• September 22, 2024

Alasan pemerintah mungkin menyesal melarang bir

Pelarangan bir, minuman beralkohol favorit di Indonesia, kemungkinan akan meningkatkan permintaan di pasar gelap

JAKARTA, Indonesia — Peredaran minuman beralkohol golongan A di mini market dan toko ritel serupa secara resmi dilarang Peraturan Menteri Perdagangan nomor 6 tahun 2015.

Minuman beralkohol golongan A sendiri merujuk pada Peraturan Presiden nomor 74 tahun 2013 adalah “minuman yang mengandung etil alkohol atau etanil (C2H5OH) dengan dosis sampai dengan 5%”.

Bir: Minuman beralkohol favorit di Indonesia

Berdasarkan data dari Organisasi Kesehatan Dunia (WHO)Minuman beralkohol golongan A yang biasanya berbentuk bir ini ternyata menjadi minuman beralkohol favorit di Indonesia jika dibandingkan berdasarkan jenisnya roh (minuman keras sulingan) dan anggur.

Mensurvei penduduk berusia 15 tahun ke atas, WHO menemukan bahwa konsumsi bir menyumbang 85% dari total konsumsi minuman beralkohol di negara tersebut.

Permintaan tetap tinggi, pasokan menurun

Dari segi tingkat konsumsi, data WHO menunjukkan bahwa pada tahun 2010, satu orang Indonesia yang berusia di atas 15 tahun rata-rata mengonsumsi alkohol 0,6 liter per tahun.

Jika angka tersebut dikalikan dengan 169.644.606 (jumlah penduduk Indonesia berusia 15 tahun ke atas pada tahun 2010 berdasarkan data BPS dan BKKBN), maka konsumsi alkohol nasional Indonesia pada tahun 2010 adalah sekitar 100 juta liter per tahun.

Bagaimana setelah tahun 2010? Laporan dari Euromonitor dan informasi dari perwakilan Gabungan Industri Minuman Malt Indonesia (GIMMI) Charles Poluan menunjukkan hal serupa: sejak tahun 2010 angka di atas terus tumbuh positif.

Di tengah tingginya permintaan bir, pasokannya dipastikan akan segera berkurang cukup signifikan akibat terbitnya peraturan baru tersebut.

Berdasarkan informasi Kementerian Perdagangan pada bulan Agustus 2014, mini market mewakili 61% dari seluruh toko modern kami. Sekarang mereka tidak bisa menjual bir.

Penjualan bir juga dilarang di tingkat eceran. Menurut seorang eksekutif di sebuah perusahaan manufaktur minuman beralkohol yang menolak disebutkan namanya, penjualan bir di jaringan ritel bahkan lebih besar daripada penjualan di jaringan rantai. mini market.

Charles Poluan dari GIMMI membenarkan bahwa mayoritas rantai distribusi bir di Indonesia berasal dari Indonesia mini market dan pengecer. “Mini market 12% dan di retailer 48%, jadi totalnya 60%,” kata Charles.

Lebih lanjut Charles mengungkapkan, pemerintah perlu mendefinisikan lebih jelas lagi apa yang dimaksud dengan ‘pengecer’ dalam konteks Peraturan Menteri Perdagangan nomor 6 tahun 2015. “Kalau memang yang dimaksud adalah semua pengecer yang ada, maka angkanya besar sekali,” dia berkata. berkata.

Lalu apa dampaknya?

Terdapat potensi kesenjangan antara permintaan dan ketersediaan bir di pasar. Sesuai dengan hukum permintaan dan penawaran, apabila jumlah barang yang diminta tetap tetapi penawarannya berkurang maka harga akan naik keseimbangan (harga penyeberangan pasar) akan meningkat.

Harga naik keseimbangan merupakan insentif bagi produsen untuk meningkatkan kapasitas produksinya atau bagi produsen baru untuk memasuki suatu pasar. Hal ini juga berlaku pada pasar bir Indonesia.

Kabar buruknya bagi produsen adalah saat ini saluran distribusi resmi untuk membawa produknya ke pasar berkurang secara signifikan. Di sinilah muncul insentif (baca: godaan) bagi produsen bir untuk mendistribusikan produknya melalui jalur distribusi tidak resmi.

Hal ini diamini oleh Ekonom Universitas Indonesia, Berly Martawardaya. “Sekarang ada dua pilihan yang tersedia bagi konsumen. Mereka yang mampu dapat membeli melalui jalur resmi dengan harga lebih tinggi. Sedangkan yang tidak berpotensi beralih ke pasar gelap.”

