• November 27, 2024

Seperti Piala Dunia, pemilu menyemangati generasi muda Indonesia

JAKARTA, Indonesia – Sambil menikmati secangkir kopi dan di sela-sela kicauan kehidupan yang cepat dan penuh kemarahan, yuppies di sebuah kafe di sini meledak dengan sorak-sorai dan tawa riuh. Pada Sabtu malam, semua orang terpaku pada layar, tapi yang mereka tonton bukanlah Piala Dunia.

Pemilihan presiden Indonesia membuat generasi muda bersemangat. Sebagai sebuah tujuan yang sangat dinanti-nantikan, jawaban dan reaksi calon Gubernur Jakarta Joko “Jokowi” Widodo dan mantan komandan pasukan khusus Prabowo Subianto dalam debat calon presiden terakhir mengundang sorak-sorai dan tepuk tangan dalam salah satu pemilu paling ketat di Indonesia yang pernah terjadi.

Empat hari sebelum pemilu pada tanggal 9 Juli, gerakan pemuda Ayo Pilih atau “Ayo Pilih” melalui media sosial menyerukan generasi muda Indonesia untuk bergabung dalam kampanye nonton bareng atau menonton bersama untuk membahas perdebatan bersama, seperti pesta menonton Piala Dunia di negara yang gila sepak bola ini. Itu hanya ruang berdiri saja.

“Saya pikir Indonesia mengalami kemajuan dalam hal keterlibatan generasi muda. Inilah yang terjadi malam ini,” kata kontestan Johnson Pardomuan kepada Rappler pada Sabtu, 5 Juli.

Di negara demokrasi terbesar ketiga di dunia, generasi muda Indonesia yang paham Twitter menggunakan peluang seperti ini dan media sosial untuk menjadikan suara mereka sebagai penentu arah.

Lawan sikap apatis, kekecewaan

Generasi muda Indonesia merupakan sepertiga dari 187 juta pemilih terdaftar, sebuah kekuatan besar yang dapat mempengaruhi hasil pemilu yang tidak berjalan mulus. Ini adalah potensi yang ingin dimanfaatkan oleh kelompok seperti Ayo Vote dengan meningkatkan kesadaran tentang politik dan pemilu.

Ayo Vote mengadakan lokakarya dan forum informal di sekolah dan mal, lengkap dengan pertunjukan musik dan stand-up comedy untuk melibatkan generasi muda.

“Masalah utamanya adalah sikap apatis, karena dulu politik rezim Orde Baru itu kotor dan masyarakat menganggap politik itu kotor dan jauh dari mereka. Namun kami mencoba menunjukkan bahwa politik adalah kehidupan sehari-hari. Semuanya diubah oleh politik seperti pendidikan gratis, kesehatan gratis untuk semua,” kata anggota Ayo Vote Disna Harvens kepada Rappler.

Moderator diskusi, Harvens, mengatakan korupsi merupakan salah satu isu yang mematikan generasi muda. Endemik di Indonesia, korupsi menjadi isu utama bagi para pejabat tinggi mulai dari menteri, pimpinan partai berkuasa, hingga pejabat tinggi ketua Mahkamah Konstitusi ditangkap dan dijatuhi hukuman karena suap.

“Terlalu banyak korupsi. Korupsi ada dimana-mana. Kami mencoba mendidik masyarakat bahwa Anda tidak boleh mengesampingkan politik untuk mencegah korupsi. Ubah kandidat Anda. Sebenarnya ada orang baik yang punya integritas,” ujarnya.

Pada malam debat, orang-orang yang hadir dengan penuh semangat mendukung kandidat mereka. Meskipun perdebatan terfokus pada isu lingkungan hidup, energi dan ketahanan pangan, generasi muda Indonesia yang menyaksikannya mengatakan bahwa mereka lebih peduli terhadap lapangan kerja.

Negara dengan ekonomi terbesar di Asia Tenggara ini akan mengadakan pemilihan umum saat Indonesia menghadapi perlambatan pertumbuhan ekonomi, kesenjangan dan pembangunan infrastruktur yang buruk.

