• October 6, 2024

Harga Stabil di Bulan Ramadhan, Tapi Daya Beli Turun?

Ramadan dan Idul Fitri di tengah ketidakpastian membuat konsumen cenderung menahan uang untuk menabung. Daya beli yang menurun, pendekatan ke sekolah juga menjadi alasan untuk menahan nafsu belanja.

Seperti dugaan awal, tidak mudah untuk disiplin menulis setiap hari. Apalagi jika muncul pekerjaan mendadak lainnya. Saya harus menyiapkan dua presentasi tentang bioteknologi.

Oke, mari kita mulai lagi #MyRamadanStories2015, begitu saya menyebutnya, atau #ramadanstories for Rappler Indonesia. Kali ini soal pasar yang beragam dan daya beli yang menurun.

(BACA: Bismillah, yuk kita mulai perjalanan Ramadhan tahun ini)

Awal pekan ini saya mengunjungi Pasar Grosir Tanah Abang Blok A, Jakarta Pusat. Sebenarnya tidak ada tujuan khusus. Apalagi jika ingin membeli pakaian. Saya pergi ke sana untuk menikmati suasana ramai pasar tekstil dan garmen paling terkenal di dunia.

Pengunjungnya tidak hanya berasal dari Indonesia, melainkan dari berbagai belahan dunia, termasuk Afrika dan Timur Tengah. Pasar ini dijalankan oleh perusahaan milik Djan Faridz, bos Partai Persatuan Pembangunan Koalisi Merah Putih.

Saat saya kesana, suasananya cukup ramai. Untuk sampai ke lobi Anda harus mengambil jalan memutar. Kemacetan lalu lintas dan mobil menjadi pemandangan rutin di kawasan ini. Di lobi, puluhan orang duduk menunggu kendaraan, atau kelelahan.

Saya menelusuri kios-kios yang ada di lantai dasar dan lantai 1. Deretan kios busana muslim cukup ramai. Beberapa dengan jelas menyatakan harga. Rp 75.000, Rp 100.000 atau diskon menarik.

“Agar pembeli minimal mau bertanya,” kata salah satu penjual. Di sampingnya ada seorang penjaga yang menguap dan mengangguk. Rupanya kios itu sepi pembeli.

Saya tanya ke kios jual baju muslim import dari korea selatan, dia memakai model penutup kepala (kap mesin). Berapa harga sebuah pakaian? Katanya harganya lebih dari Rp 400.000.

Tahun lalu saya membeli baju serupa di Thamrin City. harganya sama. Namun tahun ini, pembeliannya menurun.

“Biasanya minggu pertama (Ramadhan) seperti ini, omzetnya Rp 17 juta per hari. “Sekarang 6-7 juta,” kata penjaga warung.

Mereka masih berharap pembelian meningkat pada minggu ini hingga minggu depan, saat karyawan menerima Tunjangan Hari Raya (THR). Tapi ini pembelian eceran. Di Pasar Blok A mereka mengandalkan penjualan grosir dengan sistem kode.

Saya pergi mengunjungi seorang teman yang mempunyai warung di sana. Saya bertemu dengannya pada tahun 2009 ketika televisi tempat saya bekerja mengadakan acara bincang-bincang pasar menengah tentang calon presiden.

Hadir tiga calon presiden yaitu Ny. Megawati Sukarnoputri, Bpk. Jusuf Kalla, dan calon saat ini, Bapak. Susilo Bambang Yudhoyono. Hadir pula calon wakil presiden yakni Pak Wiranto dan Pak Prabowo Subianto.

Teman saya menjual sprei. Biasanya cukup ramai berbelanja menjelang lebaran. Kali ini omzet usahanya menurun hingga 30 persen.

Ada pula yang omzetnya stabil. Pakaian anak-anak. Tradisi membelikan baju baru untuk anak menyambut lebaran tak pernah surut. Orang tua seperti saya tidak lagi menganggap penting memakai baju baru.

Kalau beruntung, pembeli yang saya temui sedang menawar baju muslim berkata, “Beli yang lebih murah. Yang penting baju baru.”

Ibu ini hendak mudik ke Jawa Tengah. Dia membeli oleh-oleh untuk keluarganya. Anggaran belanja oleh-oleh pun dipangkas.

“Masalahnya, Idul Fitri bertepatan dengan awal tahun ajaran. “Harus bayar awal tahun ajaran dan seragam,” ujarnya.

(BACA: Harga Normal Sembako di Bulan Ramadhan)

Pagi ini saya singgah di Pasar Ngasem Yogya. Harga barang stabil. Sayur mayur, cabai merah, bawang bombay, dan tahu tempe masih menjadi menu andalan menjelang Ramadhan.

“Tidak diangkat. Kalau naik, kita akan dipanggil. “Inspektur baru saja berkunjung,” kata seorang penjual.

Presiden Joko “Jokowi” Widodo memang telah menginstruksikan para menterinya untuk menjaga harga bahan pokok tetap terjangkau selama Ramadhan dan Idul Fitri, dengan ketersediaan barang.

Siapa pun yang menaikkan harga kebutuhan pokok akan saya kejar, kata Jokowi. Dilihat dari situasi Pasar Ngasem, ancaman tersebut cukup efektif. Bahwa ada kecenderungan untuk mengerem pengeluaran karena situasi ekonomi yang tidak menentu.

Ekonom Faisal Basri yang kini tengah diminati, ditugasi pemerintahan Jokowi untuk membasmi mafia di sektor perekonomian, menyoroti lambatnya laju belanja pemerintahyang pada akhirnya mencakup keterlambatan pembayaran honorarium dan gaji.

Upaya pemerintah untuk mendorong pertumbuhan ekonomi dilakukan dengan berbagai cara. Dari sisi pasokan, kebutuhan pokok tetap terjaga. Operasi pasar dilakukan secara nasional. Program Gerai Maritim diluncurkan. Pemerintah juga akan menerbitkan aturan yang menaikkan batas penghasilan tidak kena pajak menjadi Rp3 juta.

Ini adalah kabar baik bagi perusahaan dan pekerja. Menteri Keuangan Bambang Brodjonegoro berharap kebijakan baru ini dapat mendongkrak konsumsi dalam negeri yang selama ini menjadi andalan pendorong pertumbuhan ekonomi. —Rappler.com

Uni Lubis adalah jurnalis senior dan Eisenhower Fellow. Dapat disambut di @UniLubis. Artikel ini adalah bagian dari Cerita Ramadhan.


taruhan bola