Saat Rizal Ramli menantang Jusuf Kalla
- keren989
- 0
Pada awal Mei 2015, tim Rappler Indonesia berkesempatan mewawancarai Menteri Pertanian dan Tata Ruang/Kepala Badan Pertanahan Nasional Ferry Baldan.
Ferry, politikus senior Partai Nasional Demokrat (Nasdem), sebelumnya sempat lama mendalami politik di Partai Golkar. Ia juga mantan Ketua Umum Pengurus Besar Persatuan Mahasiswa Indonesia. Di akun Twitternya @ferrymbaldan, ia memposting biografi sebagai MU Lover yang artinya penggemar klub sepak bola Manchester United. Pada masa kampanye Pilpres 2014, Ferry merupakan tim yang paling dekat dengan Joko “Jokowi” Widodo dan Jusuf Kalla.
Wawancara dengan Ferry berlangsung cukup lama dan membahas berbagai topik, mulai dari cara ia menyelesaikan sengketa pertanahan, hingga isu reshuffle kabinet (bergerak lagi) hingga program menyediakan lahan untuk membangun lapangan sepak bola di setiap desa.
Ferry juga menyebut suasana koordinasi antar menteri kabinet Jokowi relatif baik. “Kami punya grup WhatsApp,” kata Ferry. Hari itu, sejak pagi, dia berkoordinasi dengan lima pendeta melalui telepon.
Hal lain yang dibicarakan Ferry adalah suasana rapat kabinet dengan Presiden Jokowi. Diskusi terbuka, Presiden memberikan kesempatan kepada para menteri yang harus menyampaikan gagasan pokok dan programnya untuk berbicara, kata Ferry.
Saya teringat kisah para menteri di kabinet Presiden Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) yang terpaksa mendengarkan “pidato” presiden setiap kali kabinet berbicara. Minimnya kesempatan berdiskusi karena Menko hanya diberi kesempatan berbicara. Tuhan memberkati. Tapi Presiden SBY memang suka pidato yang panjang-panjang ya?
Nah, jika benar rapat kabinet yang dipimpin Jokowi memberikan kesempatan berdiskusi, maka agak aneh jika ada menteri yang lebih suka mengkritisi program pemerintah dan kebijakan kementerian melalui media. Ini seperti berkomunikasi dengan megafon.
Hal itu dilakukan Menteri Koordinator Bidang Kemaritiman dan Sumber Daya, Rizal Ramli. Sehari setelah dilantik menjadi Menteri Koordinator Bidang Kemaritiman menggantikan Indroyono Soesilo, Rizal mengkritik Menteri Badan Usaha Milik Negara (BUMN) Rini Soemarno atas rencana pembelian 30 pesawat Airbus 350 untuk maskapai Garuda Indonesia.
Kritik tersebut ditanggapi Rini dengan pesan bahwa tidak boleh ada pihak yang ikut campur dalam urusan bisnis PT Garuda Indonesia Tbk, kecuali Kementerian Koordinator Bidang Perekonomian dan Kementerian Keuangan yang bertindak sebagai pemegang saham perusahaan pelat merah, dan Kementerian BUMN sebagai pemegang saham. s proksi.
Sebagai Menteri Koordinator Bidang Kemaritiman, Rizal membawahi 4 kementerian: Kementerian Pariwisata, Kementerian Perhubungan, Kementerian Kelautan dan Perikanan, dan Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM). Bisa jadi, Rizal juga menganggap urusan Garuda Indonesia berada di bawah kendalinya, melalui Kementerian Perhubungan. Rini tidak setuju.
Tak hanya Rini, Menteri ESDM Sudirman Said juga diminta Rizal mengevaluasi program pembangunan listrik 35.000 megawatt. Menurut Rizal yang pernah menjabat Menko Perekonomian dan Menteri Keuangan era Presiden Abdurrachman Wahid, target pembangunan ketenagalistrikan yang dicanangkan Presiden Jokowi terlalu ambisius, apalagi mengingat masih ada program pembangunan 7.000 MW dari era SBY. . .
Kritik soal listrik diutarakan Rizal hanya sehari setelah diresmikan pada 12 Agustus 2015.
Jokowi menegur Rizal
Rizal mengakui masukan terkait pesawat dan kelistrikan sudah disampaikan kepada Presiden Jokowi. Jika benar, maka lebih aneh lagi mengapa ia terus mengkritik media. Tak heran jika Presiden Jokowi kemudian menegur sikap Rizal. Peringatan itu disampaikan tim komunikasi Presiden, Teten Masduki.
“Saat itu Presiden sudah menegur dia dan Pak. Rizal menelpon Ramli soal perolehan pesawat. Baru Surat niat. Penandatanganannya terlalu jauh dan Garuda menjelaskannya, kata Teten, Senin 17 Agustus.
Menurut Teten, tidak masalah jika Rizal mengkritik menteri lain, namun presiden ingin kritik tersebut disampaikan secara langsung, bukan disiarkan ke media. Menurut Teten, Jokowi menginginkan pemerintahan yang solid dan bersatu karena pemerintah antusias menarik investasi.
“Kita bisa saling bertemu, keributan seperti itu tidak baik,” kata Teten. Ia juga mengatakan, kritik terhadap kebijakan pemerintah bisa dilakukan secara internal, sehingga masyarakat tidak kebingungan.
Wakil Presiden Jusuf “JK” Kalla juga tak luput dari kritik Rizal Ramli.
