• November 27, 2024

Sabdatama dan acara tokoh perempuan di Keraton Yogyakarta

YOGYAKARTA, Indonesia —Sultan Hamengku Buwono sabdatama pada hari Jumat, 6 Maret, di Bangsal Kencana. Sultan HB

Saat itu Sultan menyatakan Keraton Yogyakarta dan Kadipaten Pakualaman adalah satu kesatuan. Kerajaan Mataram Islam mempunyai adat istiadat, budaya, sistem hukum dan pemerintahan tersendiri yang terus menjaga nusantara.

Sabdatama kemudian mendapat dukungan besar hingga akhirnya Undang-Undang Hak Khusus (SRA) diterima sebagai landasan hukum pemberian hak khusus kepada Daerah Istimewa Yogyakarta (SIY).

Berbeda dengan tiga tahun lalu, Sabdatama kali ini (belum) mendapat banyak dukungan. Hal tersebut justru menimbulkan banyak pertanyaan terkait munculnya peluang bagi perempuan untuk memimpin DIY.

Perintah tertinggi ini ditujukan untuk urusan dalam negeri keraton, intinya melarang siapa pun membicarakan keberhasilan Keraton Yogyakarta. Sabdatama juga dimaksudkan sebagai landasan pembahasan Rancangan Peraturan Daerah Khusus (Raperdais) tentang pengisian jabatan Gubernur dan Wakil Gubernur DIY pada Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) DIY.

8 poin Sabdatama:

  1. Tidak ada seorang pun yang dapat mengambil alih kekuasaan istana (Raja).
  2. Tidak ada seorangpun yang dapat memutuskan atau membicarakan Mataram, apalagi peraturan-peraturan mengenai raja keraton, termasuk peraturan-peraturan pemerintahan yang dapat diputuskan oleh raja.
  3. Siapa pun yang diberi jabatan harus mengikuti perintah raja yang memberi jabatan itu.
  4. Bagi setiap orang yang merasa menjadi bagian dari alam dan ingin menyatu dengan alam, patut diberikan dan diperkenankan melaksanakan petunjuk-petunjuk yang dapat diungkapkan secara reliabel, yaitu mengetahui siapa dirinya, hingga asal usulnya. Itu semua sudah diatur dan tidak bisa diganggu gugat.
  5. Siapapun yang merupakan keturunan keraton baik laki-laki maupun perempuan belum tentu diberikan perintah mengenai suksesi keraton yang ditandai. Jadi, kalau bilang suksesi pemerintahan keraton, khususnya pejabat keraton tidak boleh, maka itu salah.
  6. Sabdatama ini muncul sebagai tolak ukur dalam membicarakan apapun termasuk para pangeran keraton dan negara-negara yang menggunakan hukum.
  7. Sabdatama sebelumnya terkait dengan Peraturan Daerah Khusus dan Dana Khusus.
  8. Jika perlu untuk membenahi hukum hak istimewa yang mendasar dan mengubah undang-undang tersebut, hanya itu yang perlu dipahami dan dilakukan.

Usai sabdatama disampaikan, Sultan HB X langsung masuk ke dalam istana sehingga tidak ada waktu untuk penjelasan lebih lanjut. Gusti Bendara Pangeran Harya (GBPH) H Prabukusumo, pembantu Sultan sekaligus adik laki-lakinya, mengaku sudah tidak tahu lagi maksud perintah raja tersebut. Ia mengaku tidak terlibat dalam persiapannya.

Setelah informasi mengenai sabdatama ini muncul di media, beragam reaksi bermunculan. Tidak ada kerabat keraton yang bersedia diwawancarai, mengingat instruksi Sultan untuk tidak membahasnya lebih lanjut. Hanya GBPH H Prabukusumo yang bersedia berbicara kepada media.

Hak prerogatif Sultan dan ‘paugeran’

“Presiden, menteri, gubernur, bupati, wali kota dan sebagainya punya hak prerogatif masing-masing. Namun, dalam mengeluarkan kebijakan ini, konstitusi yang berlaku juga harus memperhatikan.

Sedangkan bagi seorang Sultan, hak prerogratifnya harus diperhatikan mengatur,” kata GPBH H Prabukusmo saat ditemui di Kantor KONI DIY, Selasa pagi, 10 Maret 2015.

Paugeran merupakan peraturan adat Keraton Yogyakarta yang sudah berlangsung sejak lama. Bentuknya tertulis atau lisan. Paugeran biasa juga disebut dengan konstitusi atau hukum dasar keraton.

