• October 6, 2024

Lihatlah hukuman mati

Sebagai seseorang yang bekerja di industri media, saya merasa kecewa karena pers saat ini tidak memberikan pendidikan dan informasi yang dibutuhkan masyarakat, terutama seputar isu hukuman mati.

Saya tidak ingin menyerang siapa pun, baik secara individu maupun institusi. Namun, sebagai seorang jurnalis, sudah menjadi kewajiban saya untuk menyajikan informasi atau pandangan yang berimbang, terutama mengenai suatu perdebatan penting mengenai kemanusiaan.

Pandangan dan informasi ini mungkin sedikit berbeda dengan apa yang umumnya tersedia di media massa.

Agar lebih mudah, saya membagi persoalan hukuman mati menjadi 4 bagian atau sudut pandang.

Pertama, dari sudut pandang korban (pertanyaan). Kedua, dari sudut pandang perkotaan (memasok). Ketiga, dari sudut pandang sistem hukum itu sendiri. Keempat, dari perspektif hubungan internasional.

Korban (permintaan)

“Tidakkah kasihan dengan ribuan korban narkoba? Setiap hari 50 anak meninggal karena narkoba,” demikian reaksi masyarakat yang mendukung hukuman mati bagi narapidana narkoba.

Pertama, jika hukuman mati adalah untuk membalas dendam terhadap orang yang telah meninggal, maka tujuan hukuman mati hanyalah untuk menghukum, bukan untuk mencegah. Dalam hal ini hukuman mati tidak ada gunanya (karena korban sudah meninggal).

Kedua, jika hukuman mati untuk mencegah korban, hukuman ini juga tidak ada gunanya karena hukuman mati tidak bisa mencegah korban narkoba (dari beberapa studi global tentang narkoba dan pembunuhan di Hong Kong, Singapura, Amerika Serikat).

Jika iya, bagaimana solusinya untuk mencegah terjadinya kecelakaan?

1. Tersedianya pelayanan kesehatan untuk rehabilitasi tanggung jawab pemerintah

2. Memperbaiki lingkungan keluarga peran orang tua

3. Peningkatan pendidikan lembaga pendidikan, guru, pemerintah

4. Peningkatan kesejahteraan hidup pemerintah

5. Penghapusan stigma sosial, dekriminalisasi peran masyarakat

Jika semua ini dilakukan dengan baik, angka 50 kematian per hari bisa dikurangi secara signifikan. Portugal telah berhasil melakukan hal ini selama 15 tahun.

bandar (saham)

“Apakah hukuman mati tidak mampu diberikan? peringatan di buku internasional lainnya? Memberikan efek jera? Ketakutan?”

Faktanya, pembukuan internasional masih tetap beroperasi, termasuk di negara-negara yang menerapkan hukuman mati. Belum ada kepastian mengenai efek jera atau kesan ketakutan yang ditimbulkan dari berbagai jenis hukuman mati studi global sejak tahun 1900an.

Bahkan, beberapa terpidana mati di Indonesia dan Singapura “hanya” seorang kurirbukan bos besar.

Alternatifnya, efek jera dapat dipelajari melalui proses rehabilitasi. Sementara itu, siklus pasokan dapat ditekan dengan cara:

1. Distribusi internasional gagal pejabat imigrasi, kerjasama antar negara

2. Penyitaan aset/barang bukti kota penegakan hukum

3. Rehabilitasi terpidana pelaku perdagangan manusia petugas penjara, LSM, Pemerintah

4. Mewajibkan pelaku perdagangan orang untuk melakukan pelayanan sosial petugas pemasyarakatan (MP), pemerintah

5. Memastikan pedagang yang terpidana tidak dapat melanjutkan usahanya di penjara (pengawasan) petugas penjara, pemerintah

6. Minimalkan pertanyaan secara otomatis akan menguranginya memasok kembali ke penanganan pertanyaan/korban.

Akan lebih menguntungkan jika mempekerjakan mantan pemegang buku di lembaga sosial atau pusat rehabilitasi. Artinya, pelaku trafiking yang sudah “mualaf” bisa membantu narapidana lain dalam proses rehabilitasi.

Hal ini akan memperkuat sistem rehabilitasi dan penyembuhan dari tingkat pengguna hingga pengedar. Dengan kata lain, mantan pemegang buku juga bisa ikut serta menekan angka 50 kematian per hari.

Hukuman mati hanya akan merugikan sistem rehabilitasi karena tidak memberikan kesempatan bagi mantan pelaku perdagangan orang untuk turut serta dalam pemupukan/peningkatan proses penyembuhan di penjara.

Sistem yang legal

“Tetapi bukankah sistem hukum Indonesia tidak bisa diganggu gugat, apalagi oleh negara lain?”

“Mereka dengan sengaja melanggar hukum dan memahami konsekuensinya.”

