• September 20, 2024
6 hal yang perlu Anda ketahui tentang kemiskinan

6 hal yang perlu Anda ketahui tentang kemiskinan

JAKARTA, Indonesia – Sepotong tempe yang bisa dipotong menjadi 10 bagian, harganya sekitar Rp 6.000 – 7.000 di pasar tradisional. Ikan atau telur untuk memberi makan rumah tangga dengan empat hingga lima anggota keluarga berharga sekitar Rp 20.000.

Ditambah lagi harga sayur mayur yang saat ini mahal, serta nasi dan rempah-rempah, maka pengeluaran sehari-hari untuk makan keluarga kecil adalah Rp 50.000 – Rp 70.000. Jika hanya satu orang yang bekerja, dengan gaji sekitar Rp3 juta per bulan, maka pengeluaran untuk makan mendominasi pendapatan.

Jumlah ini bisa berbeda-beda tergantung tempat tinggal keluarga. Di kota-kota besar, harga pangan lebih mahal. Ini belum termasuk biaya transportasi, biaya sekolah dan biaya sewa/perumahan.

Baju-baju baru? Tunggu dulu, siapa tahu perekonomian akan membaik di tahun 2016, seperti yang dijanjikan pemerintah. Sebagai gambaran, upah minimum regional (UMR) Jakarta tahun 2015 sebesar Rp 2.693.000.

Harga pangan mahal, daya beli menurun. Hal ini menjelaskan mengapa jumlah penduduk miskin semakin meningkat. Demikian data yang dilansir Badan Pusat Statistik (BPS) di Jakarta pada Selasa, 15 September.

Ada 6 poin pokok penjelasan Kepala BPS Suryamin mengenai situasi kemiskinan saat ini.

1. Pada bulan Maret 2015, jumlah penduduk miskin – penduduk dengan pengeluaran per kapita bulanan di bawah garis kemiskinan – di Indonesia mencapai 28,59 juta orang (11,22 persen), meningkat 0,86 juta orang dibandingkan keadaan September 2014 sebanyak 27,73 juta orang. orang (10,96 persen).

Garis kemiskinan menurut BPS adalah jumlah minimal rupiah yang harus dikeluarkan untuk memenuhi kebutuhan pangan setara dengan 2.100 kilokalori per kapita per hari.

2. BPS juga mengumumkan persentase penduduk miskin di perkotaan sebesar 8,16 persen pada September 2014, meningkat menjadi 8,29 persen pada Maret 2015. Sementara persentase penduduk miskin di perdesaan meningkat dari 13,76 persen pada September 2014 menjadi 14,21 persen pada bulan Maret 2015.

3. Pada periode September 2014–Maret 2015, jumlah penduduk miskin di perkotaan meningkat sebesar 0,29 juta jiwa (dari 10,36 juta jiwa pada September 2014 menjadi 10,65 juta jiwa pada Maret 2015), sedangkan di perdesaan mengalami peningkatan sebesar banyak. dari 0,57 juta orang (dari 17,37 juta orang pada September 2014 menjadi 17,94 juta orang pada Maret 2015).

4. Peran komoditas pangan terhadap garis kemiskinan jauh lebih besar dibandingkan dengan peran komoditas non pangan (perumahan, sandang, pendidikan dan kesehatan). Kontribusi garis kemiskinan pangan terhadap garis kemiskinan pada bulan Maret 2015 tercatat sebesar 73,23 persen, kondisi ini tidak jauh berbeda dengan kondisi pada bulan September 2014 yaitu sebesar 73,47 persen.

5. Komoditas pangan yang mempunyai pengaruh besar terhadap nilai garis kemiskinan di perkotaan relatif sama dengan di perdesaan antara lain beras, rokok kretek filter, telur ayam ras, daging ayam ras, mie instan, gula pasir, tempe, tahu dan kopi.

Sedangkan komoditas non-makanan meliputi biaya perumahan, bensin, listrik, pendidikan, dan perlengkapan mandi.

6. Pada periode September 2014–Maret 2015, baik Indeks Kedalaman Kemiskinan (P1) maupun Indeks Keparahan Kemiskinan (P2) cenderung meningkat.

Data yang dilansir BPS sebenarnya tidak mengherankan. Kemarau panjang mempengaruhi kondisi ketersediaan pangan. Begitu pula dengan kebijakan harga pangan yang ditetapkan pemerintah, termasuk hebohnya sikap setuju dan tidak setuju impor pangan, telah mendorong kenaikan harga berbagai bahan pangan.

Ernan Rustiadi, Ekonom Pertanian dari Institut Pertanian Bogor, mengatakan data yang dilansir BPS harus disikapi dengan kebijakan pangan yang tepat.

“Laju penurunan jumlah penduduk miskin terus melambat, di tengah besarnya anggaran yang disalurkan untuk menanggulangi kemiskinan. Sejak era SBY hal ini sudah terjadi. Inilah sebabnya mengapa jargon yang terkait dengan kemiskinan kini telah melunak. “Dari pengentasan kemiskinan hingga penurunan angka kemiskinan,” kata Ernan.

Paradigma pembangunan pertanian perlu diperbaiki.

“Tidak hanya untuk mencapai pertumbuhan ekonomi dan kecukupan pangan, tetapi juga menjamin harga pangan terjangkau,” kata Ernan.

Distribusi dan logistik itu penting.

Harga pangan selalu menjadi komponen terbesar dalam mengukur tingkat inflasi dan memberikan tekanan pada daya beli.

Besarnya peningkatan jumlah penduduk miskin di perkotaan juga merupakan dampak dari paradigma pembangunan yang perlu dikoreksi.

“Kita harus fokus menangani kemiskinan di pedesaan, karena menurut survei nasional, dua pertiga penduduk miskin tinggal di pedesaan,” kata Ernan.

Jika di desa ada pekerjaan dan pendapatan yang layak, mereka tidak akan pergi ke kota.

“Ada menteri desa, harusnya menjadi jaminan untuk menurunkan angka kemiskinan di desa,” kata Ernan Rustiadi. — Rappler.com

BACA JUGA:

daftar sbobet