• October 7, 2024
petugas polisi, mantan jurnalis dan ahli hukum

petugas polisi, mantan jurnalis dan ahli hukum

JAKARTA, Indonesia- Presiden Joko Widodo baru siang tadi, Rabu, 18 Februari 2015, mengumumkan tiga penjabat pimpinan baru Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) di Istana Bogor. Ketiganya adalah Taufiequrachman Ruki, Johan Budi, dan Indriyanto Senoadji. (BACA: Jokowi: Budi Gunawan Batalkan Penunjukan, Badrodin Haiti Ditunjuk Kapolri)

Penunjukan itu dilakukan setelah dua pemimpin lainnya, Bambang Widjojanto dan Abraham Samad, tersangkut kasus pidana. Bambang ditetapkan sebagai tersangka dalam kasus dugaan penghasutan saksi di Mahkamah Konstitusi pada Pilkada Kotawaringin Barat, Kalimantan Tengah. (BACA: Jumat Suci untuk Bambang Widjojanto)

Sementara itu, Samad baru saja membeberkan status tersangkanya dalam kasus dugaan pemalsuan dokumen di Makassar yang dikutip Feriyani Lim. Feriyani yang disebut-sebut merupakan sahabat Samad sempat berfoto hot saat berkeliling. (BACA: Abraham Samad menjadi tersangka pemalsuan dokumen)

Berikut profil 3 pemimpin baru yang mungkin perlu Anda ketahui:

Taufiequrrahman Ruki, polisi pertama yang memimpin lembaga antirasuah

Irjen Polisi (Purn) Taufiequrachman Ruki merupakan pria kelahiran Rangkasbitung, Lebak, Banten, tahun 1946. Ruki merupakan lulusan terbaik Akademi Kepolisian (Akpol) tahun 1971. Ia pun lulus dengan peringkat terbaik ke-4. Beliau juga memperoleh gelar Sarjana Hukum (S1) dari Fakultas Hukum Universitas 17 Agustus 1945, Jakarta, pada tahun 1987.

Ruki kemudian mengejar karir sebagai petugas polisi. Memulai karir pada tahun 1970–1971 dan mengakhiri karir sebagai polisi pada tahun 1992–1997 sebagai Kapolda Malang.

Ia kemudian melanjutkan karirnya sebagai anggota DPR RI dengan duduk di Komisi III/UU Fraksi TNI Polri pada tahun 1992-1997. Terakhir menjadi anggota DPR pada tahun 2000–2001 sebagai Ketua Komisi VII bidang Kesejahteraan Sosial.

Kemudian pada 13 Desember 2003, Ruki terpilih menjadi Ketua KPK melalui mekanisme pemungutan suara. Ia memimpin KPK hingga tahun 2007.

Johan Budi SP, mantan jurnalis yang ingin terlibat langsung dalam pemberantasan korupsi

Johan Budi memulai karirnya sebagai jurnalis pada tahun 1998 di Forum Keadilan. Ia kemudian pindah ke Tempo dan menjadi Kepala Biro Majalah Tempo Jakarta. Di Tempo Johan Budi menjadi ketuanya ruang wartawan pada tahun 2003. Akhirnya menjadi editor Urusan Nasional.

Kemudian, pada tahun 2004, Johan bergabung dengan KPK sebagai Direktur Pendidikan dan Pelayanan Masyarakat KPK. Dia kemudian ditunjuk sebagai juru bicara resmi. Hingga tahun lalu, Johan dipromosikan menjadi Deputi Bidang Pencegahan Komisi Pemberantasan Korupsi.

Pada Juli 2011, Johan menyatakan mundur dari jabatannya sebagai juru bicara. Tepatnya, mantan Bendahara Umum Partai Demokrat, Muhammad Nazaruddin, dituding melanggar kode etik karena diduga ikut serta dalam pertemuan di hotel Formula One Cikini dengan Direktur Penyidikan Ade Raharja. Padahal KPK saat itu sedang menangani kasus korupsi Wisma Atlet.

