Polisi menangkap Saut Situmorang karena mengkritiknya di Facebook
- keren989
- 0
Saut terlibat kasus pencemaran nama baik, ia dijerat UU ITE. Namun, rekan-rekan sastrawannya mengatakan, seharusnya kasus Saut tidak ditangani polisi karena hanya sekedar perdebatan sastra.
YOGYAKARTA, Indonesia – Penyair Saut Situmorang dijemput paksa oleh 3 petugas polisi dari Polres Jakarta Timur di rumahnya, Jalan Parangtritis, pada Kamis pagi, 26 Maret 2015. Dia kemudian dibawa ke Jakarta dengan kereta api untuk diperiksa penyidik sebagai saksi.
Saut terpaksa menjemputnya dan tidak muncul dalam dua panggilan penyidik Polres Jakarta Timur.
Saut mengatakan meski tak memenuhi panggilan, ia sudah mewakili dirinya bersama pengacaranya, Iwan C. Pangka.
“Tadi polisi muncul, wah kaget banget. “Saya punya pengacara,” kata Saut.
Dalam kunjungan Rappler, sekitar 20 penulis hadir di rumah Saut dan memberikan dukungan moril.
Saut dilaporkan oleh penyair Fatin Hamama karena mengkritiknya di media sosial Facebook.
Antara Saut, Fatin dan Denny YA
Permasalahan antara Saut dan Fatin bermula dari terbitnya buku tersebut 33 Tokoh Sastra Indonesia Paling Berpengaruh yang diluncurkan pada 3 Januari 2014 di Pusat Dokumentasi Sastra HB Jassin.
Nama Denny Januar Ali, pemilik Lingkaran Survei Indonesia, disebut-sebut sebagai salah satu dari 33 tokoh sastra bersama Chairil Anwar dan WS Rendra. Denny dinilai berpengaruh karena ia yang memeloporinya genre puisi esai. Hal ini menuai kritik dari kalangan sastra.
Pembahasannya ada di halaman grup Facebook Buku Anti Bodoh 33 Tokoh Sastra Indonesia Paling Berpengaruh.
Ratusan penulis dari berbagai kota menolak buku tersebut karena merasa ada “kepentingan” di balik penerbitan buku tersebut. Mereka juga punya petisi lokasi Ubah.org.
Kontroversi berlanjut ketika Maman S. Mahayana, dosen Universitas Indonesia, salah satu penulis buku tersebut, menyatakan bahwa penerbitan buku tersebut dibiayai oleh Denny. Ia mengundurkan diri dari Tim 8 yang menyusun buku tersebut, dan meminta agar lima esai yang ia tulis di buku tersebut ditarik kembali.
Nama Fatin mulai mencuat ketika Ahmadun Yosi Herfanda, Kurnia Effendi, Sihar Ramses Simatupang, dan Chavcay Saifullah yang juga terlibat dalam penulisan buku tersebut menyatakan bahwa mereka dimanfaatkan Fatin dalam proyek tersebut. Mereka pun meminta agar tulisannya dihapus dari buku tersebut.
Fatin memberikan pernyataan terbuka yang menyangkal keterlibatannya dalam penerbitan buku tersebut. Surat tersebut telah diunggah ke website perpustakaan on line milik Denny.
Dalam perbincangan di grup Facebook di atas, penulis Iwan Soekri menyebut Fatin penipu. Fatin tak terima dan kemudian melaporkan Iwan ke Polres Jakarta Timur pada April 2014 atas tuduhan pencemaran nama baik.
Pada Oktober 2014, Saut juga dilaporkan Fatin ke kantor polisi yang sama karena komentarnya soal pemeriksaan Iwan di grup Facebook. Dia menulis: “Tidak mau tahan dengan hibrida.”
Apakah ini masalah perdebatan sastra atau hukum?
Menurut Puthut EA, salah satu penulis yang mengunjungi kediaman Saut Situmorang pada Kamis pagi, 26 Maret, kasus Saut merupakan masalah besar bagi demokrasi di Indonesia.
“Dulu para penulis saling adu mulut, saling mengumpat adalah hal yang lumrah. “Dan persoalan ekspresi adalah persoalan budaya,” kata Puthut.
Iwan Pangka, kuasa hukum Saut Situmorang, mengatakan persoalan ini sebenarnya menjadi perdebatan publik di dunia sastra. Namun, kemudian terseret ke dalam masalah interpersonal. Fatin tidak punya etika yang baik, kata Iwan.
“Ini persoalan kebebasan berekspresi dan regulasi yang sudah lama digunakan untuk menjerat masyarakat. Sayangnya, yang biasa digunakan oleh pemerintah, justru dimanfaatkan oleh kawan-kawan yang seharusnya memperjuangkan hal tersebut. Fatin punya masalah besar dengan penulis Indonesia, tambah Puthut.
Pembelaan rekan Saut
Kuasa hukum Saut, Iwan, mengatakan, baru kali ini seorang penulis dipolisikan berdasarkan UU ITE karena perdebatan sastra.
“UU ITE diperlakukan pengkhianat dalam hal ini. “Kami terpaksa menangani kasus ini,” kata Iwan.
Katrin Bandel, istri Saut Situmorang yang juga kritikus sastra, mengatakan Saut hanya berekspresi saat mengatakan “bajingan”.
Fitnah adalah menebar fitnah,” kata Katrin.
Netizen mendukung Saut melalui #SaveSaut
Selain rekan, netizen juga membuat tagar #SaveSaut untuk memberikan dukungan moral kepada penyair tersebut.
Sebagian dari mereka menyayangkan penjemputan paksa Saut.
Dilepasnya Saut Situmorang bukan hanya karena dia adalah Saut Situmorang. Tapi karena kita punya akal sehat, maka hal itu tidak boleh dianggap remeh. #SimpanTumis
— Edward S Kennedy (@propaganjen) 26 Maret 2015
Pantaskah literatur polemik dijerat dengan tuntutan pidana? #SimpanTumis #Petir
— Mamat Suryadi (@MamatSuryadi07) 26 Maret 2015
Secara pribadi, saya tidak peduli dengan kontroversi buku 33 pakar sastra itu, tapi kita harus melakukannya #SimpanTumis karena pasal 27 ayat 3 UU ITE sangat arghhh. Lihat!
— Chandra Agusta (@PemudaBelati) 26 Maret 2015
Fatin sedang dalam masalah besar, termasuk orang-orang di belakangnya. Dukungan untuk garam akan tumbuh~@Puhutea #SimpanTumis
— Irwan Bajang (@Irwanbajang) 26 Maret 2015
—Rappler.com