• November 27, 2024

Florence yang menghina Yogyakarta divonis 6 bulan penjara

Ini adalah ringkasan yang dibuat oleh AI, yang mungkin memiliki kesalahan. Untuk konteksnya, selalu rujuk artikel selengkapnya.

“Apa yang ditulis Florence menyinggung karena mengandung kata-kata tidak senonoh yang mengandung makna menghina,” kata jaksa. Apakah hukuman ini adil bagi Florence?

YOGYAKARTA, Indonesia – Florence Sihombing, mahasiswa pascasarjana Fakultas Hukum Universitas Gadjah Mada, divonis 12 bulan masa percobaan hingga 6 bulan penjara karena statusnya di jaringan media sosial Path yang dianggap menghina kota. dari Yogyakarta.

Dalam sidang pembacaan dakwaan di Pengadilan Negeri Yogyakarta, Senin, 16 Maret, Jaksa Penuntut Umum (JPU) Rahayu NR menuntut Florence divonis 6 bulan penjara dengan masa percobaan satu tahun dan denda Rp. 10 juta subsider tiga bulan kurungan.

Jaksa disebut merumuskan tuntutan tersebut dengan dasar Florence melanggar pasal 27 ayat 3 Undang-Undang Informasi dan Transaksi Elektronik (UU ITE) karena dianggap menghina Yogyakarta dengan kata-kata yang tidak pantas.

“Apa yang dituliskan terdakwa dalam status akun jejaring sosial Path milik terdakwa merupakan penghinaan karena mengandung kata-kata bajingan, bodoh, miskin dan tidak berbudaya yang mempunyai makna merendahkan atau menghina,” kata Rahayu dalam sidang hari ini.

Pada 27 Agustus 2014, Florence mendapat kecaman dari warga Yogyakarta dan pengguna media sosial Indonesia karena statusnya di Path yang dianggap menebar kebencian. “Jogja itu miskin, bodoh dan tidak berbudaya. Teman Jakarta-Bandung, nggak mau tinggal di Jogja, tulisnya.

Tak hanya diadili, Florence juga mendapat banyak kecaman dari netizen hingga Florence diusir dari Yogyakarta.

Peristiwa ini pun menarik perhatian GKR Hemas, istri Sri Sultan Hamengku Buwono X, Gubernur Yogyakarta. GKR Hemas sempat melakukan mediasi antara pelapor dan Florence, sayang mediasi tersebut gagal karena lembaga swadaya masyarakat (LSM) Jatisura selaku pelapor enggan mencabut laporan polisi.

Namun LSM Jatisura dan sejumlah elemen masyarakat yang turut melaporkan Florence saat itu sepakat memberikan pengampunan kepada Florence dan siap mengajukan permohonan ke Pengadilan Negeri Kota Yogyakarta agar Florence diberikan hukuman seringan mungkin.

(BACA: Siswa dipenjara setelah memposting di aplikasi media sosial Path)

Menurut Rahayu, tuntutan tersebut didasarkan pada pertimbangan yang memberatkan dan meringankan. Pertimbangan yang meresahkan adalah tindakan Florence menimbulkan keresahan dan konflik di masyarakat.

Sedangkan pertimbangan yang meringankan karena sikap Florence yang kooperatif selama persidangan dan Florence telah meminta maaf kepada warga Yogyakarta dan Sri Sultan Hamengku Buwono X selaku Gubernur DIY.

Selain itu, terdakwa juga mendapat sanksi dari kampus UGM tempat terdakwa kuliah, yakni nilai selama dua semester, lanjutnya.

Jaksa menjelaskan, tuntutan yang diajukan terhadap Florence hanyalah hukuman percobaan. Artinya Florence tidak akan menjalani hukuman kecuali dia melakukan tindakan ilegal serupa lagi dalam waktu satu tahun.

“Dalam satu tahun, jika dia melakukan hal yang sama, tanpa proses hukum, dia akan dipenjara selama enam bulan. Sedangkan denda Rp10 juta harus dibayar. “Jika tidak mampu membayar, bisa diganti dengan pidana penjara 3 bulan,” jelasnya usai sidang.

(BACA: Dibalik Kasus Florence, Ada Ancaman Bagi Kita Semua?)

Sementara itu, menanggapi tuntutan jaksa, Florence meminta waktu kepada hakim ketua untuk menyiapkan nota pembelaan. Florence awalnya meminta waktu dua minggu dengan alasan dia tidak lagi memiliki pengacara.

“Saya minta waktu dua minggu untuk menyiapkan pembelaan,” jawab Florence ketika Ketua Hakim Bambang Sunanto menanyakan berapa lama waktu yang dibutuhkan untuk menyiapkan nota pembelaan.

Namun Ketua Mahkamah Agung menolak permintaan tersebut dan hanya memberikan waktu satu minggu untuk menyiapkan nota pembelaan. Florence juga setuju. —Rappler.com

link alternatif sbobet