• November 26, 2024

Juru parkir, lulusan SD, memperkenalkan sekolah gratis bagi mereka yang tidak mampu

BANDUNG, Indonesia — Nyanyian ayat suci Alquran dimainkan di sebuah rumah kecil di Desa Babakan Loa, Desa Rancaekek Kulon, Kecamatan Rancakek, Kabupaten Bandung, Minggu tanggal 13 September 2015 setelah Maghrib.

Seorang pria dewasa tampak memimpin penelitian tersebut, diikuti oleh sekitar 20 anak. UU Suryaman atau akrab disapa Jack adalah juru parkir Universitas Padjadjaran, Jatinangor, Sumedang.

Kepeduliannya terhadap anak-anak membuatnya mengubah haluan dan mendirikan taman kanak-kanak gratis bagi sebagian besar siswanya yang berasal dari keluarga berpenghasilan rendah. Hanya mereka yang mampu yang diharapkan membayarnya.

“Awalnya saya khawatir dengan kondisi lingkungan sekitar saya. Ada banyak orang di daerah saya TIDAK bisa membiayai anak-anaknya untuk bersekolah,” kata Jack kepada Rappler.

“Karena sebagian besar keluarga tidak mampu di sini, ada pula yang menjadi pedagang keliling, buruh harian. Mereka akan Anaknya masuk TK tapi tidak dipungut biaya karena biayanya lebih tinggi dari SMP. Aku teringat nasib masa laluku TIDAK dapat melanjutkan sekolah karena kesulitan keuangan.”

Jack yang pertama kali lulus SD mendirikan TK Raudlatul Jannah pada tahun 2011. Ia dibantu istrinya, Yani Novitasari, yang merupakan seorang guru TK.

Saat itu, Jack memanfaatkan ruang Masjid Raudlatul Jannah untuk mengajar 18 muridnya. Ia mengabaikan kondisi keuangannya yang sangat terbatas. Sebagai juru parkir, ia hanya mampu membawa pulang Rp50 ribu per hari.

“Meskipun TIDAK didukung oleh biaya, saya berani aha membangun sekolah. Terkadang saya juga TIDAK “Biaya ujian anak Anda bisa dibiayai, karena ada yang perlu dibayar untuk keperluan sekolah (TK),” kata pria berusia 39 tahun itu.

“Terkadang saya suka berpikir, inilah saya sangat banyak membangun sekolah. Tetapi jika saya yakin saya akan bahagia, saya akan santai. Kalau saya menunggu kaya, siapa yang jamin saya kaya. Jika saya ditakdirkan untuk menjadi kaya, apakah saya akan mengingat janji saya untuk berbagi? Mungkin aku lupa.”

Jack tak memungkiri, banyak orang yang mengolok-olok usahanya mendirikan sekolah. Namun bagi Jack, itu adalah “pupuk” baginya untuk terus berbagi melalui tindakan yang bisa dilakukannya.

“Biasanya sudah bisa yang mempunyai sekolah yang ditunjang dengan ilmu pengetahuan, namun m ya TIDAK Ya, hanya lulusan sekolah dasar. Banyak orang bilang aku gila, tapi aku menerimanya. Ada artis pembenci lahjadi,” katanya sambil tertawa.

“Banyak juga yang bilang, jangan sekolah anak di sana Itu ya TK di atasTK berjalan-jalan (mainan),” kata Yani yang kini juga menjabat sebagai kepala sekolah.

Menghadapi kritik, Jack dan Yani tak berhenti. Sekolah tersebut bertahan dan bahkan berkembang. Tiga kelas lulus.

Saat ini, tercatat sebanyak 130 anak yang terdaftar sebagai murid Jack dan Yani. Siswa TK berjumlah 50 orang, sedangkan sisanya merupakan siswa di Taman Pendidikan Al Quran (TPA) yang belajar setiap hari setelah Maghrib.

Bagi Sukaenah, orang tua salah satu siswa sekolah yang juga seorang guru TK, keberadaan TPA dan TPA Raudlatul Jannah sangat membantu pendidikan ketiga anaknya. Suaminya, Cece Hidayat, hanya seorang buruh harian yang kadang bekerja, kadang menganggur.

“Alhamdulillah biayanya tidak terlalu berat, TIDAK seperti taman kanak-kanak lainnya. “Bahkan bagi yang tidak mampu, gratis, asalkan benar-benar tidak mampu,” kata ibu berusia 44 tahun itu.

