• November 25, 2024
Media Islam memprotes pemblokiran situs-situs ‘radikal’

Media Islam memprotes pemblokiran situs-situs ‘radikal’

Ini adalah ringkasan yang dibuat oleh AI, yang mungkin memiliki kesalahan. Untuk konteksnya, selalu rujuk artikel selengkapnya.

Masyarakat memprotes kebijakan Kementerian Komunikasi dan Informatika. Mereka menilai situs media Islam tidak menyebarkan paham radikal. Apakah pemerintah gegabah?

JAKARTA, Indonesia (UPDATED) – Sejumlah pimpinan media Islam melakukan protes terhadap Kementerian Komunikasi dan Informatika (Kemenkominfo) pada Selasa, 31 Maret, setelah tersebar kabar bahwa 19 situs media Islam di Tanah Air atas permintaan Badan Anti Terorisme Nasional. Badan (BNPT).

Sebanyak 7 pimpinan media Islam hari ini bertemu dengan perwakilan Kementerian Komunikasi dan Informatika di gedung kementerian di Jakarta.

Ketujuh media tersebut adalah:

  • aqlislamiccenter.com
  • hidayatullah.com
  • kiblat.net
  • salam-online.com
  • panjimas.com
  • arrahmah.com
  • gemaislam.com

“Sampai saat ini kami belum menerima pemberitahuan resmi dari Kementerian Komunikasi dan Informatika atau BNPT. Apa alasan pemblokiran itu?” kata pemimpin redaksi Mahladi hidayatullah.com dalam konferensi persnya.

(BACA: Kementerian Komunikasi dan Informatika: Pemblokiran 19 website radikal tidak bersifat permanen)

Menurut dia, pemblokiran itu aneh karena dilakukan secara tiba-tiba dan tanpa pemberitahuan sebelumnya.

“Kalau situs kita dianggap berbahaya, bahayanya di mana? Jika kami dianggap menghasut orang untuk bergabung dengan ISIS, yang mana? “Karena setahu kami kami kritis terhadap ISIS,” tambah Mahladi.

Hal senada juga diungkapkan Agus Soelarto, pemimpin redaksi AQLIslamicCenter.com.

“Kami media komunitas kaget karena diblokir. Dimana kelompok radikalnya? Tunjukkan saja pada kami yang mana. Kami adalah media komunitas untuk orang-orang yang mengaji. Jangan lakukan apa pun. Kami hanya memberikan pengetahuan tentang Al-Qur’an dan hadis. Apakah karena Alquran dan hadisnya radikal? “Jangan berasumsi bahwa Al-Quran itu radikal,” ujarnya.

Menurut juru bicara Kementerian Komunikasi dan Informatika Ismail Cawidu, pihaknya hanya meneruskan permintaan BNPT.

“BNPT mengirimkan surat kepada Kementerian Komunikasi dan Informatika meminta sejumlah situs diblokir karena memuat dan menyebarkan ajaran kekerasan. Kementerian Komunikasi dan Informatika merupakan pihak yang bertanggung jawab dan berdasarkan peraturan menteri mengenai konten negatif di Internet wajib melayani pengaduan dari instansi terkait, kata Ismail, Senin, 30 Maret.

‘Konfirmasi tentang apa yang berbeda’

Menurut Irfan Idris, juru bicara BNPT, sejak 2012 pihaknya menyasar situs-situs Islam yang dianggap menyebarkan paham radikal.

“Kriteria situs web Menurut BNPT, radikal berarti ingin melakukan perubahan secara cepat dengan menggunakan kekerasan atas nama agama, kemudian menjadikan orang lain kafir, kata Irfan saat bertemu dengan perwakilan situs yang diblokir di Gedung Kementerian Komunikasi dan Informatika.

Selain itu, situs-situs tersebut juga dianggap bergabung, mendukung, menyebarkan dan mendorong ISIS, serta memaknai jihad secara terbatas.

“Inilah yang membuat bingung dan membingungkan masyarakat kita,” kata Irfan. Saya pernah melihat gambar dan kalimat (di situs yang diblokir) yang isinya melarang demokrasi dan tidak dipercaya oleh Jokowi (Presiden Joko Widodo).

Namun, perwakilan dari situs yang diblokir percaya bahwa tidak ada situs mereka yang radikal.

“Kami sendiri merasa belum pernah melakukan hal ini, tidak pernah ada protes dari pembaca kami terhadap orang-orang kafir,” ujar Mahladi, pemimpin redaksi. hidayatullah.com.

Namun, dia mengaku situsnya memang memberitakan fatwa haram Ahmadiyah.

“(Tapi) siapa bilang sesat? Ini adalah fatwa MUI. Kami hanya melaporkan. Hal serupa juga dilakukan oleh teman-teman media lainnya, tambah Mahladi.

Sementara itu, Kementerian Komunikasi dan Informatika mengakui, website-website tersebut akan kesulitan memperjuangkan nasibnya agar bisa diakses kembali oleh masyarakat karena tidak ada satupun yang menggunakan domain Indonesia (co.id).

“Kalau pakai .com, tidak bisa (mudah) berkomunikasi dengan Kemenkominfo karena kami .co.id,” kata Henri Subiakto, staf ahli bidang komunikasi dan media massa Kementerian Komunikasi dan Informatika.

(BACA: Ancaman UU ITE terhadap kebebasan berekspresi)

Sementara itu, gerakan hashtag menjadi #RestoreMediaIslam Topik populer di Twitter. Mereka mengkritik kebijakan pemerintah yang dinilai tidak transparan.

bagaimana denganmu Apakah pemerintah gegabah memblokir sejumlah media Islam yang dianggap menyebarkan radikalisme? Akankah langkah ini efektif mencegah laju terorisme di Indonesia? —Rappler.com


link alternatif sbobet