Namun Johan membantahnya. Dia mengatakan, alasan pengunduran dirinya karena ingin fokus pada proses seleksi calon pimpinan KPK yang diikutinya saat ini. Namun pengunduran diri tersebut ditolak oleh Pimpinan KPK saat itu, Abraham Samad.

Tahun ini, ketika perseteruan KPK dan Polri berkobar, Johan Budi termasuk di antara jajaran yang dilaporkan ke Mabes Polri pada 10 Februari 2015 oleh Andar M Situmorang, Ketua LSM Pemerintah Anti Korupsi dan Diskriminasi ( GACD). .

Dalam laporan TBL/96/II/2015/Bareskrim, keduanya dilaporkan atas dugaan penyalahgunaan wewenang dan atau berhubungan langsung maupun tidak langsung dengan pihak yang berperkara di KPK.

Hal itu diatur dalam Pasal 421 KUHP juncto Pasal 36, Pasal 37, yang ancaman hukumannya ada pada Pasal 65, Pasal 66, Pasal 67 UU No. 30 Tahun 2002 tentang korupsi.

“Mereka (pemberitaan) mengaku di media bahwa mereka bertemu Nazarudin sebanyak lima kali, ini pertama kalinya. “Kemudian proses etik juga diproses di KPK, namun itu merupakan tindak pidana makanya saya laporkan,” jelas Andar. Kasus Johan saat ini masih ditangani Mabes Polri.

Dalam menjalankan tugasnya sehari-hari sebagai juru bicara, Johan cukup dikenal awak media. Ia ditanya salah satu jurnalis tentang pilihannya bergabung dengan KPK. “Saya ingin terlibat langsung, ikut serta dalam pemberantasan korupsi,” ujarnya.

Indriyanto Senoadji, anak mantan Menteri Kehakiman yang tergabung dalam tim kuasa hukum “Cendana”.

Indriyanto merupakan dosen program magister Fakultas Hukum Universitas Indonesia (FH UI). Selain itu, ia melanjutkan jabatan advokat Oemar Seno Adji yang didirikan ayahnya.

Ayah Indriyanto, Umar, merupakan Jaksa Agung Muda pada tahun 1950-1959. Oemar juga menjabat sebagai dosen di FH UI sejak tahun 1959. Hingga tahun 1966-1974 dipercaya sebagai Menteri Kehakiman Republik Indonesia.

Prestasi Indriyanto sendiri tak kalah mengesankan dengan sang ayah, ia tercatat sebagai hakim konstitusi pada tahun 2008. Namanya termasuk di antara 15 nama calon hakim konstitusi yang diajukan ke Presiden Susilo Bambang Yudhoyono saat itu. Namanya juga tercatat sebagai guru besar di Pusdiklat Kejaksaan Agung RI.

Pada tahun 2007, Indrijanto diduga tercatat sebagai tim kuasa hukum mendiang mantan Presiden Soeharto melawan Majalah TIME, bersama OC Kaligis. Karena itu, ia dijuluki tim kuasa hukum keluarga Cendana, tempat tinggal Soeharto di Menteng.

Pada tahun 2010Nama Indriyanto disebutkan Komjen Pol Susno Duadji dalam rapat pansus gerbang abad pada Rabu, 20 Januari 2010. Susno menunjuk Indriyanto sebagai kuasa hukum dua pemegang saham pengendali Bank Century, Rafat dan Hesyam.

Catatan lain dari Indrijanto adalah soal pandangannya terhadap kontroversi KPK-Polri. Dia mengatakan, hakim sidang pendahuluan Budi Gunawan, Sarpin Rizaldi bersikap netral dan obyektif sehingga memberikan kesempatan bagi pemohon dan tergugat untuk membela atau menolak gugatan.

“Jadi hakim menindaknya setara dan seimbang jadi itu mencerminkan proses hukum yang wajar,” dia berkata. –Rappler.com

sbobet terpercaya