Tak hanya merasa terbantu menyekolahkan anak-anaknya, Sukaenah juga terpacu untuk ikut mengajar.

“Ayo belajar Iqra. Saya ingin berbagi. “Walaupun saya hanya bisa melakukan satu Iqra, saya ingin bermanfaat bagi orang lain,” ujarnya.

Semangat berbagi itulah yang ingin Jack sampaikan kepada orang-orang disekitarnya. Melalui sekolah yang ia dirikan, Jack menerapkan subsidi silang dimana orang tua siswa yang mampu membantu siswa yang tidak mampu. Guru-guru yang terlibat juga merupakan mereka yang berniat berbagi. Ada tujuh guru yang mengajar di sekolah tersebut.

“Jika ada yang mau fajar Saya menerima visi dan misi yang sama dengan saya. Mereka biasanya mendapat honor jika mempunyai uang lebih dari biaya sekolah. Sebagai TIDAK ada TIDAK dibayar,” kata Jack.

“Itulah niatnya ya untuk ibadah. TIDAK Saya rasa saat ini banyak jurnalis yang datang untuk meliput, tampil di TV, tampil di surat kabar. Kita bergerak pokoknya,” imbuh Yani sambil tersenyum.

Mempromosikan pemuda desa

Wileu Hujaefah, staf RW 12 di area TK, mengapresiasi upaya Jack membangun sekolah, meski dengan segala keterbatasannya.

“Secara pribadi saya ingin mengucapkan banyak terima kasih karena Jack menyemangati dan memajukan generasi muda di Babakan Loa dengan mengajari mereka membaca dan menulis Alquran,” ujarnya.

Pujian juga disampaikan Ketua Dewan Keluarga Masjid (DKM) Raudlatul Jannah, Ujen Jaelani. Kakek berusia 70 tahun itu mengatakan, kemauan keras Jack membuahkan hasil.

“Positif bagi lingkungan di sini. Antusiasme anak-anak sungguh luar biasa. “Masyarakat ingin bersekolah di sini, padahal di kawasan ini banyak sekolah,” kata Ujen.

Meski manfaatnya diakui, meski dengan segala pembatasan yang ada, sekolah Jack tidak pernah menerima bantuan dari pemerintah kota setempat.

“Kami TIDAK pernah menerima bantuan karena bantuan desa harus memiliki NPWP. Kami tidak menyalahkan pemerintah karena tidak memenuhi persyaratan. “Tapi katanya mau bantuan untuk PAUD, mudah-mudahan bisa kita dapatkan,” harap Yani.

Yani berusaha melegitimasi sekolahnya dengan mencoba mendaftar ke dinas pendidikan setempat. Namun, saat ia mencari informasi lebih lanjut dari pihak terkait, ia mendapat tanggapan yang kurang simpatik.

“Waktu saya tanya, petugas bertanya lagi, di masyarakat apa kedudukan ibu bapak? “Saya heran kenapa saya ditanya seperti itu, sebagai warga biasa saya tidak seharusnya bertanya,” keluh Yani.

TK Raudlatul Jannah hingga saat ini baru mendapat nomor registrasi dari Ikatan Guru Taman Kanak-Kanak (IGTK). Setidaknya sekolah Jack bisa melihat sekilas kurikulum dari organisasi guru TK.

Selain kendala izin, sekolah juga banyak mengalami kekurangan, seperti tidak memiliki alat peraga pendidikan dan fasilitas pendidikan lainnya.

“Kami masih berpindah dari satu tempat ke tempat lain. Sebelumnya sudah bisa di masjid, tapi karena sudah tidak ada lagi ditampung, kami kontrak pulang dengan bantuan seorang teman. “Sewanya sudah habis, sekarang aku pindah ke rumah mertuaku dengan keadaan seadanya,” ucap Jack.

Terlepas dari segala keterbatasannya, Jack bertekad untuk terus berbagi melalui sekolah yang ia dirikan. Ia berharap masih ada hal-hal baik yang bisa ditinggalkan selama berada di dunia.

“Niatnya untuk beribadah. “Sebelum kamu meninggal, kamu meninggalkan sesuatu yang baik untuk keluargamu dan orang lain,” kata ayah empat anak ini.

Jack masih membutuhkan alat peraga pendidikan seperti balok, Lego, dll membingungkan sebagai alat pengajaran di sekolah. Jack juga menerima sumbangan buku untuk taman baca yang akan segera dibukanya. Ayo bantu Jack berbagi!

— Rappler.com

BACA JUGA:

Togel Singapore Hari Ini