• September 20, 2024

Belajar memanusiakan orang di Q! Festifal Film

Ini adalah ringkasan yang dibuat oleh AI, yang mungkin memiliki kesalahan. Untuk konteksnya, selalu rujuk artikel selengkapnya.

Q! Festival film ini diputar pada 11 hingga 20 September 2015 di berbagai lokasi di Jakarta

Sebagai generasi 90an, ada satu hal yang masih melekat di ingatan saya tentang topik pembahasan toleransi dalam pelajaran Pendidikan Pancasila dan Kewarganegaraan di sekolah dasar.

Sebagai bagian dari bangsa Indonesia, saya harus memiliki rasa toleransi dan menghargai orang lain yang berbeda suku, agama, ras, dan golongan. Mengapa? Karena semboyan resmi negara ini adalah Bhinneka Tunggal Ika yang artinya walaupun kita berbeda-beda, kita tetap satu kesatuan sebagai satu bangsa yaitu bangsa Indonesia.

Namun seiring berjalannya waktu, saya dihadapkan pada kenyataan bahwa keberagaman yang ada di Indonesia tidak hanya sebatas persoalan SARA saja, namun juga persoalan gender dan orientasi seksual.

Lalu apakah konsep toleransi yang saya pelajari di sekolah dasar tidak layak untuk dimaknai secara luas, termasuk memiliki toleransi terhadap teman yang mempunyai ketertarikan seksual di luar konteks heteronormatif atau lesbian, gay, biseksual, transeksual, interseks dan lain-lain? interogasi (mempertanyakan orientasi seksual) atau LGBTIQ?

Persoalan ini menjadi menarik untuk dibahas, baik dalam perbincangan di kedai kopi maupun di media sosial, apalagi belakangan ini setelah kampanye #LoveWins mendapatkan perhatian di Amerika Serikat. Pada saat yang sama, masyarakat Indonesia kemudian menjadi fasih berbicara dalam kerangka agama atau moral dengan kecenderungan menghakimi kelompok LGBTIQ dan memaksa mereka untuk kembali ke jalan lurus, apapun versi jalan lurus tersebut.

Bagi sebagian orang sudah tidak ada lagi ruang untuk kata-kata toleransi atau diskusi atas persoalan seperti ini karena bagi mereka di dunia ini hanyalah persoalan hitam putih saja, ibarat laki-laki harusnya menikahi perempuan. Untungnya, masih ada generasi muda Indonesia yang masih mau membahas persoalan ini dan ingin membuka ruang diskusi lebih mendalam dengan menggelar festival film bertema LGBTIQ di Jakarta.

‘100% Manusia’

Kelompok LGBTIQ juga 100% manusia. Ini adalah salah satu tema yang Q! Festival film ke-14, satu-satunya festival film bertema LGBTIQ di negara dengan populasi Muslim terbesar di dunia.

Menariknya, festival film ini telah berjalan secara konsisten selama 14 tahun, di tengah gempuran protes kelompok ekstremis pada tahun 2002, 2003, dan ancaman fisik pada tahun 2010.

Memberikan pendidikan kepada masyarakat awam tentang komunitas LGBTIQ dengan menayangkan film, juga dengan mempromosikan toleransi, hak asasi manusia dan kesadaran tentang bahaya HIV/AIDS serta perlindungan terhadap kelompok minoritas dan perempuan merupakan suatu pencapaian yang luar biasa.

Festival ini menyajikan gambaran komprehensif bahwa kaum LGBTITQ tidak hanya identik dengan kesenangan, menjadi bahan tertawaan di acara televisi, atau melakukan kehidupan seks bebas. Ada spektrum lain yang menarik untuk dicermati dan menyadarkan kita bahwa mereka juga manusia dan bukan warga kelas dua.

Tahun ini, lebih dari 110 film bertema LGBTQ dari 5 benua diputar. Festival ini juga menyambut 7 tamu internasional untuk memberikan gambaran lebih jelas tentang film-film yang diputar. Tak hanya itu, berbagai diskusi, konser musik, tes HIV/AIDS gratis, dan pasar barang bekas juga digelar sebagai pelengkap festival yang berlangsung pada 11 – 20 September 2015 di Jakarta.

Ada sesuatu yang progresif terjadi di Q! Festival Film dua tahun terakhir yakni Sekolah Tinggi Teologi Jakarta, sekolah menengah atas pendidikan calon pendeta gereja tertua di Indonesia, sebagai salah satu tempat pemutaran film bahkan pembukaan festival pada 11 September mendatang.

Banyak senyuman di aula STT Jakarta ketika Pdt. Stephen Suleeman mengatakan gereja di Indonesia harus memahami masalah ini dan merangkul serta melindungi kelompok LGBTQ. Pendapat ditunggu-tunggu untuk didengarkan di mimbar.

Festival film ini merupakan ajang belajar toleransi versi kedua, setelah yang kita dapatkan di bangku sekolah dasar. Belajar memahami bahwa toleransi tidak hanya sebatas SARA saja, perbedaan orientasi seksual juga harus mendapat tempat di dalamnya. Ketika perbedaan tersebut tidak lagi menjadi masalah karena mereka juga manusia.

Untuk melihat jadwal lengkap pemutaran film di Q! Festival Film, kunjungi halamannya Facebook ada di sini. —Rappler.com

BACA JUGA:

Lewi Aga Basoeki adalah seorang pengacara perbankan dan keuangan. Ingin tahu perspektifnya tentang dunia? Ikuti ceritanya www.lewiagabasoeki.blogspot.com dan ikuti Twitter-nya, @legabas.


sbobet mobile