• November 25, 2024

Yang menyontek saat Ujian Nasional

Ujian Nasional (UN) bukan sekedar ujian. Angka-angka yang dihasilkan dari ujian nasional dapat menunjukkan banyak hal: mulai dari prestasi, kemajuan siswa, kejujuran siswa hingga kemajuan pendidikan di suatu daerah.

Perdebatan mengenai ujian nasional di Indonesia telah berlangsung selama bertahun-tahun, sejak pemerintah menyelenggarakan ujian nasional secara bersamaan dan menjadikannya sebagai alat utama untuk menentukan tingkat kelulusan.

Saya masih ingat, saat menjabat Wakil Presiden pemerintahan Susilo Bambang Yudhoyono, Pak. Jusuf Kalla adalah orang pertama yang mengatakan, ujian bersama serentak di seluruh Indonesia itu penting. Dari pemeriksaan tersebut akan diketahui standar kemajuan pendidikan suatu daerah.

Dulu, ketika setiap daerah menyelenggarakan ujiannya masing-masing, akan sulit mengukur kualitas pendidikan di satu provinsi dibandingkan provinsi lainnya. Apakah nilai matematika 9 di Kota Yogyakarta sama dengan nilai matematika 9 di Medan? Tentu saja sulit untuk melakukan perbandingan karena soalnya tidak sama dan tingkat kesulitannya juga berbeda.

Dulu, ujian nasional digunakan untuk menentukan kelulusan. Hingga kemudian muncul gugatan ke Mahkamah Konstitusi (MK) yang membatalkan aturan tersebut. Meski demikian, bukan berarti ujian nasional ditiadakan. Saat ini ujian nasional telah berubah fungsinya menjadi alat penentuan kelulusan. Nilai ujian nasional digabungkan dengan nilai rapor.

Menjadikan ujian nasional sebagai satu-satunya penentu kelulusan memang sangat beresiko. Ada kalanya, demi mencapai tingkat kelulusan yang tinggi, sebagian guru memilih melakukan tindakan tercela. Setelah menerima bahan pelajaran yang diujikan, ia memerintahkan seseorang untuk mengerjakan soal-soal ujian nasional. Guru dan orang tua yang ingin anaknya lulus merasa tenang karena ada kolusi dengan pengawas. Kunci jawabannya ditentukan.

Tahun ini, Indonesia memperkenalkan model metode ujian baru: melalui komputer di sekolah. Siswa tidak perlu mencoret-coret kertas, atau membawa pensil 2B. Siswa hanya perlu menekan layar komputer untuk mengirimkan jawabannya. Gaya serupa e-pemerintahan, inklusif anggaran elektronik yang menimbulkan kericuhan antara Gubernur DKI Jakarta Basuki “Ahok” Tjahaja Purnama dengan wakil rakyat di DPRD.

Oh, masih ada lagi yang nakal. Beberapa memindai soal ujian dan kemudian mempostingnya di Google Drive. Untungnya, banyak siswa memilih untuk tidak mengakses pertanyaan yang bocor. Kini tersangka telah ditahan polisi.

Indonesia yang memiliki lebih dari 17.000 pulau membutuhkan upaya ekstra untuk menyelenggarakan ujian nasional. Banyak peluang terjadinya titik kebocoran. Mulai dari percetakan, jalur distribusi, hingga sekolah.

Untuk menghilangkan kebocoran, berbagai jenis pertanyaan telah dibuat. Pada UN kali ini, kata Menteri Pendidikan Dasar dan Menengah Anies Baswedan, pemerintah membuat 11.730 paket soal. Nampaknya ada 30 paket yang diunggah ke internet. Kurang dari 0,25%.

Kebocoran juga terjadi di negara lain

Indonesia tidak perlu minder, minder, bahkan takut melihat kebocoran PBB. Di negara maju, bahkan Amerika Serikat, kebocoran ujian nasional juga sering terjadi.

Seorang guru mencintai muridnya. Namun ketika cinta itu berlebihan, cinta itu bukan lagi madu, melainkan berubah menjadi racun. Tidak hanya berbahaya bagi siswa, tetapi juga bagi guru.

Di Atlanta, kota metropolitan terpadat di negara bagian Georgia, Amerika Serikat, kasus ini terjadi. Surat kabar New York Times edisi 14 April 2011 memuat berita dengan judul mengejutkan: Pekerja sekolah di Atlanta dijatuhi hukuman dalam kasus kecurangan nilai ujian (Pekerja sekolah Atlanta dinyatakan bersalah memanipulasi nilai ujian).

Delapan dari 10 pegawai sekolah negeri didakwa merusak nilai ujian nasional siswa, dalam sebuah skandal yang dikatakan sebagai skandal terbesar sejak dimulainya ujian nasional di Amerika.

Kejahatan yang dilakukan guru bisa diancam hukuman maksimal 20 tahun. Kejahatan yang dilakukan para guru adalah mereka “berkolaborasi” dan bekerja sama untuk menaikkan nilai siswa. Pemimpin kegiatan ini adalah pengawas sekolah, Beverly L. Hall yang selalu menekankan kepada para guru akan pentingnya nilai baik yang diperoleh siswa. Nilai bagus tidak hanya bermanfaat bagi siswa, tetapi juga bagi guru: bonus menunggu.

Para guru tersebut telah diperiksa sejak 2013. Panel juri menuduh 35 pegawai sekolah negeri Atlanta, termasuk Hall, melakukan kecurangan untuk mendapatkan bonus, mengamankan karier mereka, atau menyenangkan atasan mereka. Sebagian besar terdakwa meminta maaf, mengaku bersalah dan menghindari persidangan. Dua terdakwa lainnya, termasuk Hall, meninggal sebelum kasusnya disidangkan.

