Kisah dibalik pertemuan Jokowi dan Anis Migrant Care
- keren989
- 0
Ada kekesalan dalam suara Jokowi yang menanyakan alasan semua orang ribut setelah dia menolak grasi.
JAKARTA, Indonesia — Direktur Migrant Care Anis Hidayah berada hampir 800 kilometer dari Istana Negara di ibu kota Jakarta. Tepatnya di kota Jember, Jawa Timur.
Namun panggilan telepon dari staf khusus presiden memecah suasana pada Senin malam, 27 April. Dia tidak mengantuk.
Staf Khusus Sekretaris Kabinet Teten Masduki adalah orang pertama yang menghubunginya. Teten meminta Anis segera terbang ke Jakarta karena Presiden Joko “Jokowi” Widodo ingin bertemu dengannya pada Selasa, 23 April. Waktunya dijadwalkan, 12:30 siang.
“Wah. Sudah malam. Bingung. Buruan cari tiket kereta api jam 12.30 ke Surabaya,” kata Anis kepada Rappler, Rabu, 29 April.
Anis sudah kehabisan akal. Intinya, dia harus tiba di Istana Negara pada pukul 11.00.
Tapi Anis senang. Ia mendapat tiket kereta api ke Surabaya pada tengah malam, lalu langsung berangkat ke bandara keesokan paginya.
Sesampainya di Jakarta, Anis tak sempat mandi dan langsung bergegas menuju Istana dan menemui staf khusus antara lain Teten Masduki, Jaleswari Pramodhani, dan Alex Lay.
Tanpa basa-basi lagi, jajarannya mengajak Anis berdiskusi tentang perkembangan kasus Mary Jane dan persiapan perayaan Hari Buruh 1 Mei mendatang.
Anis tidak sendiri, organisasi buruh lain juga turut diundang. Ada konfederasi buruh lainnya, KSBI, KSPI dan KSPSI.
Tepat pukul 12.30, Anis dan perwakilan buruh bertemu dengan Presiden Jokowi. Presiden didampingi Menteri Ketenagakerjaan Hanif Dhakiri, Sekretaris Kabinet Andi Wijayanto, dan Staf Khusus Presiden, serta Menteri Sekretaris Negara Pratikno.
Tanggapan Jokowi
“Bu Anis membela Mary Jane kan?” kata Presiden Jokowi begitu melihat Anis masuk ke ruang rapat. Anis mengangguk.
Ia mulai menceritakan kronologi dan temuan organisasi buruh baik di dalam maupun luar negeri.
Termasuk perkembangan kasus Mary Jane Veloso di Filipina. Salah satunya adalah kisah Maria Kristina Sergio, wanita yang diduga merekrut Mary Jane yang menyerahkan diri ke polisi beberapa hari lalu.
(BACA: Perekrut Mary Jane Menyerah ke Polisi)
Anis melanjutkan ceritanya dengan menyebut nama Siti Zaenab, seorang pekerja Indonesia (TKI) yang menjadi korban penyiksaan majikannya di Arab Saudi.
Anis lah yang memohon pada Zaenab. Anis juga menemani keluarga Zaenab selama bertahun-tahun.
“Saat saya bercerita tentang Zaenab yang akhirnya dieksekusi, saya menangis. Saya terdiam untuk waktu yang lama. Pak Jokowi juga diam saja, ujarnya.
Anis berani bertanya kepada Presiden Jokowi, “Kalau Mary Jane juga jadi korban Pak?”
Anis kemudian memaparkan hasil pendataan fakta di lapangan berbagai lembaga swadaya masyarakat, seperti Komnas Perempuan.
“Ini bukan cerita yang dibuat-buat, Pak. Banyak kasus serupa,” ujarnya.
Jokowi merenung. Lalu ia mulai menyinggung angka-angka Badan Narkotika Nasional (BNN) tentang korban narkoba.
Ada kekesalan dalam suara Jokowi yang menanyakan alasan semua orang ribut setelah dia menolak grasi. Jokowi juga menyinggung soal penghormatan terhadap hukum.
“Pak Jokowi agak emosional. Saya tidak marah. Mungkin bersemangat. Karena dia sudah menandatangani penolakan terhadap pengampunan Mary Jane, kata Anis.
Perbincangan saat makan siang kemudian beralih ke perancangan acara Hari Buruh. Anis menyampaikan pentingnya menjamin jaminan perlindungan hukum bagi pekerja migran yang rentan terhadap ancaman hukuman mati dan eksekusi.
Tidak ada janji dari pertemuan itu. Namun sore harinya, Anis mendapat kabar bahwa Jokowi sedang menggelar rapat khusus terkait eksekusi narapidana narkoba, termasuk Mary Jane.
“Saya mendapat secercah harapan. Tapi rasanya ya pada Dan mati. Apalagi Jaksa Agung bahkan sudah menyatakan eksekusi akan tetap berjalan, kata Anis.
Tadi malam, Anis mendapat informasi bahwa Presiden Filipina meminta pemerintah Indonesia menunda eksekusi Mary Jane dengan alasan sedang menyelidiki perekrutnya.
Saya kira masukan dan upaya bersama semua pihak, termasuk dukungan global terhadap kasus Mary Jane, akhirnya membuat Presiden Jokowi sepakat untuk menunda eksekusi Mary Jane, kata Anis.
Terinspirasi oleh aktivis hak asasi manusia?
Menteri Sekretaris Negara Praktik punya versinya sendiri. Menurutnya, seperti diberitakan Situs web Sekretariat KabinetKeputusan penundaan hukuman mati Mary Jane Veloso diambil setelah Presiden menerima laporan mengenai proses hukum yang sedang berjalan di Filipina.
Selain itu, kata Prasetyo, Presiden Jokowi juga mengakomodir protes aktivis buruh migran.
Presiden Jokowi mendengarkan dan memperhatikan suara para aktivis kemanusiaan yang terus mendampingi beliau dalam menjalankan tugas konstitusionalnya, kata Pratikno. —dengan laporan dari Febriana Firdaus/Rappler.com