• September 20, 2024
Penetapan tersangka dapat menjadi objek praperadilan

Penetapan tersangka dapat menjadi objek praperadilan

Mahkamah Konstitusi (KC) memutuskan penetapan tersangka merupakan perkara praperadilan. Harapan baru para tersangka?

Jakarta, Indonesia – Mahkamah Konstitusi (CC) menganugerahkan antara lain permohonan uji materi terhadap terpidana kasus bioremediasi Chevron Bachtiar Abdul Fatah pada Kitab Undang-undang Hukum Acara Pidana (KUHAP).

Mahkamah Konstitusi menyatakan pasal yang dimintakan Bachiar, yakni Pasal 1 angka 14, Pasal 17, dan Pasal 21 ayat (1) serta Pasal 77 KUHAP bertentangan dengan Pasal 1 ayat (3), Pasal 28D ayat (1 ) ) ), dan Pasal 28I ayat (5). ) UUD 1945 karena mengabaikan asas hak atas kepastian hukum yang adil.

Terhadap pasal 77 KUHAP, Mahkamah mengubah ketentuan mengenai objek praperadilan pada bagian tersebut dan menambahkan bahwa penetapan tersangka, penggeledahan, dan penyitaan termasuk dalam objek praperadilan.

Pasalnya, pada saat berlakunya KUHAP pada tahun 1981, penetapan tersangka belum menjadi persoalan krusial dan problematis dalam kehidupan masyarakat Indonesia, kata Hakim MK Anwar Usman saat membacakan putusan. seperti yang dikutip oleh Kompas.comSelasa 28 April 2015.

“Tindakan pemaksaan pada masa itu secara konvensional diartikan sebatas penangkapan, penahanan, penyidikan, dan penuntutan. Namun dewasa ini bentuk-bentuk tindakan pemaksaan telah mengalami berbagai perkembangan atau modifikasi, salah satunya adalah penetapan tersangka oleh penyidik ​​yang dilakukan oleh negara berupa pemberian label atau status tersangka kepada seseorang tanpa batas waktu yang jelas. membatasi.”

Tiga hakim menyatakan pendapat berbeda atas putusan ini.

Permohonan praperadilan Jero Wacik ditolak

Ironisnya, putusan tersebut dikeluarkan di hari yang sama dengan putusan PN Jaksel yang menolak permohonan mantan Menteri Kebudayaan dan Pariwisata, serta mantan Menteri ESDM, Jero Wacik, atas penetapan tersangkanya. untuk membatalkan, untuk menolak. statusnya oleh Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK).

Salah satu pertimbangan utama hakim dalam memutus perkara Jero adalah penetapan tersangka bukan menjadi objek praperadilan.

Permohonan praperadilan pemohon tidak termasuk dalam wilayah hukum praperadilan, kata Hakim Sihar Purba seperti dikutip. Di antara.

Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) pun menyambut baik keputusan hakim Pengadilan Negeri Jakarta Selatan tersebut.

Kami berharap keputusan ini juga mengakhiri dan menutup drama praperadilan yang sedang berlangsung, kata Rasamala Aritonang, anggota Biro Hukum KPK, seperti dikutip. media.

“Jadi harapannya ke depan, jika ada tersangka lain yang ingin mengajukan permohonan ke pengadilan negeri yang sama, sebaiknya dipikirkan kembali jika tidak ada dasar untuk menempuh proses tersebut.”

Dimulai oleh Budi Gunawan

Sejak Wakapolri Komisaris Jenderal Budi Gunawan mengajukan permohonan praperadilan terhadap Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) atas penetapan status tersangka oleh lembaga antirasuah tersebut, muncul kontroversi apakah penetapan tersebut seorang tersangka memang telah mengajukan keberatan praperadilan.

Berdasarkan KUHAP, sebelum diubah melalui putusan Mahkamah Konstitusi, tujuan proses hukum praperadilan adalah:

  1. Apakah penangkapan, penahanan, penghentian penyidikan, atau penghentian penuntutan itu sah atau tidak;
  2. Kompensasi dan/atau rehabilitasi bagi seseorang yang perkara pidananya dihentikan pada tingkat penyidikan atau penuntutan.

Identifikasi tersangka tidak disertakan.

Namun dalam kasus Budi, Hakim Sarpin Rizaldi di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan memutuskan dengan beberapa pertimbangan bahwa penetapan Budi sebagai tersangka oleh KPK tidak sah. Dengan adanya putusan tersebut, berarti penetapan tersangka diakui Sarpin sebagai objek praperadilan.

Berniat mengikuti jejak sukses Budi, sejumlah tersangka lainnya pun berbondong-bondong mengajukan gugatan praperadilan. Daftar ini memuat nama-nama mantan pejabat dan petinggi partai politik bahkan seorang pedagang ternak.

Sejauh ini belum ada satupun yang berhasil.

(BACA: Anomali Praperadilan Budi Gunawan)

Pengamat: MK sudah keterlaluan

Mahkamah Konstitusi rupanya sependapat dengan Sarpin. Hal tersebut, menurut Direktur Riset Asosiasi Pemantau Peradilan Indonesia (MAPPI) Dio Ashar, merupakan langkah yang tergolong berlebihan.

“Mahkamah Konstitusi harus menafsirkan secara sederhana apakah pasal yang diuji bertentangan dengan UUD atau tidak. Sedangkan pada pasal 77 KUHAP, putusan MK memuat muatan baru, kata Dio.

Menurut dia, para tersangka yang ditolak gugatan praperadilannya kini punya harapan baru dengan keluarnya putusan MK yang menggolongkan penetapan tersangka sebagai objek praperadilan.

“Ada potensi mereka akan mengajukan Peninjauan Kembali (PK) dengan menjadikan putusan MK sebagai bukti baru,” kata Dio.

Akankah?Rappler.com

Result SGP