Terdakwa yang dinyatakan bersalah tidak langsung dijebloskan ke penjara. Hakim memerintahkan agar para guru tersebut dibebaskan dengan jaminan. Sebelumnya, mereka ditahan sejak 1 April. Mereka hanya akan ditahan setelah sidang banding, sebuah proses yang bisa memakan waktu berbulan-bulan atau bahkan bertahun-tahun. Itu pun jika pengadilan banding masih memutuskan mereka bersalah.

Kesalahan yang dilakukan oleh para pendidik di seluruh Amerika biasanya mengakibatkan penahanan singkat. Maksimal 15 hari.

Situasi ini berbeda dengan yang terjadi di Atlanta. Tiga kepala sekolah divonis tujuh tahun penjara. Hukuman ini melebihi tuntutan jaksa. Seorang guru sekolah dasar, seorang asisten kepala sekolah masing-masing menerima hukuman dua tahun. Ada pula yang dijatuhi hukuman satu tahun. Ada pula yang meminta maaf dan mendapat hukuman penangguhan ditambah hukuman sosial berupa pengabdian masyarakat.

Hakim Baxter yang memimpin persidangan marah pada para terdakwa yang tetap tidak bersalah dan merasa mereka tidak perlu bertanggung jawab atas perbuatannya. “Mereka harus meminta maaf kepada masyarakat dan anak-anak yang mereka sakiti,” katanya.

Kebocoran PBB di India

Mungkin Anda masih ingat dengan gambar yang tersebar luas di banyak media dan media sosial pada bulan Maret lalu. Foto tersebut menceritakan banyak hal: sekelompok orang tua dan keluarga siswa berdiri di luar ruang sekolah. Beberapa dari mereka memanjat tembok dan mengintip melalui jendela. Yang lain mengirimkan kertas melalui tiang.

Kelompok gaduh tersebut ingin membantu anak-anaknya atau anggota keluarganya yang sedang mengikuti ujian sekolah di Vidya Niketan School, Manhar, sebuah surat kabar di negara bagian Bihar, India bagian timur. Pemandangan serupa dapat ditemukan di kota Hajipur dan Nawada.

Salah satu orang tua mengatakan kepada televisi lokal NDTV bahwa dia harus membantu anaknya karena gurunya tidak melakukan apa pun. “Bahkan mereka sering tidak hadir di kelas,” kata orang tua siswa tersebut.

Penipuan yang meluas membuat malu pemerintah daerah. Penelitian sedang dilakukan. Sebanyak 1.000 siswa dituduh berbuat curang, namun hanya 600 siswa yang dikeluarkan.

Menteri Pendidikan India PK Shahi mengatakan kepada surat kabar The Hindu bahwa mencegah kecurangan dalam ujian nasional adalah tantangan utama pemerintahannya. “Tapi itu juga menjadi tanggung jawab masyarakat, agar ujian nasional bebas dari kecurangan,” ujarnya.

Saya menghimbau kepada para orang tua dan keluarga untuk berhenti melakukan kecurangan, agar ujian ini dapat terselenggara dengan jujur ​​dan adil, kata Menteri PK Shani.

Lebih dari 1,4 juta siswa di India berpartisipasi dalam ujian negara bagian kelas 10, di 1,200 pusat ujian. Ujian tersebut dijaga ketat oleh polisi, guru dan panitia khusus. Sayangnya, ujian ini dirusak oleh maraknya kecurangan yang menyebar dengan cepat.

Meski mengaku dijaga ketat oleh polisi, soal-soal ujian tersebar luas, difotokopi dan diedarkan. Ada orang tua yang menyuap polisi agar bisa mengakses percetakan tersebut. Ada pula orang tua yang masuk ke dalam kelas dengan diantar preman bersenjata, sehingga bisa menyerahkan kunci jawaban kepada anaknya.

Kecurangan di PBB merupakan awal mula bibit korupsi

Surat kabar Standard, sebuah media di Kenya, memberitakan berita tersebut pada tanggal 17 April dengan judul yang mencolok: Menyontek dalam ujian adalah benih korupsi dan ketidakamanan di Kenya.

Kabar ini terungkap karena kecurangan dalam ujian nasional dirasa semakin menjengkelkan. Kunci dari pelanggaran ini terletak pada lubuk hati para pendidik. Dewan Ujian Nasional Kenya mengakui bahwa mereka telah berbuat cukup banyak, dengan pengorbanan yang besar, untuk mengurangi kecurangan. Dewan Ujian Nasional mencetak bahan tulis ujian di Inggris.

Bagi Kenya, yang merupakan salah satu negara termiskin di dunia, mencetak materi ujian nasional di Inggris merupakan suatu pemborosan yang sangat besar. Keuntungannya malah diberikan kepada perusahaan-perusahaan Inggris. “Ini seperti orang miskin yang berpura-pura kaya dengan memesan makanan dari Hotel Hilton untuk merayakan Natal,” tulis Standard.

Jika kecurangan dalam ujian sekolah merupakan persekongkolan antara guru, sekolah, dan orang tua, siapa yang bertanggung jawab jika UN harus diulang? Murid.

Pengalaman saya sebagai mahasiswa dan jurnalis, menulis ulang sebuah artikel belum tentu sebaik artikel pertama yang tiba-tiba hilang mengajukandia.

Untuk UN, siswa mempersiapkan diri secara serius, secara teori. Jika Ujian Nasional harus diulang, saya membayangkan betapa kesal dan kecewanya siswa lain yang mengerjakan soal-soal ujian dengan baik dan jujur. Suasana hatiIni berbeda.—Rappler.com

Uni Lubis adalah mantan pemimpin redaksi ANTV. Ikuti Twitter-nya @unilubis dan membaca blog pribadinya unilubis.com.


demo slot pragmatic