Pardomuan, seorang pengusaha, mengatakan kandidatnya memenangkan debat tersebut. “Ini bukan sekadar kampanye. Jokowi punya rekornya. Hal itu dilakukannya sebagai gubernur, dari Wali Kota Solo, dan di Jakarta sebagai Gubernur. Inilah yang kami lihat. Kami sedang belajar tentang dia.”

Ahli strategi TI Ayu Yoningthea (25) mengatakan kepada Rappler bahwa meskipun dia sudah memutuskan siapa yang akan dia pilih, nonton bareng membantu memberikan perspektifnya.

“Pilihan saya untuk Prabowo dan cukup mengejutkan saya melihatnya karena saya benar-benar tidak tahu lingkungannya, itu berpihak pada Jokowi. Ini membantu saya membuka pikiran, melihat bagaimana orang lain memandang Jokowi, apakah hal itu dapat mempengaruhi saya dalam proses pengambilan keputusan,” ujarnya.

BACA.  Kaum muda Indonesia mengatakan media sosial menjadi alternatif terhadap liputan media tradisional yang bias mengenai pemilu.  Foto oleh Ayee Macaraig/Rappler

Alternatif untuk laporan partisan

Media sosial memainkan peran penting. Dengan 65 juta pengguna Facebook dan Jakarta yang dinobatkan sebagai kota Twitter dunia, Jakarta semakin menjadi sumber informasi alternatif. Kaum muda beralih ke Internet di negara yang jaringan TV-nya dimiliki oleh para pemimpin partai politik, sehingga meliput kampanye dengan bias partisan yang jelas.

“Media sosial seperti media independen. Kami bebas memberikan pendapat kami. Kami menyatukan komunitas kami karena kebebasan berpendapat di media sosial sangat penting dalam pemilu kali ini,” kata Pardomuan.

Ketika para kandidat juga berkampanye secara online dan bahkan menyebarkan propaganda hitam, Yoningthea mengatakan bahwa netizen seperti dirinya juga menjadi semakin canggih.

“Bukan hanya Facebook. Kami punya Path, Twitter, semuanya, bahkan Instagram. Orang-orang mengungkapkan pemikiran mereka dan hal itu menyampaikan pesan kepada kita. Dengan adanya media sosial, kita memang ingin mengurangi jumlah masyarakat yang tidak mau memilih. Ini adalah cara yang baik untuk mengurangi angka tersebut,” katanya.

Harvens dari Ayo Vote mengatakan bahwa media tradisional tidak berbuat banyak untuk menjangkau generasi muda. Di sinilah media sosial dan konten multimedia mengisi kesenjangan tersebut.

“Kami mencoba mengedukasi masyarakat dengan menggunakan video, infografis agar lebih mudah karena banyak masyarakat yang tidak mau membaca koran. Bagaimana kalau kita sederhanakan, penjelasan satu menit agar lebih mudah?

PENINGKATAN KETERLIBATAN.  Keberhasilan munculnya partai pengawas debat pemilu membuat generasi muda Indonesia memiliki harapan akan keterlibatan politik.

‘Media sosial itu seperti sihir’

Kaum muda mengutip pemilihan gubernur Jakarta tahun 2012, di mana Jokowi memanfaatkan media sosial dalam kampanye seperti Obama yang menarik imajinasi para pemilih muda.

Meskipun TV masih menjadi media yang dominan di Indonesia, Harvens mengatakan media sosial akan memainkan peran yang lebih besar seiring dengan bangkitnya teknologi seluler.

“Banyak orang dari berbagai pulau menggunakan media sosial melalui ponsel. Kita tahu penetrasi internet semakin meningkat melalui penggunaan smartphone, yaitu smartphone murah. Siapapun bisa menggunakan smartphone,” ujarnya.

Melihat sekeliling kafe usai debat, Pardomuan mengaku optimis dengan pemilu dan masa depan Indonesia.

“Sekarang saya melihat generasi muda di Indonesia lebih banyak berpartisipasi dalam politik, ingin mengetahui lebih banyak tentang politik, menaruh hati dan kepeduliannya pada politik. Media sosial seperti keajaiban bagi kami. Ini adalah alat agar kami benar-benar bisa menyampaikan aspirasi kami dan bebas.” – Rappler.com

uni togel