Anas Urbaningrum divonis 8 tahun penjara
- keren989
- 0
JAKARTA, Indonesia – Majelis hakim Pengadilan Tipikor memvonis terdakwa Anas Urbaningrum 8 tahun penjara. Dalam kasus ini, majelis hakim menilai Anas terbukti melakukan tindak pidana sesuai dakwaan subsider pertama dan dakwaan kedua terkait tindak pidana pencucian uang (TPPU).
Mantan Ketua Umum Partai Demokrat itu juga divonis denda Rp 300 juta subsider 3 bulan penjara.
Menyatakan terdakwa Anas Urbaningrum terbukti secara sah dan meyakinkan melakukan tindak pidana korupsi yang dilakukan secara terus menerus dan TPPU yang dilakukan secara berulang-ulang seperti pada dakwaan subsider ke-1 dan dakwaan kedua, kata Ketua Panel. Hakim Haswandi membacakan putusan terdakwa Anas Urbaningrum di Pengadilan Tipikor, Jakarta, Rabu (24/9).
Selain pidana penjara dan denda, majelis hakim juga mewajibkan Anas membayar ganti rugi kerugian negara sebesar yang diperoleh melalui tindak pidana korupsi sebesar Rp57.590.330.580 dan USD 5.261.070.
Apabila ia tidak membayar uang pengganti dalam jangka waktu satu bulan setelah putusan pengadilan mempunyai kekuatan hukum tetap, maka harta bendanya akan disita oleh penuntut umum dan dilelang untuk menutupi kekurangannya.
“Jika harta benda tidak mencukupi maka akan diganti dengan pidana penjara dua tahun,” lanjut Hakim Haswandi.
Sebelumnya, jaksa penuntut umum (JPU) menuntut Anas dengan hukuman pidana 15 tahun penjara. Selain pidana penjara, Anas Urbaningrum sebagai terdakwa juga didakwa denda Rp500 juta subsider lima bulan kurungan.
Majelis hakim menyampaikan pertimbangan memberatkan dan meringankan Anas dalam mengambil keputusan. Hal yang memberatkannya, terdakwa Anas sebagai anggota DPR RI, ketua fraksi, dan ketua umum partai, harusnya memberikan contoh yang baik kepada masyarakat mengenai pegawai negeri yang bersih dan bebas korupsi, kolusi, dan korupsi. nepotisme (KKN). Selain itu, ia juga dianggap tidak mendukung program pemerintah yang aktif memberantas korupsi.
Anas juga dinilai tidak mendukung semangat masyarakat, bangsa, dan negara untuk memberantas korupsi. Ia juga tidak mendukung semangat sistem politik yang bebas KKN.
Sedangkan yang meringankan adalah mendapat penghargaan dari Bintang Jasa Utama Tanah Air pada tahun 1999. Ia juga tidak pernah dihukum dan berperilaku sopan di pengadilan.
Dua hakim mengajukan ‘dissenting opinion’
Dalam persidangan Anas, dua hakim mengajukan dissenting opinion. Kedua hakim tersebut adalah Hakim III Slamet Subagyo dan Hakim IV Joko Subagyo. Keduanya berbeda pendapat atas dakwaan kedua dan ketiga JPU KPK terkait pencucian uang.
Sementara untuk dakwaan pertama terkait dugaan penerimaan hadiah atau janji, keduanya sepakat mengesampingkan pengecualian.
“Ada perbedaan pendapat mengenai putusan sela dakwaan kedua dan ketiga. “Kami tidak dapat menerima dakwaan kedua dan ketiga,” kata hakim anggota Slamet Subagyo dalam persidangan.
Diketahui, Anas dalam dakwaan primer dijerat dengan Pasal 12 huruf a juncto Pasal 18 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 21 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tipikor juncto Pasal 64 ayat (1). dari KUHP.
Sedangkan Anas dijerat dakwaan tambahan pertama pasal 11 juncto pasal 18 undang-undang pemberantasan korupsi juncto pasal 64 ayat 1 KUHP.
Untuk dakwaan kedua, Anas didakwa melanggar Pasal 3 Undang-Undang Nomor 8 Tahun 2010 tentang Pencegahan dan Pemberantasan Tindak Pidana Pencucian Uang juncto Pasal 65 ayat (1) KUHP.
Sedangkan Anas pada dakwaan ketiga didakwa melanggar pasal 3 ayat (1) huruf c Undang-Undang Nomor 15 Tahun 2002 sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 25 Tahun 2003 tentang Tindak Pidana Pencucian Uang. Dalam perkara ini, Anas hanya dinilai hakim tidak terbukti pada dakwaan pertama dan dakwaan ketiga.
Anas akan mengajukan banding
Menanggapi putusan majelis hakim, Anas dan kuasa hukumnya mengaku masih memikirkannya. Anas merasa putusan terhadap dirinya tidak adil secara hukum. Pasalnya, kata dia, keputusan tersebut tidak didasarkan pada fakta persidangan yang lengkap dan tidak dapat dipertanggungjawabkan kebenarannya.
“Memang soal terdakwa, soal Anas, tapi tentu saya harus bicara, berdiskusi, apalagi dengan pihak keluarga. “Jadi beri waktu konsultasi, waktu bicara, waktu istikharoh, sampai seminggu,” kata Anas di hadapan Majelis Hakim.
Sementara itu, jaksa penuntut umum (JPU) juga sudah menyatakan akan mempertimbangkan apakah akan mengajukan banding atau tidak. Dengan demikian putusan hakim tidak mempunyai kekuatan hukum tetap.
Anas meminta sumpah kutukan
Sebelum mengakhiri persidangannya, Anas Urbaningrum tetap melakukan ritual yang disebut sumpah laknat atau mubahalah. Dia meminta tim jaksa Komisi Pemberantasan Korupsi dan majelis hakim mengucapkan sumpah dalam persidangan.
“Mohon jika diizinkan, di akhir sidang yang terhormat ini, tim jaksa penuntut umum, dan juga majelis hakim yang terhormat, melakukan mubahalah. “Mubahalah itu sumpah laknat,” kata Anas.
Ia mengaku yakin dengan substansi pembelaannya sebagai terdakwa sehingga meminta seluruh pihak yang menghukumnya untuk mengucapkan sumpah.
“Kalau terdakwa saya yakin, JPU yakin, majelis juga yakin, mohon izinkan majelis hakim yang terhormat ini untuk melakukan mubahalah di forum yang terhormat ini. “Siapa pun yang bersalah, dialah yang mampu menerima kutukan,” tegas Anas.
Namun permintaan Anas tidak digubris majelis hakim. Hakim ketua langsung menutup persidangan.
Dengan adanya putusan ini, maka sidang perkara atas nama terdakwa Anas Urbaningrum telah selesai dan sidang dinyatakan ditutup, kata Hakim Haswandi.
Gara-gara putusan itu, ratusan pendukung Anas di pengadilan tipikor langsung protes lewat orasi di depan gedung pengadilan. Mereka juga membakar sampah hingga membuat api unggun sebagai simbol protes. —Rappler.com