Tinggalkan zona nyaman Anda untuk berpolitik
- keren989
- 0
Ketiga tokoh ini rela merelakan kenyamanannya demi politik. Apa yang mereka dapatkan dengan terjun ke dunia politik?
JAKARTA, Indonesia – Yunarto Wijaya tidak pernah menyesal meninggalkan pekerjaannya yang bergaji tinggi di sebuah bank swasta internasional untuk menjadi konsultan politik.
Kini lulusan Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Parahyangan itu menjabat direktur eksekutif kantor konsultan politik Charta Politika. Ia mengaku bekerja di bidang yang disukainya.
Menurutnya, lebih dari 50 persen waktu manusia dihabiskan di tempat kerja. Sedangkan sisanya dibagi kepada keluarga, teman dan lain-lain.
Hal ini membuatnya berpikir bahwa lebih baik ia bekerja di bidang yang membuatnya bahagia, daripada bekerja dan menghabiskan sebagian besar waktunya bekerja di bidang yang tidak ia sukai.
Selain itu, kiprahnya sebagai konsultan politik memungkinkannya merambah kelompok sosial di berbagai lapisan masyarakat.
“Bekerja sebagai konsultan membuat saya bisa bersosialisasi dari level tertinggi hingga terendah,” kata Yunarto saat membuka sesi diskusi politik pada festival Indonesia Youth Conference (IYC) 2014 di Jakarta, Sabtu (8/11).
Yunarto pun berbagi pengalamannya menjadi konsultan politik, mulai dari melihat siswa bersekolah melalui jembatan, masyarakat yang hanya mendapat akses air bersih tiga hari sekali, hingga menyaksikan kehidupan awak super jet yang berkuasa dengan uangnya.
Terlibat langsung dalam pengambilan keputusan
Sedangkan Yenny Wahid yang merupakan putri sulung presiden keempat Indonesia, mendiang. Abdurrahman “Gus Dur” Wahid mengatakan, terjunnya dia ke panggung politik karena melihat proses politik adalah cara tercepat untuk mengambil keputusan.
Keputusan yang diambil dalam proses politik akan mempengaruhi kehidupan masyarakat Indonesia di masa depan, termasuk ketiga anaknya yang masih kecil.
Alhasil, Yenny memutuskan terjun ke dunia politik, sekaligus terus memperjuangkan nilai-nilai yang diwarisi ayah, kakek, dan kakek buyutnya, Hasyim Asyari – pendiri organisasi Islam terbesar di Indonesia, Nahdlatul Ulama ( SEKARANG) .
Yenny juga mengajak para pemuda untuk selalu terlibat dalam berbagai inisiatif untuk mengartikulasikan pandangan, ide, dan pemikirannya. Ia juga berpesan kepada generasi muda untuk tidak langsung terjun ke dunia politik praktis tanpa mendapatkan pengalaman profesional dan memasuki pekerjaan di bidang lain.
Menurutnya, generasi muda yang ingin terjun ke dunia politik saat bekerja profesional di bidang lain pasti tahu apa yang akan dibicarakan, misalnya harus bicara soal upah minimum provinsi.
“Traveling digunakan untuk melihat dunia agar terbuka wawasannya,” kata Yenny sembari menceritakan pengalaman travellingnya selama kuliah di Harvard University, Amerika Serikat.
Di sana ia melihat proses politik yang memberinya perspektif terhadap keputusan politik yang diambil oleh Presiden George Bush Jr. karena invasi Irak saat itu dapat mempengaruhi berbagai peristiwa di negara lain, termasuk Indonesia.
Sementara bagi politisi Partai Golkar sekaligus mantan anggota Volksraad periode 2009-2014, Nurul Arifin, politik adalah sebuah pilihan dan panggilan. Ia menyayangkan banyak politisi yang masuk ke sistem politik hanya untuk mendapatkan status, namun tidak menjalankan politik sesuai dengan isinya.
“Jika ingin terlibat dalam proses produksi kebijakan, masuklah ke dalam sistem karena kebijakan dirumuskan dan dihasilkan melalui peraturan perundang-undangan,” ujar mantan aktris tersebut.
“Politisi harus menghormati (mandat) yang dipercayakan rakyat dan bekerja sebagai politisi untuk menghasilkan kebijakan yang berpihak pada rakyat. “Kelihatannya normatif, tapi memang substansinya,” imbuh Nurul.
Nurul pun mengakui, politisi mencari kemenangan untuk meraih kekuasaan yang nantinya digunakan untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat.
Ia menegaskan, politik tidak bisa dipisahkan dari kehidupan sehari-hari. Ia bahkan mengatakan urusan di ranjang juga bisa bersifat politis, seperti keputusan suami istri berapa jumlah anak yang ingin dimiliki.
“Politik itu segalanya, bahkan tubuh kita pun politis,” kata Nurul. —Rappler.com