• November 26, 2024
Mantan Ketua LTD Hadi Poernomo mengajukan gugatan praperadilan ke KPK

Mantan Ketua LTD Hadi Poernomo mengajukan gugatan praperadilan ke KPK

Ini adalah ringkasan yang dibuat oleh AI, yang mungkin memiliki kesalahan. Untuk konteksnya, selalu rujuk artikel selengkapnya.

Mantan Ketua BPK Hadi Poernomo menilai keputusannya bukan tindak pidana korupsi.

JAKARTA, Indonesia – Satu lagi tersangka kasus korupsi telah diajukan untuk sidang pendahuluan. Kali ini mantan Ketua Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) Hadi Poernomo yang mempertanyakan penetapan dirinya sebagai tersangka.

Pada 21 April 2014, Hadi ditetapkan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) sebagai tersangka kasus dugaan korupsi terkait penerimaan permohonan keberatan pajak oleh PT Bank Central Asia (BCA) pada tahun 1999. Ia diduga melakukan tindak pidana korupsi. menyebabkan keuangan negara. kerugian sebesar Rp 375 miliar karena mengabulkan keberatan pajak saat itu, ia masih menjabat sebagai Direktur Jenderal (Dirjen) Pajak pada tahun 2002-2004.

(BACA: Mantan Ketua BPK Hadi Poernomo diperiksa KPK)

Sejak ditetapkan sebagai tersangka, Hadi sempat dipanggil KPK sebanyak dua kali pada 5 dan 12 Maret, namun tak pernah muncul. Hadi mengaku tengah menjalani perawatan penyakit jantung di RS Pondok Indah.

Kini Hadi telah mengajukan permohonan praperadilan.

“Praperadilan masuk– mendaftar pada 16 Maret 2015 dengan nomor registrasi 21/Tik.Trap/2015/PNJKTSel,” kata Yanuar P Wasesa, kuasa hukum Hadi.

Yanuar mengaku kliennya tidak mengikuti jejak mantan calon Kapolri (Kapolri) Komisaris Jenderal (Komjen) Budi Gunawan atau mantan Menteri Agama Suryadharma Ali dalam mengajukan sidang perdana ke KPK. Menurutnya, Hadi punya alasan yang cukup valid.

(BACA: Suryadharma Ajukan Praperadilan dan Gugat KPK Rp 1 Triliun)

Pertama, KPK tidak berwenang mengusut kewenangan Direktur Jenderal Pajak sesuai pasal 25 dan 26 UU No. 99/1904 tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan. “Dirjen Pajak berwenang menyelidiki permohonan keberatan Wajib Pajak,” jelasnya.

Keputusan menerima permohonan keberatan pajak BCA tahun 1999 sepenuhnya menjadi wewenang Direktur Jenderal Pajak.

Yanuar pun berdalih, jika benar keputusan Hadi saat itu salah, seharusnya penggantinya melakukan sesuatu untuk memperbaikinya.

“Apabila Direktur Jenderal Pajak pengganti Pak Hadi Poernomo berpendapat atau bertindak bahwa kewenangan Dirjen Pajak sebelumnya dalam menerima keberatan pajak dianggap salah, maka (kebijakan) tersebut harus diperbaiki, diberitahukan atau ditetapkan kurang bayar Pajak Tambahan. atau KKBPT sesuai pasal 15, 16, 36 UU 9 tentang KUP,” kata Yanuar.

Selain itu, kebijakan yang diambil Hadi saat itu belum final sehingga tidak bisa dijadikan alasan untuk menjadikannya bersalah.

“Masih ada upaya hukum (saat itu). Apabila Wajib Pajak tidak setuju dengan keputusan keberatan, maka dapat mengajukan banding ke pengadilan pajak. “Di pengadilan pajak, keputusannya bersifat final,” jelasnya.

Terakhir, Yanuar menilai perbuatan Hadi sebenarnya bukan tindak pidana korupsi.

“Pelanggaran UU Perpajakan masuk dalam ranah korupsi jika ada masukan (sesuatu yang diperoleh). (Ketua KPK Nonaktif) Abraham Samad pernah mengatakan pada 29 Agustus 2013 bahwa KPK tidak bisa (menangani) perkara kecuali ada masukan. Menerima keberatan pajak bukanlah suatu kebijakan. Itu otoritas.” –Rappler.com

Keluaran SGP Hari Ini