Pencari suaka yang terdampar di Aceh dipindahkan ke laut
- keren989
- 0
Mereka dipindahkan ke lokasi yang lebih baik karena GOR Lhoksukon ‘tidak layak lagi’.
KUALA CANGKOI, Indonesia – Setelah ditampung selama tiga hari di Gedung Olah Raga (GOR) Lhoksukon, Kabupaten Aceh Utara, ratusan pencari suaka asal Myanmar dan Bangladesh dipindahkan ke pinggir laut di Tempat Pendaratan Ikan Kuala Cangkoi pada Rabu sore, 13 Mei. Situs (TPI). , Kecamatan Lapang.
Proses pemindahan 586 imigran etnis Rohingya asal Myanmar dan Bangladesh tersebut dilakukan dengan menggunakan puluhan bus dan truk milik pemerintah Aceh Utara dan kepolisian setempat. Para pendatang tersebut, termasuk perempuan dan anak-anak, membawa perbekalan sandang dan pangan sumbangan warga Aceh Utara dalam bentuk paket.
Tidak ada rilis resmi. Para pendatang berebut menaiki bus dan truk yang disiapkan di halaman GOR. Ratusan warga Aceh Utara berdiri di sekitar GOR menyaksikan pemindahan mereka. Beberapa perempuan Aceh terlihat menitikkan air mata.
(BACA: Warga Aceh Ingin Adopsi Anak Rohingya)
Sesampainya di Kuala Cangkoi, sekitar 16 kilometer dari Lhoksukon, pengungsi laki-laki dan perempuan beserta anak-anaknya, termasuk sejumlah balita, dipisahkan. Laki-laki ditempatkan di musala. Di sini mereka dibagi menjadi dua kelompok. Muslim Rohingya duduk bersama. Kelompok lainnya, orang Bangladesh. Sedangkan perempuan dan anak-anak ditempatkan di gedung terpisah.
Sesampainya di Kuala Cangkoi, hanya ada beberapa nelayan di TPI. Namun dalam waktu 30 menit, ribuan warga desa di Lapang berbondong-bondong menggunakan mobil dan sepeda motor untuk menemui para pendatang tersebut.
Muhammad Kasem (40), seorang pendatang asal Bangladesh yang bisa berbahasa Melayu, berharap warga di tempat barunya juga ramah dan mau membantu seperti yang ditunjukkan masyarakat Lhoksukon.
“Orang-orang di sana sangat baik. Mereka banyak membantu kami. Saya tidak tahu bagaimana rasanya di sini. “Mudah-mudahan mereka membantu kami seperti di sana,” ujarnya sambil membawa bungkusan pakaian pemberian masyarakat Lhoksukon.
Di Kuala Cangkoi ada tiga bangunan yang digunakan sebagai tempat tidur mereka. Sedangkan mushola bisa digunakan umat Islam untuk menunaikan salat. Tenda juga didirikan di dekat gedung yang digunakan sebagai pos komando dan dapur umum.
(BACA: Kisah Pencari Suaka yang Terdampar di Aceh)
Begitu pengungsi datang dan ribuan warga datang, tiga perempuan Kuala Cangkoi langsung menggalang dana untuk kebutuhan imigran gelap yang rencana awalnya mengadu nasib di Malaysia. Mereka bertiga berkeliling sambil membawa kotak-kotak bekas air mineral kepada setiap warga dan berkata, “Ayo bantu mereka dengan sejumlah uang.”
“Inisiatif penggalangan dana datang tiba-tiba tadi pagi setelah kami tahu akan dibawa ke sini. Kami memberi tahu kepala desa, dan dia setuju. “Makanya kami mengumpulkan dana dari warga yang datang,” kata Akmar, salah satu penggalang dana.
Hanya dalam waktu satu jam, kata dia, sekitar Rp 500 ribu terkumpul di kotaknya. Hingga malam hari, orang yang datang terus berganti-ganti. Mereka rela berkumpul di luar gedung, tempat para pengungsi beristirahat sambil menunggu proses pendataan.
Pendaftaran imigran
Puluhan pegawai Kantor Imigrasi Lhokseumawe dibantu sejumlah tim International Organization for Migration (IOM) dan Komisaris Tinggi PBB untuk Pengungsi (UNCHR)dikerahkan untuk mendata pendatang yang terdampar di Pantai Seneudon, Aceh Utara, Minggu 10 Mei lalu.
Pendataan pencari suaka dilakukan satu per satu dan diawali dengan pengambilan cap jempol. Kemudian nama mereka dituliskan pada selembar kertas. Selanjutnya, imigran tersebut diminta untuk mengangkat selembar kertas bertuliskan namanya untuk difoto. Hingga Rabu malam, pendataan masih berlangsung.
Pejabat Penerangan Publik UNHCR, Mitra Salima Suryono, yang ditanya wartawan di Kuala Cangkoi, mengatakan shelter baru ini lebih baik dibandingkan GOR Lhoksukon.
“Kami memastikan kebutuhan mereka terpenuhi. Pemerintah daerah dan masyarakatnya sangat baik. “Bantuan tidak berhenti mengalir,” ujarnya.
Ia menambahkan bahwa UNHCR dan IOM akan melakukan registrasi imigran. Hasil pendataan tersebut menjadi acuan UNHCR dalam menyikapi kasus imigran Rohingya, termasuk kemungkinan penempatan di negara ketiga pemberi suaka politik.
Seorang pejabat IOM yang menolak disebutkan namanya memperkirakan mereka akan berada di Aceh lebih lama. Selain itu, proses pendataan memerlukan waktu karena setiap pendatang akan diwawancarai satu per satu. – Rappler.com