Laporan Merah Jokowi tentang Papua
- keren989
- 0
Meskipun banyak perhatian terfokus pada gerakan #SaveKPK, banyak yang tidak menyadari bagaimana perusahaan pertambangan, PT Freeport Indonesia, berhasil lolos (sekali lagi) dari larangan ekspor mineral. Hari ini (25/1) merupakan batas akhir jaminan raksasa pertambangan yang berbasis di Timika, Papua itu mampu membangun smelter yakni pabrik pemurnian dan pengolahan mineral.
“Kemarin mereka mendapat kerja sama dengan PT Petrokimia Gresik. “Jadi Freeport bisa melanjutkan ekspor mineralnya,” kata Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral Sudirman Said saat saya hubungi, Minggu sore (25/1). Batas waktu penyelesaian pembangunan smelter tersebut adalah tahun 2017.
Tahun lalu, Freeport mendapat izin ekspor bahan baku tambangnya. Padahal, dalam UU Minerba, per 14 Januari 2014, ekspor bahan tambang mentah dilarang. Dampak dari larangan ini adalah semua perusahaan harus membangun smelter di dalam negeri. Pemerintahan Susilo Bambang Yudhoyono memberikan keringanan kepada Freeport dengan cara nota kesepahaman (MoU) yang isinya memuat bukti keseriusan membangun smelter di dalam negeri.
MoU seperti ini juga berlaku bagi industri pertambangan lainnya. Alasan yang dikatakan industri pada saat itu adalah bahwa mereka bisa mati tanpa ekspor. Persatuan Pengusaha Mineral Indonesia menggugat UU Minerba ke Mahkamah Konstitusi. MK menolak gugatan tersebut. Menurut MK, pelarangan ekspor mineral mentah beralasan untuk melindungi sumber daya alam.
Batas waktu MoU Freport adalah kemarin, 24 Januari 2015. Menteri Sudirman Said mengungkapkan kekesalannya dalam rapat kerja di DPR pekan ini karena Freeport lamban memenuhi janji membangun smelter. “Kalau sampai 25 Januari 2015 tidak ada progres pembangunan smelter ya, izin ekspornya harus kita hentikan,” kata Sudirman, Kamis (22/1) di Senayan, Jakarta.
Direktur Utama Freeport Indonesia Maroef Sjamsoeddin mengatakan, pihaknya mengakuisisi lahan seluas 60 hektare di Gresik. Maroef, mantan Wakil Kepala Badan Intelijen Negara, mengakui Freeport lambat berkembang. Maroef, adik mantan Menteri Pertahanan, Letjen Sjafrie Sjamsoeddin, baru mengambil alih jabatan pimpinan bisnis Freeport di Indonesia pekan lalu. Perwira tinggi TNI AU ini mengaku mendorong karyawan Freeport untuk mempercepat proses pembangunan smelter ini.
Ekspor mineral yang berkelanjutan merupakan salah satu keberhasilan Freeport lolos dari tenggat waktu. Pemerintah melalui Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral dan PT Freeport juga sepakat untuk memperpanjang pembahasan amandemen kontrak hingga enam bulan ke depan. Dalam MoU tersebut terdapat berbagai permasalahan antara lain masalah royalti, pengurangan lahan, pajak bahkan divestasi. Kewajiban membangun smelter tersebut tertuang dalam MoU. Pemerintah berdalih ingin meningkatkan manfaat bagi masyarakat Papua.
Freeport di bawah rezim Jokowi
Rezim berubah, pemerintahan berubah, Freeport tidak pernah kehilangan cara untuk melanjutkan bisnisnya yang menguntungkan di Papua. Prof. Sadli, ekonom era Presiden Soeharto, mengatakan ketika kontrak kerja pertama ditandatangani pada 1967, pemerintah yang belum berpengalaman memanfaatkannya sebagai momentum untuk menunjukkan keterbukaan Indonesia terhadap investasi asing. Kontrak generasi pertama memberikan peluang bagi Freeport untuk bersuka ria menambang kekayaan dari perut bumi Kepala Burung.
