• November 23, 2024
Penggusuran warga Kampung Pulo bukanlah solusi banjir Jakarta

Penggusuran warga Kampung Pulo bukanlah solusi banjir Jakarta

Ini adalah ringkasan yang dibuat oleh AI, yang mungkin memiliki kesalahan. Untuk konteksnya, selalu rujuk artikel selengkapnya.

Seharusnya warga Kampung Pulo bisa tinggal, namun kawasannya ditata layaknya kampung berkuda.

JAKARTA, Indonesia – Penggusuran 917 kepala keluarga di Kampung Pulo, Jakarta Timur, tampaknya tak mendapat dukungan dari para perencana dan pemerhati tata kota. Menurut mereka, upaya penggusuran yang dilakukan Pemprov DKI Jakarta yang disertai bentrokan pada hari ini, Kamis, 20 Agustus, sia-sia.

Mengapa? Karena masalahnya bukan di situ, tapi penurunan permukaan tanah yang diperburuk dengan pengambilan air tanah, kata Direktur Pusat Studi Tata Ruang Perkotaan (Rujak) Jakarta. Marco Kusumawijaya, Kamis.

Abstraksi adalah proses pengambilan air tanah oleh manusia untuk keperluan irigasi, rekreasi atau air minum. Pengambilan air dapat menyebabkan penurunan permukaan tanah.

AbstraksiMenurut Marco, hal ini menyebabkan penurunan permukaan tanah hingga 15 cm setiap tahunnya di beberapa tempat di ibu kota. Sedangkan di daerah lain bervariasi antara 3-5 cm per tahun.

Angka ini menjadi kabar buruk karena kenaikan permukaan air laut hanya 6 mm per tahun. Anda dapat membaca lebih lanjut mengenai penurunan tanah ini dalam buku Sawarendro yang berjudul bahasa Indonesia Lembaga Reklamasi Lahan dan Pengelolaan Air edisi 2010.

Dari kajian Sawarendro, “Tanpa henti abstraksi air tanah, upaya lain seperti pengerukan kanal, pembersihan saluran air secara berkala, dan pembuatan sumur hanya akan membuang-buang anggaran,” kata Marco.

Apalagi, kata dia, hanya dengan membangun taman-taman indah di pusat kota. “Taman yang bagus tidak akan bermakna dan tidak membantu penyerapan air di perkotaan yang sangat cepat,” ujarnya.

Katanya, daripada menyibukkan diri membangun kanal megah dan menggusur warga di sepanjang sungai, sebaiknya Pemprov DKI fokus menghentikan aktivitas. abstraksi tanah dan mengembangkan sistem drainase untuk memasok ibu kota dengan volume air dua kali lipat.

Sehingga pemerintah siap mengendalikan penggunaan dan penyerapan air yang berlebihan. Di hulu, pemerintah juga bisa mengendalikan laju keluarnya air dari Bogor, misalnya dengan mengendalikan perambahan hutan ilegal atau pembangunan vila mewah.

Kanal dan pendekatan kuno dari zaman kolonial

Marco juga mengkritisi Pemprov DKI Jakarta yang bersikeras mempertahankan saluranisasi dan cara konkrit di sepanjang Sungai Ciliwung. Menurutnya, pendekatan channeling belum terbukti efektif.

Dalam catatan sejarahJakarta pernah mengalami banjir besar pada tahun 1621, 1654, dan 1876. Pada tahun 1922, pemerintah Belanda membangun Kanal Banjir Barat untuk mengurangi banjir, namun sayangnya permasalahan banjir semakin hari semakin kompleks.

Normalisasi sungai dengan beton juga sudah tua dan terbengkalai, namun anehnya masih terus dilakukan, ujarnya.

Warga tidak perlu digusur

Senada dengan Marco, Dian Tri Irawati dari Pusat Kajian Perkotaan Rujak juga menyayangkan upaya pemerintah yang melakukan penggusuran terhadap warga yang sudah bertahun-tahun tinggal di bantaran Sungai Ciliwung.

Ia lebih memilih menyetujui jika pemerintah memperbolehkan warga untuk tinggal seperti yang dibicarakan dengan Gubernur DKI Jakarta Basuki Tjahaja “Ahok” Purnama.

Ahok, bersama mantan Gubernur DKI Jakarta Joko “Jokowi” Widodo, tampak membuka opsi bagi organisasi bantuan masyarakat Ciliwung Merdeka pada tahun 2012 yang lalu.

Jokowi dan Ahok yang saat itu menjabat sebagai wakil gubernur, menurut Direktur Ciliwung Merdeka Sandyawan Sumardi, Sekali berjanji untuk mengatur penyelesaian di sana.

Sandyawan mengatakan, warga pada dasarnya tidak menolak jika rumahnya dibongkar. Namun dengan syarat, pemerintah akan membangun kembali desa tersebut menjadi desa berkuda.

Pertimbangan tidak dilakukannya relokasi warga, kata Sandyawan, karena alasan ekonomi. Penggusuran akan menghilangkan pendapatan warga.

Dian mengatakan Ahok seharusnya mempertimbangkan opsi tersebut. Karena intervensi infrastruktur seperti kanalisasi tidak akan pernah menyelesaikan masalah banjir, kata Dian. —Rappler.com

BACA JUGA:

Togel Singapore Hari Ini