GBPH H Prabukusumo menegaskan, paugeran menetapkan jabatan Sultan harus diisi oleh laki-laki. Ia pun menyatakan akan tetap bersuara untuk menyampaikan kebenaran meski Ngarso sudah memerintahkan Dalem untuk tidak membicarakan suksesi.

“Saya berkata yang sebenarnya. Kita harus memahami, menghargai dan menghormati Paugeran. “Kita tidak bisa begitu saja mengubah kebiasaan yang sudah berlangsung lama,” kata GBPH H Prabukusumo.

Kenapa harus laki-laki?

Persoalan suksesi Keraton Yogyakarta sedang hangat diperbincangkan, seperti halnya Sultan HB. Sedangkan Sultan sepanjang sejarah selalu laki-laki.

Kelima putri Sultan:

  1. Gusti Raden Ajeng Nurmalita Sari alias Tuan Ratu Pembayun
  2. Gusti Raden Ajeng Nurmagupita alias Gusti Kanjeng Ratu kondrokiron
  3. Gusti Raden Ajeng Nurkamnari Dewi alias Gusti Kanjeng Ratu Maduretno
  4. Gusti Raden Ajeng Nurabra Juwita alias Gusti Kanjeng Ratu terlambat
  5. Raden Ajeng Nurastuti Wijareni alias Gusti Kanjeng Ratu Bendoro

Di tengah berbagai pertanyaan seputar sabdatama dan siapa yang akan terus memimpin Istana, GBPH H Prabukusumo menjelaskan kepada kita pertanyaan penting: “Mengapa Sultan harus laki-laki?”

“Gelar dan nama Sultan sudah mengacu pada laki-laki. Asma Dalem ‘Hamengku Buwono’ menampilkan seorang laki-laki. Sultan adalah Sulthon yang artinya pendeta, dan imam adalah laki-laki. Gelar Khalifatullah berarti laki-laki yang ditugasi Allah menjadi khalifah di dunia ini untuk mendakwahkan Islam, jelas GBPH H Prabukusumo.

Gusti Prabukusumo kemudian menambahkan, “Gelar Sayyidin Panatagama artinya pemimpin laki-laki yang mengatur agama apa pun. Jadi, meskipun kerajaan Islam, umat agama lain tidak perlu takut karena pemimpin Islam harus adil, bijaksana, dan bijaksana kepada semua orang. Selain gelar dan nama, nama keluarga penampilan rumah dan warisannya jelas bahwa Sultannya pasti laki-laki.”

Hal ini tidak akan menjadi kontroversi yang berkepanjangan

Terkait suksesi ini akan menjadi ujian penting bagi Sultan HB X. Setiap sikap dan kebijakan yang berkaitan dengan sabdatama dan suksesi ini akan menentukan penghormatan masyarakat terhadap raja. Wajar jika melakukan hal yang benar maka rakyat akan semakin mencintai rajanya, sedangkan jika tidak maka yang terjadi justru sebaliknya.

Untuk itu GBPH Prabukusumo yang juga menjabat sebagai Ketua KONI DIY akan aktif mengoreksi dan mengingatkan Sultan jika ada kesalahan terkait paugeran. Gusti Prabu yakin Sultan akan bertindak bijak di masa depan.

“Apa yang saya lakukan dengan berbicara kepada media dan masyarakat luas bukan berarti saya berani berbicara kepada Sultan. Sebaliknya, saya membela Sultan karena saya merasa saat mengeluarkan sabdatama, Sultan sedang dalam tekanan. “Saya menilainya dari perbedaan sikap dan kebijakan Sultan selama ini,” pungkas GBPH H Prabukusumo.

Agar tidak terjadi hal-hal yang tidak diinginkan di kemudian hari, Gusti Prabukusumo ingin masyarakat turut serta dalam pengawasan pemerintah dan juga pembahasan Raperdais.

“Masyarakat harus berani membela kebenaran. “Salah satunya dengan mengirimkan surat ke pihak Keraton, Kepatihan, dan DPRD, tapi ingat semuanya disampaikan dengan santun, tentu Sultan dan kita semua puas dengan masukan tersebut,” pesan GBPH H Prabukusumo kepada masyarakat Yogyakarta.

Jika setiap elemen masyarakat bisa menyampaikan pandangannya dan memberikan kritik yang membangun, tentu lebih baik dibandingkan kontroversi suksesi yang terus menerus terjadi. Bersama-sama membangun daerah, lanjut Gusti Prabukusumo, akan menjadikan Yogyakarta istimewa. —Rappler.com

Keluaran SGP Hari Ini