Urusan Freeport selalu melibatkan kroni penguasa. Di dalam buku Freeport dan rezim Suharto, yang ditulis oleh Denise Leith, menggambarkan elite pemerintah dan swasta yang pernah menikmati bisnis Freeport. Dari Bob Hasan, Abdul Latief hingga Aburizal Bakrie. Hal ini terjadi saat Soeharto dan Menteri Pertambangan dan Energi Ginandjar Kartasasmita. Buku ini juga menyinggung proposal bisnis pengolahan limbah Freeport yang dilakukan perusahaan yang terkait dengan keluarga Ginandjar. Hal itu ditolak.
Perluasan pembahasan MoU Freeport yang diberikan pemerintahan Presiden Joko “Jokowi” Widodo memerlukan revolusi spiritual berupa transparansi isi kontrak agar dapat diketahui masyarakat. Urusan bisnis mega pertambangan andalan Freeport McOran, perusahaan induk yang berkantor pusat di New Orleans, AS, dan dikenal sebagai bisnis yang memiliki koneksi kuat dengan pemerintah dan elite militer, selalu menjadi barometer kebijakan pro-rakyat. setiap rezim yang berkuasa di Indonesia.
5 Janji Jokowi untuk Papua
Saat kampanye pemilu presiden di Papua, Juni 2014, Jokowi mengutarakan lima janji untuk Papua, jika terpilih menjadi presiden. Papua dipilih sebagai tempat Jokowi menjalankan kampanye pertamanya. Jokowi didampingi istrinya, Iriana, ke Kampung Yoka. Di sana dia memenuhi janjinya.
Pertama, meningkatkan kesejahteraan prajurit dan guru di perbatasan.
Kedua, Jokowi berjanji akan mengatasi masalah pengangguran.
Jokowi mengaku prihatin sumber daya alam di Papua tidak dikelola dengan baik, bahkan dikelola asing, sehingga masyarakat tidak menikmati kesejahteraan. Kita ingin sumber daya alam digarap dan dikelola di sini, pabrik dibuat di sini, uang beredar di sini, sehingga masyarakat Papua bisa sejahtera, kata Jokowi.
Ketiga, Jokowi berjanji akan memberantas konflik di Papua.
“Kuncinya adalah komunikasi. “Jika pemimpin rutin mengunjungi masyarakat maka akan terjadi dialog,” ujarnya. Jokowi berjanji akan mengunjungi Papua tiga kali dalam setahun.
Keempat, Jokowi berjanji akan membangun tol laut hingga Papua.
“Sekarang semen di Jawa 50 ribu, di Papua bisa satu juta. Mengapa? Karena biaya transportasi. “Dengan tol laut bisa tertangani,” kata Jokowi.
Janji kelima, Jokowi akan melakukan negosiasi ulang dengan perusahaan asing di Papua.
“Kami tetap harus menghormati kontrak, saya belum membeberkan nama perusahaannya. Kalau kita tidak menghormati kontrak, maka tidak akan ada yang mempercayai kita,” kata Jokowi. Semua orang tahu, kalau bicara Papua dan renegosiasi kontrak luar negeri, yang dimaksud adalah bisnis Freeport Indonesia. Operasi penambangan Newmont di Sumbawa.
Mengesampingkan HAM di Papua
Urusan rezim berkuasa dengan Papua bukan hanya soal Freeport. Yang selalu menjadi sorotan adalah persoalan penegakan hak asasi manusia. Papua merupakan satu-satunya tempat di Indonesia yang belum sepenuhnya terbuka bagi jurnalis asing. Pemerintah pusat dan pihak berwenang menilai Papua belum sepenuhnya aman dari konflik bersenjata dan tindak kekerasan.
Tahun baru ini, di hari pertama, tiga orang yang berpatroli di kawasan Freeport dibacok hingga tewas oleh orang tak dikenal. Dua dari tiga korban meninggal pada 1 Januari 2015 merupakan anggota Brimob Polri. Mereka adalah Brigadir Dua Riyan Hariansyah, 22 tahun, dan Brigadir Dua M. Adpriadi, 22 tahun.
