• September 24, 2024

Persiapan Idul Fitri bagi warga sekitar Gunung Raung

Persiapan lebaran bagi warga sekitar yang berada di radius 8 km Gunung Raung sudah rampung. Ketua RT bersikukuh tak mau mengungsi hingga Idul Fitri. Mengapa?

BONDOWOSO, Indonesia — Di tengah dinginnya udara, sore itu Nimah berjalan tanpa alas kaki bersama anjingnya, Dodi, menyusuri jalan setapak di perkebunan kopi dekat rumahnya. Untuk menahan hawa dingin, dia hanya mengenakan jaket biru.

Ia menjabat tangan Rappler dan memperkenalkan diri sebagai ketua RT di Dusun Sepanas, Desa Rejo Agung, Kecamatan Sumberwringin, Bondowoso, Jawa Timur.

Perempuan berusia 40 tahun ini merupakan “kepala suku” dari 25 kepala keluarga di dusun yang hanya berjarak 8 kilometer dari aktifnya Gunung Raung tersebut.

Nimah kemudian dengan cepat membawa kami ke ruang tamu sederhana. Rumahnya terbuat dari papan kayu dan alasnya dari tanah. Dia menyalakan satu-satunya senter yang dia gunakan untuk penerangan di rumah dan menyajikan dua jenis kue.

“Sebenarnya itu kue untuk Idul Fitri, tapi karena ini ada di sini, silakan saja,” katanya dengan sopan kepada Rappler. Lebaran masih lima hari lagi, terhitung sejak tanggal kami berkunjung, Senin 13 Juli.

Dua buah kue seukuran koin Rp 500 dengan hiasan wajah tersenyum membuat kami tersenyum sebelum menyantapnya.

Tapi benarkah Nimah benar-benar tersenyum saat membuat kue lucu ini? Mengingat saat ini ia berada dalam bayang-bayang letusan Gunung Raung. Gunung tersebut sewaktu-waktu bisa mengeluarkan lahar dan mengganggu rencana lebaran.

Tuan rumah yang tidak mau mengungsi

Lantas, apakah Nimah punya pemikiran untuk mengungsi saat Idul Fitri? “Tidak, kami tinggal sebagian di sini,” ujarnya karena akan menampung keluarga besarnya nanti.

“Akan banyak orang yang datang ke sini, saudara, keponakan, semua orang yang bermain di hari libur.”

Bahkan, saat liburan, seluruh saudara-saudaranya berkumpul di rumah sederhananya. Mengingat ia dan kakak laki-lakinya, Borakib, merupakan kakak beradik.

Keyakinannya untuk tidak mengungsi juga karena menganggap Gunung Raung belum meletus. Padahal pada pekan lalu, Senin, 6 Juli, dia mendengar suara gemuruh seperti air bah yang datang dari gunung. Selama 4 hari suara gemuruh itu tak asing lagi di telinganya.

“Gunung Raung belum erupsi,” kata Nimah.

Borakib menambahkan, jika Gunung Raung meletus, awan panas akan sampai ke rumahnya.

“Debunya bisa mencapai Banyuwangi hingga Jember,” ujarnya Borakib. Yang dimaksudnya adalah debu tebal hasil letusan Gunung Raung.

(DALAM FOTO: lava bercahaya Berg Raung)

Namun Nimah dan Borakib punya rencana dadakan jika gunung tersebut kembali meletus saat Idul Fitri.

“Kami lari saja,” kata Nimah.

“Naik sepeda motor,” kata Borakib.

Entah berapa kecepatan lari yang direncanakan Nimah, namun jarak tempat tinggalnya dengan pos pengungsian sekitar 7 kilometer. Pun dengan rute yang berbatu, terjal dan menanjak.

Kalaupun menggunakan sepeda motor, jarak rumahnya ke pos bisa lebih dari 30 menit.

Lagi-lagi Rappler tak bisa membayangkan Nimah yang berada di kawasan bencana tingkat II Gunung Raung bisa lolos dari ancaman hujan abu lebat dan lemparan pakaian bercahaya. Apalagi dengan menggunakan sepeda motor.

Bantuan untuk Nimah

Meski Nimah tidak berencana mengungsi, pemerintah menyiapkan bantuan untuknya dan tetangganya.

Ada 5 unit truk yang disediakan Koramil Sumberwringin untuk Nimah dan 50 warga yang tinggal di dusunnya, ditambah 196 warga lainnya yang tinggal di dusun bawah, Tol Barat.

Sekitar 1.747 petugas disiapkan untuk membawa Nimah dan ratusan warga lainnya. Dua orang diantaranya tinggal di desa untuk menjaga Nimah sambil mengamati awan yang naik dari Gunung Raung.

Namun bagaimana jika bantuan tersebut hanya cukup untuk Nimah? Bagaimana jika letusan berikutnya terjadi pada saat Idul Fitri, dimana seluruh keluarga besar mendaki ke puncak Dusun Sepanas?

Nimah belum memikirkannya, seolah belum memutuskan apakah akan memakai baju baru untuk lebaran atau yang sudah dimilikinya. —Rappler.com

SGP Prize