Saya setuju bahwa kejahatan sebagian besar narapidana sangat serius dan harus dihukum. Tapi jenis hukuman apa?

Faktanya, sistem hukum di semua negara berkembang dan dapat direvisi/diubah/ditambah/dikurangi sesuai perkembangan zaman. Jika hukuman mati tidak bisa menyelesaikan masalah, mengapa harus dipertahankan?

Menjunjung hukum yang sudah ketinggalan zaman untuk membuktikan “kedaulatan” bangsa adalah nasionalisme yang sempit. Kadang-kadang terdengar seperti membela kepentingan negara lain, namun yang jelas ini adalah kritik terhadap sistem hukum Indonesia.

Terdapat sejumlah kelemahan/kejanggalan dalam sistem peradilan dalam kasus eksekusi ini. Yang paling menonjol adalah:

1. Kasus perdagangan manusia seperti Mary Jane Veloso yang tidak diusut tuntas.

2. Peninjauan Kembali (PK) Zainal Abidin yang diajukan pada tahun 2005 “tergelincir”, sedangkan yang diajukan pada tahun 2015 diputuskan hanya dalam waktu beberapa hari.

3. Duo Bali Nine Andrew Chan dan Myuran Sukumaran diduga diperas hakim untuk meringankan hukumannya.

Karena hukuman mati jenis ini bersifat absolut (sempurna), maka sistem hukum yang melaksanakannya juga harus sempurna terlebih dahulu. Tidak beralasan jika masyarakat mempercayakan hukuman mati dilaksanakan oleh lembaga atau sistem yang masih banyak kekurangannya.

Hubungan Internasional

Seperti yang diperkirakan oleh banyak pengamat, hubungan internasional Indonesia kemungkinan besar tidak akan terlalu terpengaruh (secara ekonomi). Apalagi, arah politik luar negeri Presiden Joko “Jokowi” Widodo tampaknya sedikit berbeda dengan pendahulunya, Susilo Bambang Yudhoyono (SBY).

Penarikan duta besar asing dari Jakarta juga tidak menjadi masalah. Banyak yang meramalkan bahwa mereka akan kembali dengan sendirinya.

Yang jadi masalah adalah ketika WNI di luar negeri terancam hukuman mati. Indonesia sudah kehilangan alasan untuk meminta maaf kepada negara-negara tersebut. Misalnya kasus TKI Siti Zaenab.

Pemerintah Indonesia hanya memprotes tidak adanya pemberitahuan eksekusi dari Arab Saudi. Pemberitahuan yang relevan! Fakta bahwa Siti Zaenab tetap dieksekusi dengan atau tanpa pemberitahuan tidak dibahas oleh pemerintah Indonesia.

Penutup

Melihat berbagai pertimbangan di atas, saya menyimpulkan beberapa hal sebagai berikut:

1. Hukuman mati adalah jalan pintas. Dia tidak berpengaruh pada tingkat kejahatan/narkoba di negara. Hal ini telah menjadi pandangan umum para kriminolog dan badan pengawas narkoba di seluruh dunia.

2. Penentang hukuman mati mempunyai sejumlah alasan yang tidak diungkapkan di media massa. Mereka tidak hanya membela hak asasi manusia, namun berupaya mengarahkan pemerintah Indonesia pada akar permasalahan sebenarnya, yakni kesejahteraan dan layanan kesehatan.

3. Porsi pemberitaan media massa harus lebih fokus pada akar permasalahan. Media harus melontarkan pertanyaan kepada pemerintah: Berapa banyak pusat rehabilitasi yang akan dibangun setelah hukuman mati? Berapa biaya rumah sakitnya? Strategi untuk meningkatkan kesejahteraan? Berapa dana yang dibutuhkan? Berapa angka kematian per hari yang bisa dikurangi? Bagaimana kemajuan program dekriminalisasi?

Fokus pada solusi nyata terhadap akar permasalahan harus lebih penting dibandingkan sensasi hukuman mati.

Saya berusaha untuk tidak merasa kasihan atau bersimpati terhadap narapidana narkoba. Sebagai seorang jurnalis, tugas saya adalah menyelidiki suatu kasus seobjektif mungkin, dan mengacu pada prinsip-prinsip yang kita berdua akui.

Berdasarkan penelitian terhadap data dan statistik yang tersedia, saya menyimpulkan bahwa tidaklah bijaksana untuk segera menyebut penolakan terhadap hukuman mati (atau setidaknya moratorium) sebagai agenda asing/Barat.

Bagi saya, prinsip keadilan dan kemanusiaan bersifat transnasional, transnasional. Bangsa yang besar tidak menutup diri dalam kesombongan (“Inilah kedaulatan kita”), namun juga bersedia membuka wawasannya. —Rappler.com

Antonia Timmerman adalah jurnalis di sebuah surat kabar harian di Jakarta.

Toto SGP