Riyan dibacok dan ditembak di berbagai bagian tubuhnya, sedangkan Adpriadi tewas akibat ditusuk pisau. Korban lainnya adalah Suko Miartono, 33 tahun, anggota keamanan Freeport.
Ketiganya meninggal hanya tiga hari setelah Presiden Jokowi tiba di Papua untuk merayakan Natal bersama. Jokowi hadir di sana pada 27-28 Desember 2014. Rencana kehadiran Jokowi di Papua menuai kontroversi. Masyarakat Papua kecewa karena Jokowi tidak bertindak tegas, bahkan bungkam atas aksi brutal yang dikenal dengan tragedi Paniai, 8 Desember 2014. Empat warga Papua tewas dan 21 lainnya luka-luka dalam bentrokan antara warga sekitar dan petugas di Enarotali, Paniai, Papua. Sebuah kado Natal yang pahit manis bagi masyarakat Papua, dan datang hanya dua hari menjelang tanggal 10 Desember yang diperingati sebagai Hari Hak Asasi Manusia.
Sekretaris Kabinet Andi Widjajanto mengatakan, Jokowi sengaja tidak memberikan pernyataan terkait kekerasan di Paniai, sambil menunggu investigasi menyeluruh oleh TNI, Polri, dan tim independen. Jokowi, kata Andi, menerima tiga laporan kasus Paniai dari Sinode Kemah Alkitab Papua, Komnas Perempuan, dan Persatuan Gereja-Gereja Indonesia.
“Ada indikasi aparat bertindak di luar mandatnya,” kata Sekretaris Kabinet Andi. Laporan awal yang diterima pemerintah juga menyebutkan senjata dan amunisi yang menewaskan warga juga berasal dari TNI/Polri. Andi mengatakan, Jokowi mungkin akan mengambil sikap setelah berkunjung ke Papua dan bertemu warga di sana.
Bahkan, saat Natal di Papua, Jokowi bungkam soal Paniai Berdarah. Demikian pemberitaan Rappler Indonesia tentang kunjungan Jokowi ke Papua.
Kapolri Jenderal (Pol) Sutarman mengatakan, pihaknya sedang berjuang mengusut kasus tabrakan yang menyebabkan tewasnya siswa SMP di Paniai. Kasus ini menambah panjang daftar korban sipil dan pejabat di Cendrawasih. Kebanyakan kasus tidak pasti.
Ironisnya, salah satu resep yang diterapkan Jokowi adalah rencana pembentukan Kodam baru di Papua. Jokowi juga akan membentuk komando militer baru di Manado, Sulawesi Utara.
Menurut Direktur Eksekutif Imparsial Poengky Indarti, rencana Jokowi bertentangan dengan reformasi TNI. Imparsial menolak pembentukan komando teritorial karena bernuansa ingin mengembalikan peran militer seperti pada masa Orde Baru. Masyarakat sipil menyerukan pembentukan Komisi untuk menyelidiki Pelanggaran Hak Asasi Manusia sesuai dengan Undang-Undang Hak Asasi Manusia No. 3/1999.
Pernyataan Lembaga Bantuan Hukum Jakarta bisa baca di sini.
Implementasi pembentukan KPP HAM dan pengusutan menyeluruh tragedi Paniai menjadi barometer keseriusan Presiden Jokowi dalam menjunjung tinggi HAM, sebagaimana tertuang dalam janji kampanye dan Nawa Cita. Untuk Papua, pada 100 hari pertama, Jokowi mendapat rapor merah.
Urusan bisnis dengan Freeport tampaknya lebih menarik untuk diselesaikan daripada menangkap pelaku pembunuhan Yulian Yeimo Lakis, Andreas Dogopia, Yulian Mote, dan Yulius Tobay. —Rappler.com
Uni Lubis, mantan Pemimpin Redaksi ANTV, menulis blog tentang 100 hari pemerintahan Jokowi. Ikuti Twitter-nya @unilubis dan membaca blog pribadinya unilubis.com