JK pun menilai Rizal sebaiknya mempelajari terlebih dahulu rencana pengadaan pesawat dan program ketenagalistrikan. “Itu ditegur oleh presiden. Jadi, pahami dulu. Pemerintah tidak pernah membelinya, hanya menandatanganinya Surat niat. “Saya tertarik, bukan jual beli,” kata JK, Selasa, 18 Agustus.
Rizal menanggapi Wapres JK dengan sikap menantang. Dia mengundang JK untuk debat terbuka.
“Kalau mau maklum, minta Pak Jusuf Kalla menemui saya. “Kami akan membahasnya di depan umum,” kata Rizal. Sebagai mantan aktivis mahasiswa, Rizal rupanya yakin dirinya pandai berdebat.
Jujur saja, sebagai jurnalis saya hanya senang jika debat publik ini terjadi. Seru.
Namun apa manfaatnya bagi masyarakat? Apa manfaatnya bagi pemerintahan Jokowi yang saat ini tengah dilanda perlambatan ekonomi?
Saya teringat kisah jurnalis senior, bos tabloid Cek & Ricek, Ilham Bintang. Menurut dia, saat berbuka puasa bersama Pemimpin Redaksi di Istana Negara, Jokowi mengeluhkan persepsi negatif terhadap pemerintah yang salah satunya disebabkan oleh pemberitaan media. Jokowi menjelaskan, perekonomian Indonesia masih lumayan, masuk lima besar. Namun permasalahannya adalah menurunnya kepercayaan masyarakat.
Diskusi publik yang diinginkan Rizal tidak akan membuat harga daging sapi dan ayam terpuruk yang meroket seiring aksi mogok pedagang. Hal tersebut tidak membuat nilai tukar rupiah menguat terhadap dolar AS yang transaksi penjualannya mencapai Rp 13.900.
Hal ini tidak akan membuat 12.000 pekerja industri di Jabar aman dari ancaman PHK. Itu tidak akan membuat teman saya @Qaqqah yang tinggal di Medan aman dari pemadaman listrik dua atau tiga kali seminggu. Dan yang pasti, pertengkaran antar menteri, apalagi menantang wakil presiden, tidak akan membuat investor asing berlomba-lomba menanamkan uangnya di Indonesia.
“Ketidakpastian global“Inilah yang sebenarnya menyebabkan perlambatan ekonomi,” kata Menteri Keuangan Bambang Brodjonegoro saat ditemui sejumlah wartawan yang datang ke rumah dinasnya untuk melihat gambaran RAPBN 2016, 13 Agustus.
Bank Indonesia juga mengirimkan kode keras kemarin yang menyatakan pihaknya telah bekerja keras menjaga nilai rupiah agar tidak terjun bebas. “BI tidak hanya peduli, kami sudah bertekad untuk melindungi rupiah. “Hari ini kami putuskan untuk memperkuat langkah menjaga stabilitas rupiah,” ujarnya Deputi Gubernur Bank Indonesia Perry Warjiyosebagai dikutip oleh media.
Bank Indonesia memutuskan untuk mempertahankan suku bunga acuan untuk menjaga stabilitas nilai tukar rupiah.
Jika ditambahkan ketidakpastian kerja tim kabinetSaya sangat khawatir program Nawa Cita yang diusung Jokowi-JK akan terhambat dalam perjalanannya.
Kali ini, Jokowi tak bisa lagi mengeluh terhadap situasi dunia dan pemberitaan media. Penyebab ketidakpastian ada pada lingkungan itu sendiri. Di kabinetnya.
Hal ini menjadi tantangan bagi kepemimpinan Presiden Jokowi. Ada juga yang berbisik ke saya, Presiden sengaja melantik Rizal untuk mengontrol menteri lain? Oh, aku tidak percaya. Semoga tidak. Jika hal ini terjadi, itu adalah gaya manajemen konflik.
Apa kata Jokowi soal tantangan Rizal ke JK?
Saat Rizal mengkritik Rini, Jokowi menegur Rizal yang sudah seminggu tidak dilantik. Kali ini Rizal ditantang wakil presiden, apa tanggapan Jokowi?
“Urusanku adalah pekerjaan. Anda harusnya bahagia menjadi kaya. Bagi saya, saya tidak senang. Kalau seperti itu saya tidak akan menjawab, kata Jokowi seperti dikutip dari laman viva.co.id, Rabu 19 Agustus.
“Yang bisa ditemukan adalah solusinya, cari solusinya. Pekerjaan menteri ada di sana. Jadi kalau mau sasaran empuk, target 5.000 MW pasti tercapai. “Kalau target saya 5.000, saya tidak mau,” kata Jokowi.
Nada jawaban Jokowi serupa dengan tanggapan Wapres JK terhadap kritik Rizal Ramli terhadap proyek listrik 35.000 MW.
“Menteri harus cerdas. “Kalau tidak banyak akal berarti kurang paham,” kata JK seraya menegaskan, proyek 35.000 MW merupakan proyek andalan Presiden Jokowi untuk mendorong pembangunan ekonomi.
Meminjam istilah tersebut dari rekan saya, seorang pemimpin redaksi senior, “Anda punya apa yang Anda pilih, Tuan Presiden”. Saya yakin Presiden ingin kabinetnya bekerja lebih banyak, dibandingkan berdebat di depan umum. —Rappler.com
BACA JUGA: