Tokoh penting di Papua diduga merencanakan kerusuhan Tolikara
- keren989
- 0
“Ada pihak yang menyebabkan kerusuhan. Namun ada beberapa pihak dari luar daerah yang terlibat dalam kerusuhan. Kami masih mencari aktor intelektualnya.”
JAKARTA, Indonesia – Seorang tokoh penting di Papua diduga terlibat dalam perencanaan kerusuhan di Tolikara yang terjadi pada Jumat, 17 Juli.
Sumber Rappler dari lembaga pertahanan negara menginformasikan, tokoh penting tersebut berencana membakar kios-kios di Tolikara sebelum terjadinya kerusuhan. Aparat penegak hukum sedang mengumpulkan bukti.
Hal ini diperkuat dengan pernyataan Kapolri Jenderal Badrodin Haiti yang menyatakan kerusuhan memang direncanakan.
“Ada kerusuhan apalembaga,” kata Badrodin seperti dikutip media. “Tetapi ada beberapa orang dari luar daerah yang terlibat dalam kerusuhan tersebut. Kami masih mencari aktor intelektualnya.”
Hingga Senin, 20 Juli, sudah ada 21 orang yang diperiksa, termasuk pendeta Gereja Injili di Indonesia (GIDI), namun belum ada yang ditetapkan sebagai tersangka.
Sekelompok orang yang diyakini anggota GIDI dikabarkan membakar musala dan kios usai membubarkan umat Islam yang hendak melaksanakan Salat Id di Musala Baitul Mustaqin, Jumat 17 Juli. Mereka disebut keberatan dengan penggunaan pengeras suara yang dinilai mengganggu ibadah kebangkitan rohani (KKR) dan seminar yang digelar GIDI.
Ini dimulai dengan sebuah surat
Di media sosial, beredar foto surat yang diduga berasal dari Badan Kerja Sinode GIDI yang melarang umat Islam merayakan Idul Fitri di Karubaga. Surat itu bertanggal 11 Juli. Alasan pelarangan karena bersamaan dengan itu ada KKR Remaja GIDI tingkat internasional di Karubaga.
Namun Menteri Koordinator Bidang Politik, Hukum, dan Keamanan Tedjo Edhy Purdjiatno membantahnya. “Sejak ada surat edaran, setelah Kapolda dan Panglima setempat mendatangi kawasan itu, mereka membantah pernah terjadi hal seperti ini,” kata Tedjo, Senin. Di antara.
Tedjo mengatakan, panitia KKR GIDI juga membantah surat itu pernah diterbitkan. Bisa saja dari pihak-pihak yang ingin memperburuk keadaan, tapi mereka tidak pernah mengutarakannya, ujarnya.
Pernyataan Tedjo bertolak belakang dengan pernyataan Kepala Kementerian Agama Tolikara Yusak Mauri yang membenarkan surat tersebut.
“Kami beberapa kali melakukan pertemuan dengan tokoh agama se-Kabupaten Tolikara, namun Satgas GIDI wilayah Toli selalu menolak dengan dalih keputusan pelarangan merupakan sesuatu yang berlaku mutlak di wilayah Tolikara karena merupakan hasil rapat Sinode GIDI. ,” kata Yusak kepada Tempo, Sabtu.
Benarkah kerusuhan itu disebabkan GIDI?
Fahira Idris: Ada yang mempermainkan isu agama untuk mengacaukan Papua http://t.co/1HUdpkD3XU #Tolikara
— Fahira Fahmi Idris (@fahiraidris) 20 Juli 2015
Polisi dan GIDI punya versi berbeda mengenai kerusuhan tersebut. Menurut polisi, sekitar 70 orang GIDI menyerang warga Muslim yang hendak salat. Pihak berwenang mencoba melawan mereka, tetapi para penyerang mulai melemparkan batu ke apartemen tersebut.
“Pukul 07.05 WIB ada yang mulai melempari batu. Pukul 07.10 WIB ada yang merusak kios dan masjid. “Mereka tidak mau dibubarkan, malah mengejar polisi,” kata Suharsono, Komisioner Humas Polri, seperti dikutip. media.
Polisi mulai menembak ke udara, lalu ke tanah. Para penyerang bubar, namun kemudian kembali lagi dan mulai membakar kios dan musala.
Sementara berdasarkan versi GIDI, kejadian bermula pada pukul 08.30 WIB saat beberapa pemuda gereja menghampiri sekelompok umat Islam yang sedang menggelar salat Idul Fitri. Mereka ingin menginformasikan kepada warga muslim tersebut mengenai adanya penggunaan toa yang mengganggu berlangsungnya KKR di tempat yang hanya berjarak 300 meter dari lokasi.
Saat pemuda tersebut ingin menyampaikan aspirasinya di depan umum, tiba-tiba seorang pemuda ditembak dengan timah panas. Tanpa ada perlawanan, TNI/Polri melepaskan tembakan terus menerus hingga mengakibatkan 12 orang terkena peluru. Satu orang kemudian meninggal.
“Tidak pernah ada keinginan untuk membakar musala,” kata Presiden GIDI Pastor Dorman Wandikmbo. Laju.
“Beberapa pemuda yang kesal mengungkapkan kemarahan mereka di kios tersebut untuk menunjukkan perlawanan terhadap sikap opresif polisi. “Tidak ada yang menyangka api dari kios akan membesar dengan cepat dan merembet ke kompleks perumahan bahkan hingga musala.
Bukan hanya rumah warga muslim saja yang terbakar, menurut Dorman, rumah warga non muslim juga ikut terbakar. —Rappler.com