9,31 persen. Peluang PKB untuk melompati pagar dinilai sangat besar. Apalagi NU selalu berkepentingan dengan posisi Menteri Agama, kata Qodari.
-
Partai Nasdem: Saat ini posisi Nasdem sulit diprediksi. Pasalnya, partai politik baru ini belum masuk DPR sehingga tidak ada satu pun keputusan politiknya yang bisa dijadikan acuan.
Politisi senior Gerindra Fadli Zon mengatakan, jika terpilih menjadi presiden, Prabowo akan menganut kubu Jokowi-JK.
Komitmen Pak Prabowo adalah membentuk tim yang terdiri dari orang-orang terbaik anak bangsa, termasuk dari kubu Jokowi, ujarnya.
Gugatan di Mahkamah Konstitusi
Kedua pasangan calon presiden dan wakil presiden diperkirakan akan berselisih paham pada Pilpres 2014 jika dinyatakan kalah. Terlebih lagi, beberapa hasil quick score dari lembaga survei menunjukkan bahwa margin antara pihak yang menang dan kalah sangatlah kecil. Hal ini membuat peluang terjadinya gugatan sengketa semakin tinggi.
Saat ini, tim sukses Prabowo-Hatta sudah menyatakan akan mengajukan gugatan pada Pilpres. Mereka mengaku sudah menyiapkan tim pengacara dan mengumpulkan pelanggaran-pelanggaran yang dilakukan Jokowi-JK.
“Tinggal dibuktikan di persidangan. “Kami juga melihat skalanya, apakah kecurangan itu bisa mengubah hasil pemilu presiden atau tidak,” kata Qodari.
Berdasarkan Peraturan Mahkamah Konstitusi Nomor 4 Tahun 2014, Mahkamah Konstitusi membuka penerimaan permohonan perselisihan hasil pemilihan presiden tiga hari setelah KPU mengumumkan terpilihnya presiden dan wakil presiden.
Rencananya, sidang Mahkamah Konstitusi akan dimulai pada 6 Agustus mendatang. Keputusan Mahkamah Konstitusi terkait sengketa pemilu presiden akan diumumkan dalam waktu 14 hari.
Baik Prabowo maupun Jokowi menyatakan akan menghormati keputusan KPU pada 22 Juli mendatang.
“Saya berkomitmen menghormati keputusan KPU pada 22 Juli, apapun hasilnya, selama keputusan tersebut melalui proses yang adil dan transparan,” kata Prabowo dalam siaran persnya, Rabu 16 Juli.
Kendati demikian, tim sukses kedua calon presiden menyatakan akan mengajukan sengketa pilpres ke Mahkamah Konstitusi jika kalah.
Keamanan
Pledge mengatakan, Presiden Susilo Bambang Yudhoyono akan berupaya semaksimal mungkin menjaga keamanan setelah presiden terpilih dan wakil presiden diumumkan.
“Presiden ingin meninggalkan warisan yang baik. Kalau tidak, nama pemerintahan SBY akan buruk, kata Ikrar.
Sementara itu, para peneliti Pusat Studi Strategis dan InternasionalPhilips Vermonte, menilai masyarakat Indonesia sudah cukup dewasa untuk menerima apapun keputusan KPU.
Justru elite politik yang tidak bisa menerima keputusan KPU karena mempertaruhkan segalanya, kata Philips.
Terkait protes besar-besaran setelah 22 Juli, peneliti politik Indonesia dari Australian National University Marcus Mietzner menilai hal tersebut bisa terjadi jika Jokowi-JK kalah. Alasannya, Jokowi-JK punya pendukung asli dari akar rumput. Para pendukung ini tidak dibayar. Mereka umumnya tidak terafiliasi dengan jaringan apa pun, termasuk jaringan yang dikelola elite politik.
Demonstrasi bisa terjadi jika keputusan KPU tidak sesuai dengan hasil quick score lembaga survei yang lolos audit Asosiasi Lembaga Survei dan Opini Publik.
Sebaliknya, kata Mietzner, pendukung Prabowo-Hatta umumnya pragmatis. Antusiasme mereka tidak sebesar pendukung Jokowi-JK.
Presiden pada hari Kamis juga menjamin bahwa situasi di Indonesia akan tetap aman setelah KPU mengumumkan hasil pemilihan presiden tahun 2014. Presiden memerintahkan Kapolri Jenderal Sutarman dan Panglima TNI Jenderal Moeldoko melakukan langkah preventif. – laporan tambahan dari Zul Sikumbang/Rappler.com