• November 26, 2024

Ada ketertarikan Jokowi terhadap konflik Golkar

Konflik internal di Partai Golkar nampaknya masih jauh dari selesai.

Kedua kubu, baik yang dipimpin Aburizal “Ical” Bakrie maupun Agung Laksono, sama-sama merasa berada di pihak yang benar. Meski konflik seperti ini sudah menjadi hal biasa di kancah politik nasional, namun sangat disayangkan Golkar juga akhirnya harus mengalami hal serupa, untuk pertama kalinya dalam 50 tahun terakhir.

Sebagai salah satu partai politik terbesar di negeri ini yang memiliki sejarah panjang dan mengakar, konflik di tubuh Golkar akan berdampak besar terhadap arah politik nasional ke depan.

Ada beberapa hal menarik yang bisa kita bahas dari konflik internal Partai Golkar.

Pertama, Ical menyatakan, di bawah kepemimpinannya, Golkar akan tegas mendukung Koalisi Merah Putih (KMP) yang mengusung mantan calon presiden, Prabowo Subianto. Lalu, sesaat setelah dilantik sebagai ketua umum versi Musyawarah Nasional (Munas) di Bali, di hadapan wartawan, Ical mengatakan Golkar akan menolak Perppu Pilkada dan mendorong pelaksanaan pilkada tidak langsung, agar semakin banyak kader Golkar. menjadi pemimpin daerah.

Namun, Ical tiba-tiba berubah sikap dan bersama partai lain di lingkungan KMP mendukung Perppu Pilkada.

Di sisi lain, kubu pimpinan Agung Laksono sejak awal sudah mengutarakan keinginannya agar Golkar keluar dari KMP. Menurutnya, Golkar tidak pernah menjadi partai oposisi sepanjang sejarahnya. Dalam pemikirannya, Golkar harus selalu berpihak pada pemerintah yang berkuasa.

Jika melihat berbagai manuver politik yang dilakukan kader Partai Golkar maupun parpol lainnya, maka ada satu hal yang dapat disimpulkan: KMP semakin goyah dan terancam bubar.

Harus diakui, KMP mampu memberikan warna berbeda dalam bidang politik Indonesia di awal berdirinya. Meski sempat diragukan, KMP justru tetap solid ketika segelintir calon presiden dan wakil presiden yang didukungnya akhirnya kalah. Dengan menguasai mayoritas kursi di DPR, KMP bisa memberikan tekanan kepada Koalisi Indonesia Raya (KIH) dan pemerintahan Joko “Jokowi” Widodo.

KMP segera bubar?

Namun kekompakan partai politik di lingkungan KMP perlahan memudar. Seperti halnya Golkar, hal serupa juga terjadi di tubuh Partai Persatuan Pembangunan (PPP).

Lambat laun kekompakan partai politik di KMP memudar. Seperti halnya Golkar, hal serupa juga terjadi di PPP.

Yang mengejutkan, Achmad Dimyati Natakusumah, Sekretaris Jenderal Kubu PPP Ketua Umum Djan Faridz, mengatakan dirinya dan kader PPP lainnya merasa tidak mendapat manfaat apa pun dengan bergabung di KMP. Menurut dia, PPP hingga saat ini belum mendapat jabatan penting baik di DPR maupun MPR. Ia secara tersirat membuka kemungkinan bergabung dengan KIH.

Mempersatukan partai-partai di lingkungan KMP bukanlah perkara mudah. Alasannya sederhana, yakni karena KMP hanya berkuasa di parlemen sehingga tidak banyak “jatah” yang bisa disalurkan ke politisi. Di sisi lain, KIH sebagai otoritas eksekutif memiliki lebih banyak posisi strategis. Suka atau tidak suka, kekuasaan selalu menjadi tujuan politik.

Dinamika yang terjadi harus dipahami dengan baik oleh para petinggi di KMP, khususnya Prabowo Subianto, Ketua Umum Partai Gerindra.

Prabowo bersama pimpinan KMP lainnya langsung bergerak cepat dan mengubah haluan, setelah mendapat ancaman halus dari mantan presiden yang juga Ketua Umum Partai Demokrat, Susilo Bambang Yudhoyono (SBY). Selain mengingatkan akan kesepakatan KMP dan Demokrat yang dibuat pada 1 Oktober, SBY juga bertemu dengan Jokowi di Istana Merdeka.

KMP langsung menyatakan dukungannya terhadap Perppu Pilkada dengan harapan agar Demokrat tetap berada di KMP atau setidaknya menjadi partai netral yakni tidak termasuk dalam dua koalisi yang ada.

Dengan situasi saat ini, tidak mengherankan jika KIH dan pemerintahan Jokowi ikut berperan, meski bisa dipungkiri.

Intervensi Jokowi?

Jokowi belajar dari kepemimpinan SBY selama sepuluh tahun dan tentunya tahu betul betapa pentingnya dirinya mendapatkan dukungan parlemen. Berbagai kebijakan pemerintahannya hanya bisa berjalan lancar jika ia mampu meredam kebisingan politik sedemikian rupa. Dan sejauh ini dia belum bisa mendapatkannya karena KIH masih tercoblos di DPR.

Selama ini berbagai pernyataan dan sikap yang dikeluarkan atau ditunjukkan pemerintahan Jokowi menunjukkan ingin melemahkan KMP.

Dalam kasus Golkar misalnya, Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia Yasonna Laoly tidak bertindak secepat saat mengukuhkan Romahurmuziy sebagai pimpinan PPP. Bahkan, terlihat secara kasat mata bahwa jumlah kader yang hadir pada Munas Golkar versi Ical jauh lebih banyak dibandingkan Munas versi Agung, begitu juga dengan Munas PPP versi Romahurmuziy jika dibandingkan. . ke akun Suryadharma Ali tentang Musyawarah Nasional.

Pada saat yang sama, Wakil Presiden Jusuf Kalla secara implisit condong mendukung kubu Golkar yang dipimpin Agung. Jusuf Kalla sendiri memiliki sejarah yang kurang harmonis dengan Akbar Tanjung, pimpinan lama Golkar yang berada di kubu Ical.

Pertarungan antara kubu Ical dan Agung akan menjadi kunci masa depan KMP di peta politik Indonesia. Jika Ical kalah dari Agung, dipastikan KMP benar-benar tumbang. Dengan keluarnya Golkar dari KMP, langkah partai-partai kecil lainnya untuk keluar dari KMP semakin tak terbendung.

Jika hal itu akhirnya terwujud, maka Jokowi bisa tidur nyenyak. —Rappler.com

Tasa Nugraza Barley adalah konsultan komunikasi yang pernah menjadi jurnalis di sebuah surat kabar berbahasa Inggris di Jakarta selama dua tahun. Dia suka membaca buku dan bertualang, dan dia sangat menikmati rasa kopi yang diseduh. Ikuti Twitter-nya @garsbanget


Singapore Prize