Dari sisi produsen, Charles juga mengamini bahwa situasi saat ini memberikan insentif bagi tumbuhnya pasar gelap minuman beralkohol golongan A di Indonesia.

Tak hanya dari produsen dalam negeri, menurut Charles, produsen asing yang berminat dengan pasar yang ada juga bisa melakukan penyelundupan.

Anda sendiri yang mengonsumsi bir dengan cara membelinya mini market dan pengecer. apa rencanamu Yang terbaik adalah tidak beralih ke pasar gelap. Mengapa?

Ekonomi bayangan tumbuh juga

Munculnya pasar gelap dalam berbagai bentuk dalam suatu perekonomian merupakan representasi dari apa yang disebut dengan pertumbuhan ekonomi bayangan atau Sistem D.

Apa itu? Lihat publikasi Dana Moneter Internasional (IMF) mengikuti Ini, ekonomi bayangan mengacu pada nilai tambah dalam perekonomian yang berasal dari barang dan jasa yang dikategorikan ilegal.

Atau bisa juga barang dan jasa tersebut legal, namun nilai tambah yang dihasilkannya tidak tercatat dengan baik. Misalnya saja perekonomian sektor informal yang menjadi salah satu contohnya ekonomi bayangan dalam bentuk ini.

Dalam skala global, nilai ekonomi bayangan relatif penting terhadap nilai perekonomian global secara keseluruhan.

Larangan penjualan bir mini market dan pengecer sampai batas tertentu memiliki potensi untuk memberikan kontribusi positif terhadap proses pertumbuhan ekonomi bayangan di Indonesia. Padahal, menurut IMF, terdapat sejumlah dampak negatif keberadaannya terhadap perekonomian suatu negara.

Apa saja dampak negatifnya ekonomi bayangan menurut IMF untuk perekonomian suatu negara?

  1. Belum optimalnya penerimaan negara dari sektor pajak: Ekonomi bayangan bebas pajak. Pada akhirnya, negara-negara mungkin menerima pajak yang lebih rendah dibandingkan yang seharusnya mereka terima. Solusinya, dalam banyak kasus, adalah menaikkan tarif pajak – sesuatu yang sebenarnya memberikan insentif bagi pertumbuhan ekonomi bayangan.
  2. Tidak dapat diandalkannya data statistik ekonomi suatu negara: Data statistik perekonomian merupakan salah satu pedoman utama bagi pengambil kebijakan dalam menjalankan tugasnya. Ada ekonomi bayangan menjadikan data tersebut tidak akurat karena ada nilai tambah dalam perekonomian yang tidak diperhitungkan.
  3. Insentif bagi pekerja untuk meninggalkan sektor ekonomi formal: Menurut IMF, ekonomi bayangan pertumbuhan yang signifikan di suatu negara dapat memberikan insentif bagi pekerja dari sektor formal – yang memberikan kontribusi pajak kepada negara – untuk bermigrasi ke sektor tersebut ekonomi bayangan.

Lantas mengapa pemerintah tetap menerbitkan Peraturan Menteri Perdagangan nomor 6 tahun 2015?

Analis Institute for Development of Economics and Finance (INDEF) Imaduddin Abdullah mengatakan, peredaran minuman beralkohol harus dikendalikan karena berpotensi menimbulkan dampak negatif terhadap kesehatan dan keselamatan orang yang mengkonsumsinya (lihat tabel di bawah). . .

Tabel perbandingan Age Standardized Death Rates (ASDR) dan Alcohol Attributable Fractions (AAF) di Indonesia tahun 2012 untuk penyakit liver dan kecelakaan lalu lintas (Sumber: Global Status Report on Alcohol and Health 2014, World Health Organization)

Imad, sapaan akrab Imaduddin, menganalisis pemotongan pasokan menjadi cara yang dipilih pemerintah dalam proses penertiban karena pelaksanaannya lebih mudah dan sederhana. “Ini (memangkas pasokan) lebih mudah dibandingkan membangun mekanisme kontrol berdasarkan penguatan kelembagaan lembaga terkait,” ujarnya.

Namun, Imad juga menyatakan solusi terakhir ini harus diterapkan pemerintah ke depannya.

Menurutnya, ke depan misalnya, polisi harus mampu mendisiplinkan pengemudi agar tidak mengemudi saat kadar alkohol dalam darahnya sudah melebihi batas tertentu, seperti yang terjadi di sejumlah negara lain di dunia.

“Oleh karena itu, ini lebih pada pengembangan mekanisme kontrol yang disiplin, bukan pada intervensi pasokan,” tutupnya.

Bagaimana menurutmu? – Rappler.com

akun slot demo