• November 24, 2024
Swansea 2-1 Manchester United: Dominasi sia-sia

Swansea 2-1 Manchester United: Dominasi sia-sia

Masalah Manchester United bukan hanya kebutuhan akan seorang striker yang semakin penting. Namun juga gaya permainan yang terlalu terobsesi dengan penguasaan bola.

JAKARTA, Indonesia – Setelah memenangkan pertandingan bermain keluar Liga Champions melawan Club Brugge 4-0, pada 27 Agustus lalu, Manchester United justru mendapat kritik tajam dari kolumnis Guardian Jonathan Wilson.

Wilson telah memperingatkan manajer United Louis van Gaal untuk tidak terlalu terobsesi dengan penguasaan bola. Sebab obsesi ini bisa menjadi tidak berarti jika tidak dijalankan secara efektif. Tim akan dominan tetapi tidak mampu mencetak gol. Tentu saja kemenangan mereka akan ditolak.

Hanya tiga hari lagi dari Wilson menulis di Penjaga, kekalahan akhirnya datang. Klub berjuluk Setan Merah itu terpuruk di laga keempatnya di Liga Inggris. United kalah 1-2 melawan tim tuan rumah, Swansea City, pada Minggu 30 Agustus.

United memimpin di awal babak kedua melalui Juan Mata (menit ke-48). Namun, pemain Ghana Andre Ayew menyamakan kedudukan pada menit ke-61, disusul gol penentu kemenangan Bafetimbi Gomis lima menit kemudian.

Faktanya, mereka menguasai 58% penguasaan bola. Dominasi tersebut memang meredam agresivitas Swansea. Mereka hanya mencetak dua tembakan ke gawang. Namun keduanya membuahkan gol. Bandingkan dengan United yang melepaskan tiga tembakan namun hanya masuk satu kali.

Penguasaan bola kerap dijadikan alibi Van Gaal. Saat pertama kali bermain imbang melawan Newcastle United pada Sabtu 22 Agustus lalu, Van Gaal justru memuji anak buahnya. Meskipun menembak ke gawang alias minim tembakan ke gawang United, Van Gaal tetap melontarkan pujian. Pasalnya mereka mampu mendominasi permainan.

Pelatih asal Belanda itu mengklaim penguasaan bola menjadi pertanda timnya bermain bagus. Adapun hasilnya, itu hanya soal keberuntungan. “Tim bermain fantastis. “Hasilnya mungkin tidak sesuai harapan, tapi luar biasa,” kata pelatih berusia 64 tahun itu saat itu.

Obsesi menguasai bola bukan tanpa alasan. Van Gaal adalah bagian dari “sekolah” filosofi sepakbola sepak bola total. Prinsip dasar gaya permainan yang dikembangkan di Ajax Amsterdam adalah penguasaan bola. Johan Cruyff, salah satu “pendeta” sekolah ini, pernah berkata: “Jika Anda menguasai bola, lawan Anda tidak akan bisa mencetak gol.”

Jika penguasaan bola adalah tanda kemenangan, kata Wilson, mengapa dominasi itu tidak selalu membawa kemenangan?

Saat ditahan imbang Newcastle, United menguasai bola hingga 66%. Mereka bahkan membuat klub julukan Tentara Toon Dia bahkan tidak melakukan tendangan gawang. Faktanya, United hanya bisa bermain tanpa gol.

Begitu pula saat ia menang 1-0 melawan Tottenham Hotspur pada laga pertama Liga Inggris musim ini. Wayne Rooney dkk sejatinya hanya mendominasi penguasaan bola hingga 51%. Cukup tipis hingga bisa disebut sangat dominan.

Wilson menilai Van Gaal punya kelemahan mendasar. Mantan pelatih Bayern Munich itu menilai memenangkan pertandingan bukan soal mencetak gol. Tapi, menangkan penguasaan bola. Dengan kata lain, kendalikan permainan dan gol akan datang secara alami.

Pendekatan ini dinilai terlalu “mekanis”. Tim akan melewatkan ledakan individu. Sebab setiap pemain akan cenderung bermain aman untuk menjaga bola selama mungkin.

Mereka juga menjadi terlalu takut untuk mengambil inisiatif individu. Padahal, performa individu menjadi salah satu faktor kemenangan dalam sepak bola.

Perubahan taktik Swansea membawa kemenangan

Pada laga melawan Swansea, penguasaan bola Van Gaal terasa sangat membosankan. Mereka terjebak dalam menciptakan peluang emas. Pada saat yang sama, manajer Swansea Garry Monk melakukan langkah taktis untuk mengalahkan United.

Kebobolan 0-1, Monk mengubah formasi Swansea dari skema awal 4-2-3-1 menjadi 4-3-1-2. Pergantian formasi terjadi saat Ki Sung-yueng masuk sebagai pemain pengganti sayap Wayne Routledge. Sung-yueng bermain lebih dalam dari Routledge yang agresif.

Dengan bermain tanpa sayap di belakang striker utama Gomis, punggung penuh Luke Shaw dari United bebas menyerang. Namun, ia meninggalkan ruang di sisi kiri United. Sisi ini juga yang dieksploitasi Gylfi Sigurdsson saat diturunkan membantu untuk Ayew.

Diakui Monk, perubahan skema dilakukan karena lini tengah sudah terisi penuh pemain United. Swansea kemudian beralih ke skema berlian 4-3-1-2 untuk mengisi ruang kosong yang ditinggalkan para pemain United.

“Perubahan terjadi setelah 10 menit permainan di babak kedua,” kata Monk seperti dikutip dari Guardian.

Hal serupa juga diakui Van Gaal. “Mereka mengubah skema mereka di babak kedua dan kami tidak bisa mengatasinya,” kata Van Gaal.—Rappler.com

BACA JUGA:


akun slot demo